Kuletakkan pakaian kotorku di tempat pakaian kotor, bersamaan dengan pintu kamar yang terbuka.
“Hai Cassie.”
“Hai,” ucapku melihat Cherry yang melepas sepatu dan kaus kakinya, lalu meletakkan sepatunya itu ke rak sepatu. “Ada PR gak?” tanyaku dengan Cherry yang berjalan ke meja belajar. “Gak ada,” sahut Cherry sambil duduk di kursi meja belajar. “Oh iya, tadi orang-orang ngucapin semoga cepat sembuh ke kamu,” ujar Cherry.
“Iya? Kalau gitu sampaikan makasihku ke mereka ya,” ucapku tersenyum. “Iya nanti aku sampaikan,” sahut Cherry sambil tersenyum. “Ngomong-ngomong ada yang mau aku kasih tahu ke kamu.”
“Apa?”
“Aku akan main lagi nanti,” ujar Cherry, denganku yang sontak diam terkejut melihatnya. “Apa?” Cherry mengangguk pelan, melihatku sambil tersenyum. “Iya aku akan main lagi nanti, sore ini sama Daisy,” ujar Cherry sambil meletakkan tasnya ke samping meja belajar. “Ini akan menyenangkan.”
“Tapi Cherry ....”
Cherry tersenyum melihatku. “Sekitar pukul 6 aku main sama dia,” ucapnya. “Aku mau ngajak kamu Cassie, tapi aku tahu kamu gak bakal mau. Dan perjanjiannya juga main sama dua orang terakhir, jadi ya ....” Kuhela nafasku pelan melihat Cherry. Berdiri dari dudukku, pergi menghampirinya. “Cherry, tapi kamu--”
“Sudah aku mau mandi, nanti kita ngobrol lagi,” sahut Cherry sambil berdiri dari duduknya, berjalan ke arah kamar mandi. Cherry mengambil handuknya, kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Aku hanya bisa diam melihat Cherry. Aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk mencegah dia. Apa mungkin aku harus kasarkan dia?
Kepalaku tertunduk. Kedua tanganku mengepal, dengan tubuhku yang mulai gemetar. Aku harus gimana?
***
Sudah pukul 5 sekarang. Dan terlihat olehku Cherry yang sedang duduk di lantai kamar, mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
“Lihat ini Cassie,” ujar Cherry tersenyum, sambil berjalan menghampiriku membawa sebuah ponsel. “Ponsel siapa itu?” tanyaku melihat ponsel yang Cherry pegang. “Ponsel Rachel anak kelas 11-3,” sahut Cherry sambil menghidupkan ponsel itu. “Gimana kamu bisa dapat ponsel itu?” tanyaku bingung.
“Ya intinya besok aku kembalikan,” sahut Cherry, membuatku sontak menurunkan kedua alisku. “Cherry, itu punya orang lain. Kamu gak boleh pakai barang orang tanpa izin,” ucapku. “Cuma sebentar Cassie,” sahut Cherry santai sambil mulai mengetik sesuatu pada ponsel itu. “Haha, akhirnya.”
Kuhela nafasku pelan. “Kamu ngapain si?” tanyaku melihat Cherry bingung. Cherry tersenyum. Dia memberikan ponsel itu kepadaku, membuatku tahu kalau dia sedang chat dengan seseorang menggunakan ponsel itu. “Daisy,” gumamku dengan Cherry yang sontak tersenyum sesaatku menoleh ke arahnya. “Coba lihat pengaturan waktunya,” ujar Cherry.
“Kok format waktunya AM, bukan harusnya PM?” tanyaku. “Ya aku sengaja,” sahut Cherry. “Maksudnya?”
Cherry tersenyum, mengambil kembali ponsel itu. “Ya aku sengaja mengubah format waktunya. Biar saat polisi menemukan Daisy, polisi akan mengira kalau pesan yang aku kirim ke Daisy itu ketika pagi hari dan bukan sore,” jelas Cherry. “Jadi, sekarang kan jam 5 sore, tapi aku mengubah waktunya jadi jam 5 pagi. Itu adalah waktu saatku belum mengambil ponsel Rachel. Dan walaupun misal Rachel berkata jujur ke polisi kalau ponselnya hilang, dia tetap akan jadi tersangka utama. Karena yang polisi lihat, chat itu di kirim ketika pagi hari sebelum ponsel Rachel hilang.”
“Jadi, kamu ngelakuin ini biar Rachel anak kelas 11-3 itu yang dituduh, dan bukan kamu?” Cherry mengangguk. “Iya,” sahutnya. “Aku mengambil ponselnya ketika pulang sekolah tadi, saat dia sedang terlalu fokus bicara sama temannya. Aku tahu namanya Rachel, soalnya temannya menyebut dia begitu. Dan buat kelas, aku tahu itu pas aku mau ke kantin waktu istirahat. Aku gak sengaja lihat dia sedang merapikan alat tulisnya, di belakang Daisy,” jelas Cherry.
