3. Kecewa

2.2K 82 0
                                    

Kuberlari dengan tergesa menuju kelas. 'Semoga belum belajar,' batinku dengan nafas yang tak beraturan.

Teng! Teng! Teng!

Mendengar bel berbunyi aku pun panik. 'Tolong jangan belajar dulu,' batinku sambil menundukkan kepalaku. Dan kemudian ...

Bugh!

"Aduh ...," ucapku sambil memegang dahiku. "Maaf," ucapku sambil menundukkan kepalaku dan terus memegang dahiku. "Kamu gak apa-apa?" tanya seseorang yang kutabrak. Kugelengkan kepalaku. "Aku enggak-"

Terdiamku saat mengangkat kepala, melihat orang itu. Wajahku pun merona seketika melihatnya. "Kevin," ucapku gemetar. "Ng, tolong maafkan aku, aku tidak sengaja," ucapku sambil menundukkan kepalaku kembali. "Iya, gak apa-apa kok," sahut Kevin. Kuangkat kepalaku kembali melihatnya dengan gugup. "Ya sudah, aku pergi sekarang. Sampai nanti," ujar Kevin sambil tersenyum, kemudian dia pun berjalan pergi meninggalkanku.

Melihatnya aku pun hanya dapat diam. Tertegun, tidak percaya akan hal tadi. 'Dia tersenyum kepadaku, apakah aku sedang bermimpi?' batinku sambil menepuk-nepuk pipiku. Kugelengkan kepalaku. 'Tidak, tidak, aku tidak bermimpi, ini nyata. Ini benar-benar nyata,' batinku sambil terus melihat punggung Kevin yang semakin menjauh.

'Tapi, itu tidak mungkin. Dia tidak mungkin tersenyum kepadaku, dia itu murid paling populer, jadi tidak mungkin orang yang kusukai ....' Jantungku berdetak semakin kencang. 'Apa mungkin, mimpiku untuk memiliki teman akan menjadi nyata?'

Aku tersenyum. Segera setelah itu, aku pun kembali berlari menuju kelas dengan senyuman yang terus menghiasi wajahku.

***

Kuhentikan larianku, berjalan pelan menuju kelas. Kuhembuskan nafasku pelan melihat pintu kelas yang tertutup. 'Semoga belum ada guru.'

Kubuka pelan pintu itu, dan lalu ...

Byur!

Sebuah ember jatuh ke atas kepalaku, membuat setiap murid di kelas sontak menertawakanku. Kulihat ke depanku, melihat beberapa orang yang tengah berdiri mengitariku, melihatku dengan tersenyum sinis. Micka, Sasha, Vivian, Daisy.

"Kalian," ucapku. "Kenapa, kamu gak suka? Kamu mau balas dendam pada kami," sahut Micka dengan ekspresi menantang. Melihatku teman-teman Micka seketika mulai menghampiri Micka. "Ya sudah kalau begitu balas saja, kami gak takut," ujar Micka sambil menyilangkan kedua tangannya. "Itu benar. Tapi ingat, kalau kamu minta bantuan sama orang lain buat bantu kamu balas kami, kamu gak bakal pernah dapat bantuan. Soalnya mereka juga gak suka sama kamu," ujar Daisy sambil memainkan rambutnya.

"Iya. Oh iya, lagi juga kamu tahu gak? Gak ada satu orang pun di sini yang mau jadi temanmu," sambung Sasha sambil menunjukku. "Haha, benar banget. Dan alasannya simpel. Kamu culun, dan mereka gak mau keturalan culun juga," ujar Vivian sambil tersenyum sinis. Micka mendengus. "Dan kamu mau tahu gak? Kamu itu hanya dianggap parasit sama kami, parasit yang harus kami basmi. Kami gak pernah nganggep kamu teman, dan mungkin juga manusia," sahut Micka.

Melihat mereka aku pun hanya dapat diam, terkejut mendengar ucapan mereka. Tak lama tiba-tiba air mataku pun menetes. Dengan tubuh gemetar, aku sontak berlari menuju kamar mandi, bersamaan dengan murid di kelasku yang juga tertawa saatku pergi.

Aku dan Saudara Kembarku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang