tembus

58.9K 9.5K 1.4K
                                    

Seseorang yang sulit menangis sebenarnya adalah orang yang lemah, dan seseorang yang mudah menangis sebenarnya adalah orang yang berhati lembut

Tapi, bisa gak sih, kita susah menangis tapi juga mudah menangis di saat yang bersamaan?


Gue sudah bertanya-tanya tentang hal ini selama separuh usia gue hidup di bumi. Pasalnya, banyak orang yang bilang kalau gue itu kurang sensitif karena gue susah kasihan sama orang. Gue susah bersimpati ataupun berempati sama orang. Yang namanya nangis karena suatu fenomena menyedihkan di dunia nyata sangat-amat jarang terjadi sama gue. Jangan tanya soal pengemis. Gue terlalu sangsi, kebanyakan dari mereka fake dan gue gak suka itu.

Tapi di lain sisi, gue juga sering dibilang cengeng terutama sama keluarga gue. Nonton film sedih, nangis. Baca komik sedih, nangis. Baca novel sedih, nangis. Liat cowok ganteng pun gue nangis saking gak nyangkanya ada makhluk seindah mereka.

Jadi, sebenarnya gue itu orang yang seperti apa?

Pemikiran ini tiba-tiba muncul karena kepala gue udah pusing banget habis nangis. Yuju sampai bosan liatin gue yang gak berhenti ngambil tissue buat menyeka air mata dan ingus.

"Udah kek nangisnya! Udah jam berapa, nih!" protesnya.

"Ju, lo gak akan ngerti. Ini tuh sedih banget! Bapaknya si tokoh meninggal, Man! Meninggal! Mati! Paham, gak?" Gue kembali mengeluarkan lendir-lendir dari hidung gue.

Yuju memutar bola matanya malas. "Makanya, orang disuruh baca jurnal tuh ya baca jurnal! Bukannya malah baca novel! Lagi di perpus juga. Dari tadi orang-orang liatinnya kayak gue habis jahat sama lo. Hancur nih pamor gue!"

"Huaaaa gue kangen Papi!" Gue makin nangis kejer.

"Haduh, pusing deh gue. Itu jelas-jelas fiktif tapi tissue gue sampai dihabisin sebungkus. Giliran kemarin, si Gyujin kecelakaan malah lo ketawain. Gue jadi ragu, lo waras gak, sih?"

"Ya tapi kan Gyujin masuk rumah sakit doang, masih hidup. Ini Bapaknya meninggal, gak balik-balik lagi. Sedihan mana?"

"Sedihan gue jadi temen lo! Sarap!"

Sudah sesore ini dan gue sama Yuju masih stay di perpustakaan. Tadinya kita emang lagi baca-baca jurnal. Tapi gue gak sekuat Yuju. Gue bosan, ditambah vibe perpustakaan yang tambah bikin pengen tidur. Jadi gue ngelanjutin bacaan novel gue yang gue bawa dari rumah. Sialnya, gue ketagihan dan beneran melupakan soal jurnal-jurnalan itu. Bengkak sudah mata gue saat ini.

Tiba-tiba hp gue bunyi. Ada telpon masuk dari Kak Yuta.

"Halo, Kak," ucap gue dengan suara yang masih serak dan hidung yang agak mampet.

"Loh? Lo kenapa? Nangis lo?"

"Kenapa nelpon?"

"Lo nangis, kan? Kenapa? Ada yang macem-macem? Siapa? Ngomong sekarang! Berani-beraninya sam—"

Tut!

Gue memutus sambungan. Lagi pengen aja. Kak Yuta berisik. Bising kuping gue.

Gue menumpukan kepala di atas meja. Pusing. Ngantuk juga. Mungkin karena habis nangis. Sekarang gue cuma berharap bisa pulang cepet ke rumah terus tidur.

Tepat setelah berpikir seperti itu, hp gue bergetar. Ada pesan masuk.



The Grumpy | DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang