16. Pertengkaran

677 31 1
                                    

Bel sudah berbunyi beberapa saat lalu, menandakan waktunya untuk pulang. Kukenakan tas ranselku, berdiri melihat Cherry yang mengenakan tas ranselnya. “Ayo,” ajakku pada Cherry, yang kemudian dia pun mengangguk dan berjalan mendahuluiku.

Saatku berjalan, terlihat cahaya matahari sore yang masuk ke dalam kelas melalui jendela samping kiriku. Kuarahkan pandanganku, melihat keluar jendela dengan perasaan tenang. Ya, hari yang indah.

Tak lama ketika itu, tiba-tiba langkahku terhenti karena menabrak seseorang. Aku sontak menundukkan kepalaku, memegang dahi dan hidungku yang sedikit sakit. “Maaf,” ucapku. “Gak apa-apa Cassie,” ujar orang itu sambil mengelus kepalaku.

Jantungku seketika berdetak kencang. ‘Siapa?’ Kuangkat kepalaku perlahan melihat siapa itu. Sesaat setelah itu, aku sontak membeku melihatnya.

‘Kevin.’

“Maaf,” ucapku sambil kembali menundukkan kepalaku. “Gak apa-apa.”

Kudongakkan kepalaku, melihat Kevin yang sedang menatap keluar jendela. “Ini hari yang indah Cassie,” gumam Kevin. “Oh iya kebetulan hari ini sedang bagus, ayo kita jalan,” ajak Kevin membuatku tertegun seketika, dengan hawa panas yang seakan mengelilingiku.

“Apa ...?” Kevin melihatku sambil tersenyum. “Ayo jalan, kamu mau kan?” tanya Kevin kembali.

Kuhanya diam melihat Kevin. Dan tak lama terdengar suara langkah kaki yang berlari dari luar kelas. “Kevin!” panggil seseorang membuatku dan Kevin sontak melihat ke arah suara itu datang.

Melihatnya pupil mataku pun membesar. Dia berjalan cepat ke arahku. Melihatku tajam dengan amarah yang terlihat jelas di wajahnya.

‘Sasha.’

Prak!

Tubuhku tersungkur seketika ke lantai kelas, sesaat setelah Sasha menampar pipi kiriku. Darah keluar dari mulutku. Kuseka darah itu, sambil menahan sakit pada pipiku.

“Cassie.”

Melihatku Kevin sontak menghampiriku, mengulurkan tangannya berniat membantuku. Tetapi, belum sempat dia membantu. Sasha sudah lebih dulu memegang tangan Kevin, menariknya kasar. “Jangan bantu dia,” ujar Sasha, yang lalu dia pun langsung mendorong Kevin menjauh dariku.

Sasha tersenyum sinis melihatku. “Cassie, si Pelakor,” gumam Sasha sambil berjalan pelan menghampiriku. “Haha, bagus juga buat orang sepertimu,” ujar Sasha sambil menyilangkan kedua tangannya di dada, dan memutar kedua bola matanya. Sasha melihatku tajam, kemudian mendengus. “Pe-la-kor.”

Bugh!

Sasha menendang tubuhku, membuatku merasakan sakit pada tubuhku. Melihatku Sasha pun tersenyum sinis dengan lebar, seakan menyukai saatku kesakitan. “Oh, sakit ya?” gumamnya. “Ya, tapi kamu tahu, gak? Ini itu gak sebanding sama sakit yang aku rasa sekarang.”

Sasha mendengus. Dia sontak mengangkat kaki kanannya, berniat untuk mengijakku. Tetapi, belum dia melakukannya. Kevin memegang tangannya, membuat dia seketika mengurungkan niatnya dan melihat Kevin dengan tajam.

“Apa-apaan si kamu?” bentak Kevin. Sasha menurunkan alisnya, melihat Kevin dengan marah. “Aku ngelakuin ini untuk kamu,” sahut Sasha. “Ya baiklah, untukku. Tetapi, harus kamu ngelakuin itu ke Cassie?”

Saat Sasha dan Kevin bertengkar. Cherry pun menghampiriku, membantuku untuk berdiri. “Ayo,” ucap Cherry pelan sambil memapahku.

“Kamu sangat keterlaluan!”

“Aku ngelakuin ini biar dia gak ganggu kamu lagi!”

Sesaat ketikaku berjalan keluar kelas, tiba-tiba mereka berhenti bertengkar. Tak lama aku pun merasa tangan kananku ditarik kencang oleh seseorang, bersamaan dengan tubuhku yang juga ikut menjauhi Cherry. Orang itu menamparku, melepas tanganku saatku akan jatuh ke lantai kelas.

