Setiap hari, yang biasanya Febby selalu duduk dengan rapi di meja paling depan bersama Cindy, hari ini gadis itu tidak berada di tempatnya. Beberapa menit lagi jam pelajaran pertama akan segera dimulai setelah satu jam yang lalu semua murid berjemur di tengah lapang untuk melaksanakan kegiatan rutin upacara bendera.
"Febby mana?" tanya Anna ketika dia baru saja akan mendaratkan bokongnya di atas kursi.
Cindy tak mnjawab pertanyaan Anna dengan kata-kata, gadis itu hanya mengedikkan bahu tanpa melirik keberadaan Anna sedikit pun. Berpura-pura sibuk dengan buku dan beberapa alat tulis di atas mejanya semakin menandakan bahwa Cindy tak peduli sama sekali dengan pertanyaan Anna.
Melihat respons Cindy yang begitu acuh, Anna akhirnya mengalihkan pandangan pada Vanya yang sudah duduk di kursinya.
"Nggak tahu, An, tadi pas upacara ada kok."
Anna mengangguk-anggukan kepala sembari mengedarkan pandangan matanya ke segala arah penjuru kelas.
"Dia nggak bilang apa-apa gitu, Van?" Anna kembali bertanya.
"Nggak, soalnya aku pikir mungkin dia mau ke toilet, jadi aku nggak tanya lagi."
"Ini masalahnya bentar lagi guru dateng loh, tapi si Febby belom keliatan juga."
"Mungkin sebentar lagi."
Anna meluruskan pandangannya pada papan tulis di depan kelasnya. "Ya, semoga aja."
Sedangkan di lain tempat, Febby yang tengah Anna cari keberadaannya di dalam kelas, kini gadis itu terduduk di halaman belakang sekolah yang terlihat sangat sepi karena bel baru saja berbunyi nyaring. Jam pertama segera dimulai dan Febby tak berniat sama sekali untuk pergi dari tempatnya.
Tempat sepi tanpa teriakan orang lain, tanpa gangguan orang lain, setidaknya tempat halaman belakang sekolah ini yang Febby butuhkan. Mungkin karena merasa kesal dan frustrasi, bertemu orang yang tak bersalah pun terasa sangat menyebalkan.
Sudah sekitar lima hari hunungan pertemanan yang biasa hangat belum juga kembali seperti semula. Febby ingin meluruskan, tapi karena terlanjur malu, dia tak berani untuk memulai. Padahal jika terus menerus seperti ini, masalah nggak akan pernah bisa selesai.
"Nggak masuk kelas?"
Kening Febby berkerut sembari memerhatikan dengan seksama sepasang sepatu yang kini menapak di atas tanah yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Ketika Febby mendongak, dia melihat dengan jelas bagaimana seorang lelaki memerhatikannya sembari bergerak perlahan untuk duduk di sampingnya.
"Lo sendiri?" Febby balik bertanya.
"Lagi males."
"Kalau gitu sama," jawab Febby.
Febby sangat sadar siapa lelaki yang kini duduk di sampingnya, dia merasa heran kenapa tak ada niat untuk bangkit dan meninggalkannya. Mungkin karena dia juga kesepian, akhirnya membiarkan Eka menemaninya.
"Nggak dicariin sama temen-temen lo?" Tanpa canggung sama sekali Eka melontarkan pertanyaan tersebut sampai Febby terheran bagaimana Eka bisa melakukannya.
"Eumm ... mungkin mereka lagi males, sama kayak gue." Berbeda dengan Eka, Febby sedikit lebih gugup dan berusaha untuk menutupi kegugupannya.
"Apa yang lo malesin? Bukannya mereka adalah tempat ternyaman lo? Bahkan ... lo sampai rela gantungin hubungan cuma karena sahabat-sahabat lo, iya, 'kan?"
Febby mengerutkan kening tanpa menoleh sama sekali ke arah Eka yang sudah memiringkan tubuh ke arahnya. Gadis itu tahu dan sangat mengerti tentang keputusan bodoh yang dia ambil hampir satu bulan yang lalu. Membela dengan keras dan tak mempedulikan kekasihnya yang bahkan bisa dibilang tak ada hubungannya sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Sama Terulang (Completed) ✓
Ficção Adolescente~~Ketika lelah membalik halaman yang sama~~ Mungkin, semua takdir kini telah terucapkan secara lantang di depan semua insan. Takdir di mana seharusnya seorang gadis tetap berdiri tegar dan menentang semua kesalahan yang seharusnya ditinggalkan. Ingi...