Kubuka kedua mataku, duduk pada tempat tidur mematikan jam beker. Kutundukkan kepalaku mengumpulkan sisa-sisa nyawaku, kemudian menoleh ke kananku. Cherry sudah tidak ada.
“Bangun juga kamu,” ucap seseorang di dekatku, membuatku melihat ke arahnya. “Ya,” sahutku sambil menguap. “Mandi sana, aku mau pakai seragam,” ujar Cherry sambil memberikanku handuk milikku.
Kuanggukkan kepalaku pelan sambil beranjak dari tempat tidur, lalu segera pergi ke kamar mandi untuk mandi.
Tak lama setelah mandi tiba-tiba terlintas sebuah hal di pikiranku. Melihat Cherry yang sedang duduk memainkan ponselnya di tempat tidur, aku pun menghela nafasku pelan.
“Cherry,” panggilku. “Kenapa?” tanya Cherry sambil terus melihat ponselnya. “Ng, kayaknya aku gak sekolah hari ini,” ucapku. “Kenapa, karena kemarin kamu jadi gak mau sekolah?”
Mendengar Cherry aku pun hanya bisa diam sambil sedikit menundukkan kepalaku. Cherry menghela nafasnya berat sambil meletakkan ponselnya di tempat tidur, kemudian melihatku. “Jangan seperti itu Cassie, masalah harus dihadapi bukan dihindari. Ya, walaupun bukan kamu yang salah tapi ya ....”
Kuhela nafasku pelan. “Iya, aku mengerti,” ucapku, membuat Cherry tersenyum. “Ya sudah pakai seragam sana, nanti kita kesiangan,” ujar Cherry.
“Iya oke.”
Kukenakan seragamku. Setelah aku dan Cherry mengenakan sepatu dan tas kami, kami pun segera turun ke bawah menemui Bi Lia.
***
Kuletakkan tasku pada meja tempat dudukku, melipat kedua tanganku di meja dengan kepalaku di atas tanganku.
Kuarahkan pandanganku pada jendela di samping kiriku, melihat langit biru yang terbentang luas. Awan berarak menghiasi langit, dengan burung-burung beterbangan ke sana kemari mencari makan atau hanya sekadar menikmati hari yang cerah.
Kuhela nafasku pelan, diam melamun melihat hal di luar jendela. Ya, kalau saja aku seekor burung aku pasti akan meninggalkan tempat ini, terbang mencari tempat yang tepat untukku. Atau jika sekiranya aku dilahirkan sebagai sebuah pohon, yang tidak perlu mengalami masalah. Hanya akan memberi kesejukan, dan manfaat bagi banyak orang.
Kukembali menghela nafasku pelan. ‘Ayolah Cassie, apa yang kamu pikirkan?’ Aku tersenyum tipis. ‘Semua akan membaik,’ batinku, dengan kepalaku yang tiba-tiba menjadi teringat hal lalu.
***
"Aku ingin meletakkan ini di keranjang bunga."
"Cherry itu ...."
"Iya, kita akan bermain lagi."
"Aku pikir kamu-"
"Aku tidak akan berhenti sampai semua berakhir indah."
*
"Kenapa kamu mau membantuku?"
"Kamu itu saudara kembarku, orang yang paling kusayang. Aku melakukan itu, karena aku gak mau orang yang kusayang disakiti.”
***
Kuhela nafasku pelan dengan perasaan khawatir yang memenuhiku. ‘Aku harap dia tidak berniat membunuh orang lagi, hanya karena melihatku menangis kemarin.’
Tak lama sebuah suara memanggilku, membuatku menatap ke depan melihat seseorang di depanku. ‘Kevin,’ batinku kembali melihat keluar jendela. “Cassie, kamu marah?” tanya Kevin. “Kamu ngapain ke sini?” tanyaku sambil terus menatap keluar jendela. “Maafin aku, karena aku kemarin kamu ....”
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Saudara Kembarku [END]
Horror[Belum revisi] Culun, ya begitulah teman-temaku menyebutku. Aku tidak pernah dianggap ada, atau mungkin aku juga hanya dianggap sampah oleh mereka. Sampah ... Ya, aku rasa itu cukup bagus untuk orang sepertiku. Di dalam hatiku, aku selalu berharap...