Ulangan matematika dinyatakan selesai beberapa jam yang lalu. Setelah semua lembar jawaban dikumpulkan dan guru keluar kelas, semua murid gaduh membahas jawaban yang mereka torehkan di atas kertas. Tapi Anna tak ikut melakukan hal yang sama, dia dan juga teman yang lainnya memutuskan untuk pergi ke kantin untuk makan siang.
Keadaan membaik di antara Febby dan Cindy menjadi sebuah keberuntungan besar. Tak ada pertengkaran, kecanggungan, mereka makan bersama tanpa ada rasa janggal sama sekali. Bahkan Erina pun ikut makan bersama.
Kabar tentang akan diadakan rapat oleh para guru di jam terakhir ternyata sudah tersebar ke hampir seluruh penjuru kelas. Erina yang tahu akan hal itu mengajak Anya menemaninya untuk tinggal di kelas Anna dan yang lainnya. Tapi baru saja mereka mengobrol sebentar di dalam kelas saat jam kosong, Anna, Anya, dan Cindy terpaksa harus pergi ke ruang OSIS.
"Maaf ya udah ganggu waktu santai kalian. Ini aku lakukan agar nanti setelah kita sibuk dengan berbagai ujian, kita tidak perlu mengurus perihal perpisahan dan segalanya. Meski nanti akan ada pengurus OSIS baru, tapi kita juga pasti ingin ikut berpartisipasi. Jadi, daripada akan membebankan nantinya, aku rasa lebih baik kita bahas sekarang."
Semua pengurus OSIS yang sudah duduk rapi di tempatnya masing-masing dengan patuh menganggukkan kepalanya. Menatap pengertian tanpa rasa terbebani sama sekali dengan ucapan Fathur.
"Anna, boleh aku minta tolong?" Fathur melirik ke arah di mana Anna duduk di samping kursinya.
"Minta tolong apa?" Anna balik bertanya.
"Aku perlu map berwarna merah dan juga biru. Kamu bisa bantu aku buat beliin itu?"
"Tentu." Anna tanpa pikir panjang langsung bangkit dari duduknya. "Berapa?"
"Masing-masing satu aja. Uangnya dari kamu dulu ya, soalnya hari ini uang kas OSIS ada di Diana dan dia lagi nggak berangkat."
Anna mengangguk maklum. "Iya nggak papa. Ada lagi yang mau dibeli?"
"Cukup," jawab Fathur.
Setelah itu Anna bergegas keluar dari ruangan OSIS untuk membelikan map yang diminta oleh Fathur. Berjalan sendirian menuju koperasi tidak ada salahnya. Jarak dari ruang OSIS-koperasi juga tidak terlalu jauh. Jadi, itu bukan masalah bagi Anna.
Untung saja di koperasi sangat sepi sehingga proses jual-beli map permintaan dari Fathur bisa terlaksana dengan cepat. Setelah mendapatkan kedua map berwarna merah dan biru, Anna keluar dari koperasi dan berniat agar segera datang ke ruang OSIS. Siapa tahu saja mereka menunda rapat demi menunggu kehadirannya.
"Anna!" teriak seorang pria yang terlihat berdiri beberapa meter dari Anna yang baru saja menghentikan langkahnya.
Gadis yang dipanggil tidak membalikkan tubuhnya, dia tetap berdiri tegak di tempat semula dengan dua map di pelukannya. Suara pria yang memanggil namanya terlalu familiar, jadi Anna tak berniat sama sekali untuk berbalik.
"Dipanggil kok diem aja?" tanya Yanu yang kini telah berdiri tepat di samping kiri Anna.
"Maaf, aku udah ditunggu di ruang OSIS."
Satu langkah Anna pergi, saat itu juga Yanu mengikuti langkahnya. "Gue cuma mau nemenin lo sampai depan ruang OSIS, nggak apa, 'kan?"
Anna sempat melirik keberadaan Yanu sekilas sebelum mengangguk kecil dan kembali melanjutkan langkahnya. Keadaan bisa berjalan bersama Yanu memang sangat sering terjadi, tapi setelah satu bulan tidak melakukannya ... kejadian menjadi terasa sangat canggung. Setidaknya itu yang Anna rasakan.
Koridor di sekeliling mereka saat ini begitu ramai karena semua kelas mendapatkan jam kosong secara serentak. Mungkin ada beberapa kelas yang masih mendapatkan tugas, tapi mereka lebih memilih bersantai karena tahu tugasnya masih bisa dibawa ke rumah.
"Oh iya, Na ...." Yanu menghentikkan langkahnya dan menghadapkan tubuhnya ke arah Anna.
