Ali memasuki rumah dengan perasaan campur - campur. Namun, tak ada lena kemana dia.
Ali mencarinya ke beberapa sudut ruangan. Ternyata dia berada ditaman belakang. Sendirian dan melamun.
Sepertinya dia belum melihat Ali. Ali berdehem dan membuat lena kaget.
"Ali.." cicitnya.
Ali tersenyum. Tapi, lena hanya diam. "Len, boleh aku duduk?"
Lena mengangguk. Seketika itu Ali duduk dekat dengannya. Lena merasa jantungnya disko.
Padahal udah sering dia dekat dengan Ali. Tapi, ntah kenapa kok dia merasa gugup gini.
"Maaf.." kata itu yang lena dengar dari mulut Ali. Lena bingung. Rasanya dia masih kecewa.
"Aku bisa jelasin len.. yang kamu lihat itu gak sama apa yang kamu pikirkan." Lena merasa tertampar sekarang. Benar juga kata Ali. Dia emang sedikit egois.
"Iya." Ntah kenapa mulutnya ingin bicara banyak. Tapi, yang keluar dari mulutnya hanya itu.
Ali mengangguk. "Kamu udah makan belum?" Lena menggeleng lemah.
"Jangan galau mulu. Sampai gak makan. Itu nyakitin kamu sendiri."
"Ih, tahu ah. Aku kan gak galau." Ali tertawa sembari menoel - noel pipinya.
"Yaudah.. makan dicafe aja ya? Sekalian kita pacaran.."
Lena blushing. Baru kali ini Ali melihat lena seperti ini. Gemesin. "Kamu gak jawab.."
"Iya ya li.." Ali biasa saja. Lena bingung kenapa suaminya terlihat gak suka.
"Kamu kenapa?"
Ali menjawab. "Kamu panggilnya jangan nama. Panggil sayang aja biar kelihatan gemes." Lena terkekeh. Jadi, Ali ingin dia manggil dengan sebutan sayang.
"Oh, jadi itu yang bikin kamu diam aja. Iya sayang.." hingga membuat Ali tersenyum puas.
****
Memasuki cafe membuat lena rasanya senang. Ternyata Ali bisa seromantis ini batinnya.
Dia yang terlalu egois tanpa mau menunggu penjelasan Ali. Dan sekarang dia sudah lega sepertinya.
Lena melihat sudut ruangan cafe. Elegan banget nuansanya. Yang membuat dia heran kenapa ada beberapa lukisan mirip dengannya batinnya.
Lena menghampiri. Ditatapnya lekat - lekat. Sampai dia terkejut benar ternyata ini memang dirinya.
Ali menghampiri lena. Dia tersenyum. "Gimana suka? Cafe ini usaha kecil kita."
Lena merasa dia mimpi. Hingga dia mencubit lengannya. "Aws.."
"Ini bukan mimpi.. ini asli. Buat kamu."
"Makasih sayang.. ga ngerti lagi aku senang banget.." Ali tersenyum sembari mengangguk.
Ali tahu dia baru belajar manggil dengan sebutan sayang. Begitu saja Ali merasa jadi anak alay kalau kata anak jaman now.
***
Hari - hari lena makin berwarna. Namun, ada saja hal yang kadang bikin dia harus ribut perkara kecil dengan Ali.
Karena Ali harus bekerja pagi. Sementara lena berdandan lama. Dan hal lainnya.
Seperti halnya sekarang. Hari sudah hampir petang. Namun, lena belum juga pulang.
Lena belum mengabari Ali. Sementara itu Ali makin geregetan karena dia menelpon lena namun handphonenya seperti mati.
Dan benar saja pukul lima tepat lena diantar pulang oleh seorang laki - laki. Hingga membuat Ali cemburu pastinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secangkir Teh (ENDING)✔
Fiksi PenggemarCerita ini request dari teman. Aku sengaja repost. Cerita ini awalnya cerita pertamaku diwattpad. Aku pikir cinta bisa tumbuh dengan cara apapun termasuk melalui secangkir teh - Muhammad Aliyy Azam. Cinta nyatanya memang rumit. Apakah hanya karena...