Ku tundukkan kepalaku, kemudian menghela nafas. “Apa yang sudah ku lakukan?”
“Ayo kita ke kantin Cassie,” ajak Cherry sambil berjalan meninggalkanku.
“Ng, iya,” ucapku sambil menganggukkan kepalaku dan berjalan menghampiri Cherry.
Aku dan Cherry pergi ke kantin.
Kemudian saatku dan Cherry sedang menuju kantin. Tanpa sengaja, aku mendengar obrolan, dari dua orang murid perempuan yang sedang mengobrol di belakangku dan Cherry.
“Haha ... Iya, kasihan banget dia,” ucap salah seorang murid perempuan di belakangku dan Cherry.
“Iya. Jujur, jika aku menjadi Sasha, aku pasti akan bunuh diri,” ucap yang lain.
“Iya, aku juga pasti akan bunuh diri. Sudah ditinggal pacarnya, dibenci oleh semua orang, dan sekarang harus kehilangan teman. Aku yakin, jika dia mengetahui hal ini, dia pasti akan menangis, dan pulang ke rumah sekarang.”
“Iya. Tapi tunggu, memang benar ya, jika Daisy itu dibunuh?”
“Aku rasa begitu, karna tidak mungkin sampai ada polisi yang datang ke sekolah kita, jika memang hal itu hanya kebohongan publik.”
“Benar juga. Tapi, apakah benar jika Rachel yang membunuh Daisy?”
“Mungkin saja benar, buktinya polisi menangkap dia tadi.”
“Benar juga. Tapi, apa alasan dia membunuh Daisy?”
“Hmm, mungkin karena dia tidak menyukai Daisy.”
“Mungkin. Ya, tapi ngomong-ngomong, bagus juga jika Daisy itu memang benar tewas.”
“Benar. Kalau begitu, berarti sekarang pengusik di sekolah kita sudah berkurang.”
“Benar. Dan ya, entah mengapa aku sangat senang saat Sasha tidak mempunyai teman.”
“Iya, aku juga.”
Dua orang murid perempuan di belakangku dan Cherry tertawa.
“Ya sudah, yuk! Aku takut kehabisan tempat duduk di kantin,” ucap salah satu dari murid perempuan di belakangku dan Cherry sambil berlari mendahuluiku dan Cherry.
Aku melihat Cherry. “Cherry,” panggilku.
Sontak, Cherry pun langsung melihatku. “Iya.”
“Ng, apakah kamu tadi mendengar, apa yang diucapkan oleh dua orang murid perempuan tadi?” tanyaku.
“Dengar. Memangnya kenapa?” tanya Cherry.
“Ng, tidak apa. Aku hanya merasa kasihan dengan Sasha,” ucapku.
“Ha! Untuk apa kamu merasa kasihan kepadanya?”
“Ya-”
“Dia pantas mendapatkan semua itu,” potong Cherry.
“Ng, ya baiklah. Tapi, apakah tidak apa jika kita melakukan hal ini. Maksudku, memanfaatkan orang lain hanya untuk kebaikan kita,” ucapku.
“Tidak apa,” sahut Cherry.
“Tapi Cherry, anak kelas 11-3 tadi menjadi dituduh membunuh Daisy,” ucapku.
“Ya, lalu? Memangnya kamu ingin masuk penjara?” tanya Cherry.
Ku tundukkan kepalaku, kemudian menggelengkan kepalaku pelan.
“Kalau kamu tidak mau, maka diamlah. Jangan pernah memberitahu orang lain, dan terus bersikaplah seolah tidak pernah terjadi apa-apa,” ucap Cherry.
Ku anggukkan kepalaku pelan.
Cherry menghela nafas, kemudian dia pun tersenyum. “Rencanaku berhasil. Dan selanjutnya, mereka,” gumam Cherry. “Oh iya Cassie, kamu ingatkan jika akhir pekan kita akan bermain kembali?”
Deg!
“Cherry ...” ucapku pelan sambil menundukkan kepalaku.
“Dan ya. Aku harap, kamu juga akan suka dengan permainan kita yang satu ini,” ucap Cherry sambil tersenyum.
Ku menghela nafas. “Ng, iya,” ucapku sambil melihat Cherry, dan tersenyum dengan paksa.
“Apakah semuanya memang akan berakhir seperti ini?” ucapku sambil kembali menundukkan kepalaku.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Saudara Kembarku [END]
Horror[Belum revisi] Culun, ya begitulah teman-temaku menyebutku. Aku tidak pernah dianggap ada, atau mungkin aku juga hanya dianggap sampah oleh mereka. Sampah ... Ya, aku rasa itu cukup bagus untuk orang sepertiku. Di dalam hatiku, aku selalu berharap...