“Ngomong-ngomong, sebenarnya ini agak kebetulan,” ujar Cherry. “Aku awalnya mau pakai ponselku saja buat jebak Daisy, tapi waktu sudah pulang aku jadi berpikir kalau mungkin ada cara lain,” ujar Cherry. “Dan ya gak sengaja saat pulang, aku lihat ponsel Rachel di tasnya. Itu salah dia sendiri ya sebenarnya. Kalau dia letakkan ponselnya di dalam tas, dan gak asal simpan. Ponselnya gak bakal aku ambil.
Ponselnya memang dia beri sandi, tapi aku berhasil membukanya. Dan kebetulan banget lagi, format waktu ponselnya dengan Daisy sama menggunakan format waktu 12 jam, bukan 24 jam,” ujar Cherry denganku yang bingung melihatnya. “Bagaimana kamu bisa buka sandinya?” tanyaku. Cherry tersenyum. “Ada caranya,” sahut Cherry. “Aku bongkar sandinya waktu jalan pulang tadi. Tetapi, beda sama Rachel. Daisy gak pakai sandi di ponselnya, jadi aku gampang untuk ganti waktu ponselnya jadi waktu AM.”
“Tunggu, kamu sudah ganti format waktu Daisy juga, kapan?” tanyaku semakin bingung. “Saat istirahat tadi, waktu semua orang di kantin dan gak ada yang di kelas. Aku masuk ke dalam kelas 11-3. Setelah format waktu ponsel Daisy aku ganti jadi AM, aku langsung pergi. Haha, kebetulan yang sangat menguntungkan memang.”
“Dan ya ngomong-ngomong soal itu, cuma ada sedikit orang yang memperhatikan format waktu di ponselnya. Apalagi yang tidak mengerti apa itu AM dan PM, pasti mereka gak akan sadar,” ujar Cherry, denganku yang hanya bisa diam melihatnya. Tak lama ponsel yang Cherry pegang berbunyi, membuatnya sontak melihat ke arah ponsel itu. “Aku harus segera pergi,” ujar Cherry berdiri dari duduknya, berjalan ke arah laci dekat meja belajar.
“Kamu mau ke mana?”
“Bertemu Daisy,” sahut Cherry sambil mengambil pisau dan sepasang sarung tangannya dari dalam laci. “Oh iya Cassie, kamu punya tas belanja gak?” tanya Cherry sambil pergi ke arah lemari, mengambil dompet miliknya. Kugelengkan kepalaku. “Aku gak punya,” ujarku.
Cherry mengangguk mendengarku, kemudian berjalan ke arah pintu kamar. “Ya sudah, gak apa-apa,” ucap Cherry. Melihatnya, aku sontak berdiri dari dudukku. Ikut dia pergi turun ke bawah.
Cherry berdiri di dekat Bi Lia, yang sedang duduk di sofa ruang tamu melihat televisi. Dia berdiri menatap Bi Lia sambil menyembunyikan pisau dan sarung tangan di belakang punggungnya. “Bi,” panggil Cherry, membuat Bi Lia menoleh ke arahnya. “Cherry, kenapa?” tanya Bi Lia bingung. “Bibi punya tas belanja?”
“Ada, memang buat apa?”
“Aku mau belanja buat makan malam nanti,” ujar Cherry. Bi Lia tersenyum. “Sudah gak perlu, Bibi sudah beli makanan buat nanti makan malam,” ucap Bi Lia. “Tetapi, aku mau coba masak, Bi,” sahut Cherry. “Aku mau ngikutin cara masak yang aku lihat tadi.”
“Kamu memang mau masak apa?” tanya Bi Lia bingung. Cherry tersenyum. “Ada, deh,” sahutnya, dengan Bi Lia yang seketika tersenyum melihatnya. “Ya sudah gak apa-apa kalau gitu. Tas belanjanya ada di dapur, kamu ambil saja,” ujar Bi Lia.
Cherry mengangguk pelan. “Oh oke, makasih Bi,” sahut Cherry sambil mulai berjalan ke arah dapur.
Sesaat setelah Cherry mengambil tas belanja, dia langsung memasukkan pisau dan sarung tangannya ke dalam tas belanja. “Aku pergi dulu, Bi,” ujar Cherry, membuat Bi Lia mengangguk. “Iya. Oh iya, kamu mau Bibi antar gak Cherry?” tanya Bi Lia. “Gak, Bi. Aku belinya di supermarket dekat sini kok,” sahut Cherry.
“Ya sudah, hati-hati ya Cherry,” ujar Bi Lia. “Iya, Bi,” ucap Cherry sambil membuka pintu depan rumah, dan lalu berjalan keluar rumah.
Aku hanya bisa diam melihat Cherry. Jujur aku bingung sekarang. Dia tadi bilang mau menemui Daisy, dan main. Tetapi, kenapa dia jadi mau belanja?
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Saudara Kembarku [END]
Horror[Belum revisi] Culun, ya begitulah teman-temaku menyebutku. Aku tidak pernah dianggap ada, atau mungkin aku juga hanya dianggap sampah oleh mereka. Sampah ... Ya, aku rasa itu cukup bagus untuk orang sepertiku. Di dalam hatiku, aku selalu berharap...