Triangle

11.6K 1.9K 285
                                    

Ingat, sebelum baca budayakan buat klik! ☆

.

Malam itu hujan turun cukup lebat, mengguyur nyaris seluruh bagian kota Seoul. Petir menyambar, mengiringi nyanyian hujan yang memecah kesunyian malam. Hingga waktu menunjukkan nyaris tengah malam, tak ada pertanda akan Mentari yang akan hadir di hari esok.

Seorang wanita duduk seorang diri di bingkai jendela, menekuk lutut menenggelamkan wajahnya disana. Ia tak peduli pada udara dingin yang menusuk, tak peduli saat hembusan angin membawa tetesan hujan menggapai kain piyama satin yang membalut tubuhnya.

Manik Lisa menerawang, menatap ke dalam guyuran hujan yang membasahi dunia di luar sana. Membawa kenangan lama, mengundang rasa sakit yang sekian lama berusaha ia pendam. Lisa benci ini, hujan yang mengingatkannya pada malam itu.

Maniknya bergulir menatap ponsel keluaran lama yang memiliki retak pada layarnya, ia menghela nafas. Seharusnya ia membuang benda itu sejak lama, apa yang ia harapkan selama ini?

Lisa menggeleng, kepalanya pusing. Entahlah, segalanya terasa.. Memuakkan...

.

Hujan...

Petir menyambar diluar sana, memekakkan telinga hingga seorang bocah lelaki menutup kedua telinganya tiap kali suara mengerikan itu menggema. Lucas mengintip dari balik selimutnya, seluruh tubuh bocah itu tertutup selimut hingga sebatas hidung ㅡhanya menyisakan mata bulat si bocah.

Sudah hampir tengah malam, bibir Lucas mengerucut kesal. Ia tak bisa tidur, suara petirnya benar-benar mengganggu. Kini ia bangkit, menjatuhkan selimutnya dan Melompat turun dari atas kasur. Lucas melangkah dengan kaki kecilnya, berjinjit di hadapan jendela yang sengaja dibuat lebih tinggi oleh mamanya.

Ia mengintip keluar dari sela tirai, meringis sejurus kemudian.

Hujannya lebat sekali, dan pemandangan diluar terlalu gelap. Mengerikan, seolah sesuatu bersiap-siap untuk keluar dari dalam kegelapan dan mengejutkannya. Duh... Lucas jadi merinding karena pemikirannya sendiri. Ia berjalan mundur, tersandung mobil mainannya dan menubruk meja nakas.

Prakk

Wah, gawat!

Kedua tangan mungil Lucas membungkam mulutnya sendiri, maniknya membola melihat pigura yang kini berada di lantai. Apa mama akan marah? Bagaimana ini?! Ia berjalan cepat menuju pintu, menempelkan telinganya disana dan membukanya perlahan.

Kepalanya melongok, mengintip koridor yang gelap. Lucas menoleh ke arah tangga, bernafas lega saat tak mendengar suara langkah kaki atau apapun disana. Syukurlah hujan turun dengan lebat, mama sepertinya tak mendengarnya. Jika mama tahu, mama mungkin akan marah pada Lucas.

Pertama, ini sudah tengah malam dan Lucas belum tidur. Kedua, Lucas merusak pigura fotonya.

Oh iya, piguranya!

Pintu kamarnya ditutup kembali, dan Lucas segera menghampiri pigura yang terjatuh ke lantai. Bingkainya tidak patah cuma terlepas, hanya saja kacanya yang pecah. Oh gawat, kenapa jadi banyak begini? Karena bingung Lucas memulai dari bingkainya, lalu foto dirinya yang masih bayi dalam gendongan mamanya.

WHO'S YOUR PAPA? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang