Hujan semakin deras. Hawa dingin menyelimuti kulit lena. Rasanya ia ingin mencari kehangatan sekarang.
Lena dan ali sekarang dalam perjalanan pulang. Sunyi, tetapi rintikan hujan yang sedang menemani mereka.
Gemercik airnya terdengar nyaring ditelinga mereka. Ratusan bahkan ribuan air dari langit ingin sekali berlomba - lomba untuk turun.
"Li.." langkah mereka sama - sama berhenti.
"Kenapa?"
"Gak ada payung lagi?"
"Maksudnya?" Lena menepuk jidatnya.
"Lo, pikir aja deh, ini beneran kita sepayung berdua?Lo, gak takut--"
Ali memotongnya cepat. "Stts.. kamu mau kehujanan? Ini payung cuman satu doang."
"Ntar, kita dikira berduaan gimana?"
"Ya, kan kita emang lagi berdua."
Lena kesal. Kenapa Ali tak paham apa yang ia maksudkan!
"Ih, bukan gitu maksudnya. Ntar, kita dikira pacaran. Lo, mau?"
"Gak akan, percaya deh."
Lena melongo. "What? Kok bisa?"
Ali terkekeh. "Sambil jalan yuk."
Ali melangkah lebih dulu. Tetapi, lena masih berdiri tegak dibawah guyuran hujan.
"Ebuset dah si Ali. Biasanya kan yang paling sok nyeramahin tentang agama. Lah ini?Masa gue sepayung berdua bareng dia. Udah kayak drama korea dong." Batinnya berkecamuk.
Ali tak berhenti nyerocos. Tiba - tiba ia tersadar jika ia berjalan sendiri. Kemudian ia tolehkan kepalanya kesamping.
"Loh? Jadi, aku bicara sendiri? Kemana si lena?" Ali celingak - celinguk. Dan menolehkan kepalanya kebelakang.
"Len.." namun tak ada sahutan. Tetapi, yang ali lihat lena sedang komat - kamit. Sesekali tersenyum sendiri.
Ali berdecak. "Ini bocah kenapa lagi?" Ali segera menghampiri lena dan menarik tangannya. Seketika lena tersentak kaget.
"Heh! Bisa gak kalau narik tuh biasa aja. Lo, tuh cowok kasar!"
Deg..
"Kasar? Darimabanya? Hatiku lembut kayak bidadari." Kemudian ia terkekeh.
"Hel--lo? Oya? Masa?"
"Coba kalau aku biarin kamu hanya mematung disitu. Kamu nanti kehujanan terus kamu sakit. Mau?"
Deg..
"Hati gue kenapa nih. Kok bunyi gini." Ucapnya dalam hati.
"Kenapa diam? Bener dong ucapan aku tadi?" Sambil menaik turunkan alisnya.
"Iya benar iy--ya. Katanya tadi mau ngomong." Ali mengernyit heran.
"Ngomong apaan? Kok kamu kelihatan jadi salting."
"Gak. Udah, gausah dibahas." Elak lena cepat.
"Yaudah sambil jalan yuk." Lena mengangguk.
Rintikan hujan seakan menjadi saksi. Saksi yang penuh misteri.
"Katanya mau ngomong soal yang sepayung berdua. Mana?"
Ali menoleh. Ditatap Ali, kini lena merasa hatinya berjedag - jedug. "Kita sepayung berdua emang payungnya satu. Kalau kita dikira pacaran gak mungkin lah."
Lena melongo. Baru tadi, ia merasa hatinya jedag - jedag. Sekarang rasanya sirine itu hilang. "Kenapa?"
"Kamu kan pendek. Dan aku tinggi. Ya, bilang aja kita ini adek kakak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Teh (ENDING)✔
FanfictionCerita ini request dari teman. Aku sengaja repost. Cerita ini awalnya cerita pertamaku diwattpad. Aku pikir cinta bisa tumbuh dengan cara apapun termasuk melalui secangkir teh - Muhammad Aliyy Azam. Cinta nyatanya memang rumit. Apakah hanya karena...