Tubuhku membentur lantai kelas, dengan darah yang kembali keluar dari mulutku. “Cassie!” panggil Cherry sambil berlari menghampiriku. Cherry melipat kedua kakinya di belakang, lalu melihatku nanar sambil menyeka darah di pinggir mulutku.

Melihatku Sasha sontak mendengus. “Kamu pantas dapat itu pelakor,” ucapnya, membuat Cherry berdiri dari duduknya dan melihat Sasha tajam. Cherry menundukkan kepalanya, berdiri menghadap Sasha. Cherry menggeleng. “Enggak, dia gak pantas dapat itu. Karena yang pantas mendapat itu adalah kamu,” ujar Cherry, yang kemudian dia pun mendorong Sasha, hingga Sasha jatuh tersungkur ke lantai kelas.

Sasha melihat Cherry dengan tajam. Dia sontak kembali berdiri, dan berjalan menghampiri Cherry. “Kau-”

Grap!

“Cukup Sasha,” ucap Kevin menekan setiap kata yang dia ucap, sambil memegang tangan kanan Sasha dengan kencang. “Ayo pergi,” ujar Kevin sambil menarik paksa Sasha keluar kelas.

Cherry berjalan menghampiriku sesaat Sasha dan Kevin sudah pergi. Dia membantuku untuk berdiri lalu memapahku berjalan keluar kelas.

Ketikaku dan Cherry berjalan, aku pun dapat melihat beberapa murid di luar kelasku. Mereka terus melihatku dengan nanar, sambil berucap sesuatu yang tidak kutahu.

Sontak saatku sudah berada di luar, mereka langsung menghampiriku, membuatku dan Cherry berhenti berjalan.

“Kamu gak apa-apa Cassie?”

“Maaf kami cuma bisa lihat kamu dari luar.”

Melihat mereka aku pun hanya bisa tersenyum, begitu juga dengan Cherry. “Ayo pulang,” ucap Cherry pelan. Kuanggukkan kepalaku. “Kami pulang dulu,” ujar Cherry, yang kemudian membuat mereka tersenyum, dan membuka jalan untukku dan Cherry.

Tak lama ketika kami berjalan di lorong sekolah. Seseorang menarik kencang rambutku, membuat kepalaku ikut tertarik ke belakang.

Mengetahui itu Cherry sontak berhenti berjalan, dan lalu melihat seseorang di depan kami bersamaan denganku.

“Akhirnya si Pelakor dapat pelajaran.”

“Jaga bicaramu ya,” ujar Cherry sambil menunjuk Daisy dan maju satu langkah mendekatinya. “Hah, Jaga? Yang benar saja,” ucap Daisy sambil melipat kedua tangannya di dada dan memutar kedua bola matanya. “Yang harusnya dijaga itu saudara kembarmu. Beri tahu dia, jangan suka ganggu pacar orang,” bentak Daisy sambil mendekatkan wajahnya pada Cherry.

Cherry mendengus. “Kau-”

“Sudah Cherry,” ucapku menahan Cherry yang hampir saja akan memukul Daisy. Mendengarku Cherry pun hanya diam, melihat tajam Daisy yang sedang tersenyum sinis melihatnya.

Aku dan Cherry pun kembali berjalan. Tetapi, baru beberapa langkah kami berjalan, rambutku tiba-tiba kembali ditarik. Membuatku dan Cherry berhenti, dan melihat ke belakang kami.

‘Daisy,’ batinku melihat Daisy yang tersenyum melihat kami. Tak lama Daisy mengangkat tangan kanannya yang mengepal setinggi telinga. Sambil terus tersenyum, dia pun membuka tangannya yang mengepal. Menjatuhkan banyak helayan rambut berwarna hitam.

“Itu ...,” ucapku melihat Daisy dengan tertegun. Daisy tersenyum. “Benar, rambutmu,” ucapnya, yang kemudian dia pun berjalan pergi meninggalkanku dan Cherry.

Kulihat lekat rambut yang Daisy jatuhkan, lalu menyisir pelan rambutku dengan jari tangan kananku. Sesaat kumenyisirnya, satu persatu rambutku pun berjatuhan ke lantai lorong sekolah.

Kugenggam helaian rambutku yang rontok dengan tubuh gemetar, bersamaan dengan mulai menetesnya air mataku.

“Cassie.”

Kuseka air mataku, kemudian melepaskan lengan kananku yang Cherry rangkul. “Gak apa-apa,” ucapku sambil berjalan meninggalkan Cherry di belakangku.

TBC

Aku dan Saudara Kembarku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang