22. Kenyataan

679 22 0
                                    

Suara nafasku sedikit terdengar berat. Dan dengan tubuhku yang gemetar, kudongakkan kepalaku melihat seseorang yang menghentikan Sasha.

Sasha menatap tajam seseorang di dekatnya itu. Melihatnya dengan ekspresi kemarahan yang terlihat jelas di wajahnya. “Kevin.”

“Jangan ganggu dia.”

Mendengar Kevin, Sasha sontak tersenyum sinis dan lalu melepas paksa lengannya yang dipegang Kevin. “Kenapa, kamu gak suka kalau aku ngelakuin ini ke orang yang kamu suka?” tanya Sasha, membuat Kevin mengangguk. “Iya,” ucap Kevin tegas. “Dan aku minta kamu jangan ganggu dia lagi.”

Tertegun Sasha mendengar Kevin. Perlahan, aku pun dapat melihat rasa kecewa pada raut wajahnya. “Kenapa? Kenapa kamu langsung membenarkan ucapanku?” tanya Sasha. “Aku tulus menyukaimu, tapi kenapa kamu malah ....”

“Aku suka dia karena dia baik, gak seperti kamu yang posesif,” ujar Kevin membuat Sasha sontak tersenyum sinis. “Aku, posesif?” ucap Sasha dengan ekspresi tidak percaya. “Dengar, aku bersikap posesif karena aku gak mau kehilanganmu,” jelas Sasha sambil menunjuk Kevin. “Sejak aku tahu kamu sering chat Cassie, aku jadi langsung takut kalau kamu bakal ninggalin aku. Kamu juga bahkan lebih perhatian ke dia, daripada aku. Jadi, apa salah kalau aku bersikap posesif?”

“Iya. Dan harusnya kamu gak lakuin itu kalau kamu gak mau aku pergi,” ujar Kevin, membuat Sasha menundukkan kepala dengan kedua tangannya yang mengepal. “Ya lalu aku harus apa agar kamu gak pergi?” tanya Sasha sambil kembali melihat Kevin. “Aku bersikap posesif saja kamu pergi, apalagi kalau aku gak bersikap posesif?”

“Maaf Sasha, tapi aku benar tulus menyukai Cassie.”

Mendegus seketika Sasha sambil tersenyum sinis mendengar Kevin. “Tulus, itu yang kamu bilang tulus?” ujar Sasha menatap tajam Kevin. “Ha! Aku tahu kamu itu gak pernah tulus suka sama Cassie, bahkan kamu juga gak pernah tulus suka padaku,” bentak Sasha sambil menunjuk Kevin.

“Apa maksud kamu?”

“Aku tahu semuanya Kevin,” ucap Sasha. “Kamu suka padaku hanya ketika aku populer, tapi saatku sudah tidak populer kamu langsung meninggalkanku,” ujar Sasha, membuat Kevin sontak melihatnya bingung. “Kamu itu ngomong apa si?”

Sasha memutar kedua bola matanya, sambil kembali mendengus. “Aku sebenarnya bisa saja membiarkan perempuan ini tersiksa karena cinta palsu kamu, tapi gak tahu kenapa aku ngerasa gak rela walaupun itu cuma kebohongan.”

Diamku melihat Sasha dengan bingung. Sungguh, aku tidak mengerti maksud ucapannya.

“Apa maksudmu kalau cintaku palsu? Aku benar-benar menyukai dia,” bela Kevin, dengan Sasha yang melingkarkan kedua lengannya di dada. “Benar-benar suka? Haha, jangan bercanda, deh,” ucapnya menatap tajam Kevin. “Kalau kamu memang suka dia, kamu gak bakal dekati saudara kembarnya juga.”

Deg!

‘Tunggu, maksudnya ...?’

Tertawa seketika Kevin mendengar Sasha. “Kamu ngomong apa si?” ucap Kevin sambil tersenyum sinis. “Aku gak mungkin--”

“Apa aku salah?” tanya Sasha sambil menatap tajam Kevin. “Kamu dekati Cassie, tapi kamu dekati saudara kembarnya juga. Itu yang kamu bilang suka, itu yang kamu bilang cinta?” bentak Sasha membuat Kevin sontak terdiam. “Bahkan waktu kita masih pacaran, aku sebenarnya sudah tahu kalau kamu selingkuh di belakangku. Dan kamu pacaran denganku, cuma untuk menaikkan popularitas kamu sebagai laki-laki paling populer di sekolah.”

“Ya lalu, kalau kamu memang sudah tahu, kenapa kamu gak tinggalin saja aku sejak awal?”

“Karena aku menyukaimu!” bentak Sasha dengan suaranya yang menggema di lorong sekolah, membuat kami di sekitarnya sontak terdiam. Perlahan aku pun dapat melihat air mata Sasha yang mulai menetes dari kedua pelupuk matanya. “Aku sudah terlanjur menyukaimu, aku gak bisa biarin kamu pergi. Walaupun aku tahu, sedikit pun kamu gak suka padaku,” ujar Sasha terisak. “Dan apa kamu tahu? Setiap hari aku selalu berusaha membuat kamu bisa tulus menyukaiku. Aku mengorbankan semuanya buatmu. Tetapi, apa yang kudapat? Aku cuma mendapat sakit darimu.”

Aku dan Saudara Kembarku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang