Beberapa saat kemudian, kami sudah tiba di rumah. Kukeluar dari mobil bersamaan dengan Cherry. Kubantu Cherry mengeluarkan kopernya dari dalam mobil, lalu setelah itu aku berjalan pergi ke kamar dengan Cherry yang berjalan mengekor padaku sambil membawa kopernya.
Kumasuk ke dalam kamar bersama dengan Cherry. Sesaat setelah masuk, Cherry langsung diam dengan mata berbinar, melihat sekeliling kamarku. "Wah! Kamarmu besar sekali, dan bagus juga. Aku suka kamarmu," ujar Cherry sambil tersenyum. Melihatnya aku pun tersenyum. "Terima kasih. Ya sudah, ayo sekarang kita rapikan barangmu," ucapku, yang lalu diberi anggukkan oleh Cherry.
Beberapa menit berlalu, akhirnya aku dan Cherry selesai. Tak lama kami pun duduk di tempat tidur bersamaan. Kuhela nafasku pelan. "Akhirnya selesai," ucapku sambil tersenyum. Lalu saat kami duduk Cherry mengarahkan pandangannya pada meja belajar, melihat buku harianku. "Itu buku harianmu?" tanya Cherry sambil berjalan ke arah meja belajar. Kulihat Cherry. "Iya," sahutku sambil mengangguk. "Boleh aku baca?"
"Baca saja," ucapku, yang kemudian Cherry pun mulai membaca buku harianku. Tak lama setelah membaca buku harianku, Cherry pun melihatku sambil berjalan menghampiriku.
"Cassie," panggil Cherry. "Iya," ucapku sambil melihat Cherry dengan bingung. "Apa kamu benci mereka?" tanya Cherry dengan ekspresi serius. "Ng, siapa?" tanyaku, membuat Cherry sontak menggoyangkan buku harianku. "Oh, mereka," ucapku. "Iya, aku membenci mereka," ucapku sambil menganggukkan kepalaku. Melihatku Cherry pun tersenyum. "Aku bisa membantumu," ujar Cherry, membuatku bingung melihatnya. "Membantuku ... Maksudnya?"
"Ya, membantumu untuk balas dendam," ujar Cherry. "Kamu bisa membantuku?" tanyaku. "Tentu saja bisa," ujar Cherry sambil meletakkan buku harianku di meja belajar. "Caranya?"
Cherry tersenyum. "Lihat saja nanti. Tetapi, sebelum itu aku akan merubahmu," ujar Cherry. "Merubahku?"
"Iya," ujar Cherry sambil mengambil sebuah sebuah gunting pada meja belajarku. "Berdiri sebentar," pinta Cherry, membuatku seketika berdiri dari dudukku. Cherry berjalan ke arah belakangku, memegang rambutku yang terikat. "Rambut kamu sebaiknya digerai saja," ujar Cherry sambil membuka ikat rambutku. "Tetapi, aku suka rambutku diikat," ucapku. "Iya kamu boleh mengikat rambutmu, tapi jangan seperti ini kamu kelihatan jadi culun," ujar Cherry, membuatku seketika menundukkan kepalaku. "Aku memang sudah culun."
"Ng, Cassie bukan ... Ng, maafin aku," ujar Cherry, membuatku sontak tersenyum. "Iya gak apa-apa," ucapku. "Terima kasih."
Cherry meletakkan ikat rambutku di meja belajar, lalu setelah itu dia berdiri di depanku. "Ponimu panjang sekali. Cuma setengah poni yang kamu selipin di telinga, matamu jadi kelihatan sebelah saja. Kamu gak kesusahan melihat kalau begini?" tanya Cherry. Kugelengkan kepalaku. "Ya kadang, soalnya aku gak tahu harus gimana ngaturnya," ucapku, bersamaan dengan Cherry yang meratakan poniku. "Ponimu kupotong sealis ya sepertiku," pinta Cherry, membuatku melihatnya dengan bingung. "Kamu bisa memotong poni?" tanyaku. "Bisa," sahut Cherry sambil tersenyum, membuatku seketika ikut tersenyum. "Ya sudah, gak apa-apa," ucapku, yang kemudian Cherry pun mulai memotong poniku.
"Rambutmu agak bau telur sama tepung, kamu kenapa?" tanya Cherry, membuatku menghela nafas pelan. "Saat di sekolah tadi orang-orang melemparku dengan tepung, telur, dan kertas," ucapku. "Sungguh?"
Mendengar Cherry aku hanya diam, mengangguk menjawab pertanyaannya. "Tenang Cassie, mereka akan mendapat balasan nanti," ujar Cherry. "Balasan seperti apa?" tanyaku. "Lihat nanti," ujar Cherry sambil tersenyum.
"Oh iya, Bi Lia bilang kalau aku akan sekolah di sekolahmu, dan akan di kelas 11-2," ujar Cherry, membuatku seketika melihatnya dengan terkejut. "Iya? Kalau begitu kita sekelas dong," ucapku. Cherry tersenyum. "Kamu memang di kelas berapa?" tanya Cherry. "Aku di kelas 11-2 juga," ucapku. "Haha, kalau begitu kita berarti memang sekelas," ujar Cherry yang lalu hanya kubalas dengan anggukkan kepalaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Saudara Kembarku [END]
Horror[Belum revisi] Culun, ya begitulah teman-temaku menyebutku. Aku tidak pernah dianggap ada, atau mungkin aku juga hanya dianggap sampah oleh mereka. Sampah ... Ya, aku rasa itu cukup bagus untuk orang sepertiku. Di dalam hatiku, aku selalu berharap...