Anna bersusah payah untuk tidak ikut berhenti dan menatap keberadaan Yanu. Namun, gadis itu tetap berhenti meski tanpa melirikkan matanya sama sekali ke arah Yanu kini berdiri menghadapnya. Rindu rasanya ketika hal yang biasa terjadi kini kembali terulang. Yanu yang bersikap manis padanya dan Anna yang selalu tersipu atas perbuatan itu.
"Kemaren Eka sama Syabil udah cerita ke gue soal acaranya Erina. Gimana menurut lo?" tanya Yanu sembari memiringkan kepala dan alis saling bertautan. Berharap Anna tertarik untuk menatap ke arahnya.
"Gimana apanya?" Anna balik bertanya masih dengan tanpa melirik keberadaan Yanu.
"Soal kita." Jawaban itu terlontar begitu saja dari mulut Yanu yang membuat Anna dengan spontan menoleh ke arahnya.
"Kita? Maksudnya?" Anna berdiri kebingungan. Terlebih bingung karena ucapan, dia juga bingung atas perasaannya yang kini mulai berbunga.
"Ya gitu. Bukannya mereka juga ngajak kita?"
Anna mengangguk. "Iya, tapi ...."
"Kenapa? Lo bakal tolak itu?" Yanu mencela perkataan Anna.
"Enggak," jawab Anna dengan pasrah, "aku nggak nolak, aku hanya nggak akan dateng aja. Bukan karena nggak mau menghormati mereka, tapi aku cuma mau keadaan baik-baik aja."
"Memangnya keadaan akan seburuk apa kalau kita ikut?" Wajah menyebalkan Yanu menjadi terlihat serius ketika perkataan Anna sedikit mengusik perasaannya.
"Menurut kamu?"
Mereka kini tengah berdiri di tengah koridor sekolah antara ruang OSIS dan koperasi. Saling pandang satu sama lain dengan niat mencari jawaban karena tak puas dengan jawaban yang diterima dari mulut mereka masing-masing. Beberapa murid masih ramai di sana dan beberapa murid juga sedari tadi menonton atau hanya sekadar mendengarkan perbincangan mereka.
"Apa lo benci sama gue?" Kedua mata Yanu terlihat menyipit dengan berbagai benak rasa penasaran dalam dirinya.
"Aku malah berpikir kalau nyatanya kamu yang benci sama aku." Anna mengungkapkan sebuah pernyataan di mana itu yang selama ini ia rasakan. Berpisah karena sebuah alasan membosankan tidak bisa diganti dengan beribu kenangan.
"Kenapa berpikir seperti itu?"
"Kamu sendiri kenapa?" Anna semakin lekat menatap kedua manik mata Yanu. "Kenapa kamu bertanya soal kebencian? Apa karena kamu ingin mengatakan kalau kamu benci sama aku atau panasaran dengan seberapa aku sadar kalau kamu benci aku?"
Perbincangan yang tadinya akan Yanu anggap santai ternyata begitu terdengar serius setelah Anna jauh lebih tegar dari sebelumnya. Anna yang biasanya hanya berpikir untuk menyamakan pendapat, kini gadis itu belajar mempunyai pendapatnya sendiri.
"Gue bukan mau itu, Anna ...." Entah hanya perasaan saja atau apa, tapi suara Yanu terdengar sedikit melirih saat ini.
"Terus apa? Kamu ingin mematahkan kembali hatiku? Aku tahu retakan dalam hati ini memang belum sembuh. Trus apa? Kamu mau apa? Mau aku jauh lebih sakit lagi daripada ini?"
Mata Anna perih dan terasa seperti akan mengeluarkan air dari dalamnya. Gadis itu menengadahkan kepalanya dan berharap agar air matanya bisa tertahan jauh lebih lama lagi.
"Gue cuma mau membahas soal acaranya Erina sama Syabil, tapi kenapa lo malah terlihat sesedih ini?" Dengan tampang bersalahnya Yanu mencoba untuk memerhatikan jauh lebih dekat lagi saat wajah Anna terlihat begitu sedih.
"Ya ini adalah jawabannya, Nu. Aku nggak akan ikut kalau kamu ada di sana karena aku tahu bahwa keadaan hati dan juga alam tak akan pernah mendukungnya sama sekali."
Semoga suka 😍
Jangan lupa tinggalkan jejak 😊See u,
V
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Sama Terulang (Completed) ✓
Teen Fiction~~Ketika lelah membalik halaman yang sama~~ Mungkin, semua takdir kini telah terucapkan secara lantang di depan semua insan. Takdir di mana seharusnya seorang gadis tetap berdiri tegar dan menentang semua kesalahan yang seharusnya ditinggalkan. Ingi...