1. Prolog

4.6K 134 4
                                    

“Cassie.”

“Iya, Bi?”

“Kalau kamu punya satu keinginan yang bisa langsung terkabul, kamu mau apa?”

“Keinginan?” ucapku seraya menoleh pada Bi Lia yang menatap awan berarak tertiup angin. Bi Lia tersenyum, lalu melihatku. “Iya, kamu pasti punya sesuatu yang sangat kamu inginkan, bukan?” tanyanya kembali, bersamaku yang tertunduk sesaat mendengarnya. “Keinginanku ….”

***

“Kasihan deh gak punya teman.”

“Aku punya teman, kok!” bentakku dengan mata mendelik melihat mereka.

“Siapa, bayangan?”

Deg!

“Hahaha!”

Pandangan nanar hanya bisa kulontarkan untuk menjawab ucapan mereka. Tubuhku terasa gemetar. Dan rasa sakit yang kurasa di dada seakan memaksaku kembali bicara saat lidahku sudah kelu.

Aku … kenapa?

“Kasihan, haha.”

***

Senyuman terukir indah di wajahku saat itu juga. Rasa perih yang terpendam pun kembali terasa setelah kuingat hal delapan tahun lalu. Hari yang buruk saat itu, tapi ingin rasanya kukembali ke sana. Suatu yang kuimpikan terwujud—aku ingin memilikinya lagi.

Tetapi, nyatanya seindah apapun itu hanyalah mimpi.

“Kalau aku punya satu keinginan yang bisa langsung terkabul, aku ingin punya teman,” ucapku.

“Kenapa teman? Kamukan sudah punya teman di sekolah, kenapa kamu minta lagi?”

“Aku mau punya teman yang selalu ada saatku senang maupun sedih.”

“Oh, begitu.”

Kumengangguk kecil, kemudian mendesah pelan saat mulai pudarnya senyuman dari wajahku. “Tetapi, keinginan yang bisa langsung jadi nyata seperti itu kayaknya gak ada, Bi.”

“Haha, iya Bibi tahu. Memang gak ada.”

Aku dan Saudara Kembarku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang