Ada terlalu banyak misteri di dunia yang fana ini, termasuk kenapa gue merasa mengantuk saat dosen baru saja masuk dan tiba-tiba segar tepat sesaat setelah mereka menyampaikan salam penutup.
Like ... how can?
Apa salam pembuka dan salam penutup di tiap pertemuan itu sebenarnya adalah sebuah mantra sihir yang sengaja di-setting biar dosen ada bahan buat menceramahi mahasiswanya dan nantinya akan berlanjut ke sesi membanding-bandingkan antara zaman sekarang dengan zaman mereka?
Mengherankan gak, sih?
Gue benar-benar gak akan kaget kalau seandainya asumsi gue itu benar.
Dan lagi-lagi kejadian itu terjadi ke gue hari ini, saat ini. Tapi sepertinya kali ini mantranya gak kuat-kuat banget karena gue tetap aja merasa lemas bahkan setelah dosen gue meninggalkan ruang kelas. Gue menumpukan kepala di atas meja, menyembunyikan muka saking gak bertenaganya.
Suara barang yang diletakkan di atas meja disusul dengan ketukan beberapa kali membuat gue terpaksa sedikit mengangkat kepala demi mengetahui siapa dan apa tujuan oknum ini mengganggu waktu meditasi gue.
Oh, ternyata Mark.
"Kenapa, sih? Lagi lemes, nih! Laper!"
"Perfect! Berita baiknya, gue bawa sesuatu yang bisa jadi obat buat penyakit lo itu. Eits," Mark mengangkat satu tangannya. "Gak usah bilang makasih. Tapi, sama-sama."
Gue mengernyit dalam. "Ngomong apa sih, Mark? Gue gak ngerti. Jangan disuruh mikir kalau lagi dalam keadaan lemah-letih-lesu-lunglai-lapar begini."
Mark mendecak sebal. Ia menunjuk dengan dagunya. "Tuh, bekal."
Melirik ke arah benda yang dimaksudkan Mark, alis gue terangkat sebelah. "Wah, ada apa, nih? Lo berniat ngebunuh gue, ya?"
"W-what?!"
"Mark Lee anak Mami, seluruh dunia juga tau kalau lo gak bisa masak. Kalau gue dikasih dua pilihan antara jalan ke Takor buat cari makan dalam keadaan 5L begini atau stay di sini dan makan bekal buatan lo, gue bakal pilih stay di kelas tanpa makan apa-apa. Gue yakin masih bisa bertahan hidup tanpa makanan selama beberapa jam ke depan."
Mark kontan merotasikan bola matanya. "Begini ya, Yuna yang sering ngaku jadi nyokap gue, gue terlalu sibuk bahkan buat ngebuatin diri gue sendiri makanan. Jadi, gak ada alasan yang rasional sampai lo bisa berakhir pada kesimpulan lo barusan. Itu dari abang gue."
Berpikir sejenak, gue mengangguk. "Masuk akal.
Mark dan memasak memang tidak ditakdirkan untuk jadi pasangan. Dunia sudah gila kalau sampai hal itu terjadi.
Gue menegakkan badan, meregangkan tubuh lalu mengambil hp dari dalam tas kemudian membuat panggilan ke nomor Kak Taeyong.
"Halo, selamat siang. Ada yang bisa dibantu?"
Gue menjauhkan layar hp gue dari telinga untuk mengecek apa gue benar menelpon Kak Taeyong dan bukannya salah sambung ke resepsionis hotel langganan Papi di Bali. Tapi gue gak salah. Ini memang nomor Kak Taeyong. "Gak lagi kelas kan, Kak?"
"Gue masih sangat menghargai dosen untuk gak pake gadget selama jam perkuliahan berlangsung, Yun."
Gue bersiul. "Good boy."
Terdengar kekehan dari seberang. "Jangan kayak cewek nakal. Gue gak suka."
"Yah, gue juga gak tertarik sih, buat disukain sama lo, Kak."
Kak Taeyong berdeham. "Jadi, kenapa lo nelpon?"
"Because Mark brought something for me and he said that it's from you."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Grumpy | Doyoung
FanfictionSUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU KESAYANGAN ANDA Gue gak marah, lo nya aja yang salah paham - Doyoung • Just for fun • Non baku • Tidak mengikuti kaidah penulisan yang baik dan benar ☆ Beberapa orang memutuskan berhenti membaca di tengah jalan. Itu pilih...