Pertengkaran antar teman memang sangat sering terjadi karena beberapa hal sepele yang dibesar-besarkan. Masalahnya, ketika kita terlalu menganggap masalah itu besar, masalah akan bertambah besar. Sebaliknya, jika kita meringankan, semua akan terasa jauh lebih ringan.
Pertengkaran yang biasanya terjadi hanya beberapa jam lamanya, kini berlarut hingga beberapa hari setelah pertengkaran yang tercipta antara Febby dan Erina. Mereka memutuskan untuk berjauhan dan tak saling bicara hampir dua hari lamanya. Anna, Cindy, dan Vanya tentu saja penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya.
Ketika jam istirahat berbunyi, Cindy dan Febby pergi ke kantin berdua karena Anna dan Vanya sedang berpuasa.
Di kantin, mereka berdua hanya saling diam menikmati makanan yang baru saja disajikan di atas meja. Keadaan terlihat canggung karena tak ada pembahasan di antara mereka berdua.
Ketika mengaduk mie ayam dalam mangkuk, mata Cindy bergerak liar dan tak sengaja melihat keberadaan Erina bersama Anya. Ketika dia baru saja melambaikan tangan, Erina mengalihkan pandangan seakan tak ingin melihat keberadaan Cindy dan juga Febby.
"Si Erina tumben nggak mau gabung," ujar Cindy ketika melihat Erina mengajak Anya segera pergi dari kantin.
Febby sekilas menolehkan pandangan ke arah di mana Cindy masih memerhatikan Erina. Dia mengedikkan bahu sebelum kembali menikmati makanannya.
"Jujur deh sama gue, Feb, ada apa?"
Diberi pertanyaan seperti itu, raut wajah Febby semakin tak enak dipandang. Hembusan napasnya kasar dan tak ada niat sama sekali untuk menggubris pertanyaan dari Cindy.
"Udahlah, nggak penting."
Jawaban acuh dari Febby membuat Cindy geram sembari membulatkan kedua matanya. "Maksud lo? Apa yang nggak penting? Pembahasan kita atau pertengkaran di antara lo sama Erina?"
"Itu dua hal yang sama, Cin, bukan sebuah pilihan."
Kedua mata Febby masih menghindar untuk berkontak secara langsung dengan Cindy yang duduk di depan mejanya. Cindy terlihat menatap dengan penuh mengintimidasi dan Febby tak nyaman akan hal itu.
"Jadi, lo masih marahan sama Erina?"
Makanan dan minuman yang tersaji di atas meja benar-benar sudah tak terpandang nikmat untuk mereka. Cindy terus menekan Febby agar menjawab, dan Febby berusaha agar tak perlu menjawab pertanyaan yang terlontar untuknya.
Kesadaran dan juga rasa pertemanan seakan sirna seketika di dalam jiwa Febby saat itu. Febby mengerti semua tak baik dibiarkan saja karena takut masalahnya melarut, hanya saja ... egonya selalu saja menolak secara keras.
"Jujur sama gue, Feb!"
Karena geram dengan respon Febby yang bahkan selalu saja mengelak dan menghindar, Cindy akhirnya membuka suara sedikit lantang sehingga menjadi pusat perhatian dan Febby mendongakkan kepalnya.
"Kalau iya, kenapa? Lo mau apa? Hah?"
Pembawaan Febby yang emosian dan keras kini kembali terpampang di depan semua murid yang tengah menghabiskan waktunya di kantin sekolah. Beberapa di antara mereka terganggu dan akhirnya menyaksikan pertengkaran Febby dengan Cindy.
Febby sebenarnya telah menahan diri sedari tadi agar suaranya tak keluar sama sekali. Tapi ketika Cindy trus mendesak dan memaksa, akhirnya Febby kembali hilang kendali.
"Apa masih karena hal yang sama?" Cindy memiringkan kepalanya dengan sedikit heran di hadapan Febby. "Karena Erina terus mencoba buat lo baikan sama Eka? Iya?"
Febby memutar kedua bola matanya dengan jengah saat itu juga. "Bukan urusan lo!"
"Gimana bisa bukan urusan gue? Sejak kapan ini bukan jadi urusan gue?"
Mereka berteman telah lama dan banyak juga hal yang telah terlewati bersama-sama. Bagi Cindy tersendiri, sebuah pertengkaran antar teman memang terdengar seperti hal biasa, tapi ketika kedua belah pihak yang mendapatkan masalah sama-sama tak peduli satu sama lain, itu letak kesulitannya.
"Erina itu terlalu maksa gue, nggak ngertiin perasaan gue, dan--"
"Dan lo enggak?"
Cindy yang mencela perkataan Febby langsung membuat Febby membuka mulut sedikit lebar dengan tatapan mata seakan membunuh keberadaan Cindy di depannya.
"Dengan cara lo marahin dia di depan umum beberapa hari yang lalu, apa saat itu lo mikirin perasaan Erina? Enggak, 'kan? Terus kenapa sekarang lo menuntut? Coba jelasin ke gue, Feb!"
Febby menautkan kedua ujung alisnya karena tak menyangka Cindy mengetahui kejadian itu.
"Waktu itu gue cuma emosi."
Febby menurunkan volume suaranya karena merasa tersudutkan oleh kalimat yang terlontar barusan dari mulut sahabatnya sendiri.
"Emangnya kapan sih lo nggak emosi?"
Febby semakin diam dan tak ingin mengeluarkan sepatah kata pun di depan Cindy saat ini. Kedua tangannya yang terletak di atas meja kini saling bertautan dengan kepala yang sedikit menunduk. Jika sudah dalam situasi sulit, barulah merasa bimbang dan tak tahu harus berbuat apa.
"Feb, kita itu udah dewasa. Bisa nggak sih lo hapus sedikit aja rasa egois dan sikap emosi lo itu? Demi kebaikan lo juga."
"Bukan cuma gue yang egois, tapi ...."
"Tapi banyak, gue tahu." Cindy buru-buru kembali mencela saat Febby perlahan mengangkat kepala dan membuka suaranya. "Tapi seharusnya lo nggak usah pikirin orang lain dulu. Akan lebih baik kalau lo perbaiki dulu sikap dan juga kepribadian diri lo sendiri."
"Diri gue sendiri?" Febby menunjuk dirinya sendiri menggunakan telunjuk tangan kanannya. "So? What happen with you? Kenapa lo masih ngurusin hidup gue? Nyuruh gue ini dan itu sedangkan lo sendiri nggak memperbaiki diri."
"I will." Cindy buru-buru menjawab. "Lagian, gue ngelakuin semua ini ya karena gue sayang sama lo, juga nggak mau pertemanan kita hancur cuma karena hal sepele kayak gini."
Beberapa mata yang memandang heran dan jengah ke arah pertengkaran mereka perlahan menghilang ketika Cindy bangkit dari duduknya dan meninggalkan Febby terduduk sendiri. Kedua gadis itu berpisah dalam keadaan hati dan juga emosi yang sangat meluap.
Makanan yang tersaji di atas meja seakan menertawakan keadaan Febby yang begitu mengenaskan. Kedua tangannya yang saling bertautan perlahan terangkat untuk mengacak rambutnya dan menutupi wajahnya dari penglihatan murid lain yang masih berada di kantin. Selain malu, Febby juga merasa sangat kesal dengan dirinya sendiri saat itu.
Ayem kambek gais 😘
Have fun!
Aku harap part selanjutnya nggak lama deh publisnya wkwkHug me!
V
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Sama Terulang (Completed) ✓
Jugendliteratur~~Ketika lelah membalik halaman yang sama~~ Mungkin, semua takdir kini telah terucapkan secara lantang di depan semua insan. Takdir di mana seharusnya seorang gadis tetap berdiri tegar dan menentang semua kesalahan yang seharusnya ditinggalkan. Ingi...