Situasi Menegangkan

4.2K 211 0
                                    

"Hasil  yang diinginkan adalah penantian yang sudah diusahakan dengan sungguh-sungguh. Namun, bagaimana jika hasil penatian itu zonk hanya karna satu kecil masalah?"
***

       Keluarga Namia berkumpul di ruang tamu. Arya sedang disidang oleh Abinya karna melalaikan syarat yang diberikan sang Abi. Padahal, hari ini syarat itu adalah penentuan akhirnya.
    Namia yang melihat raut wajah pucat pasi Arya begitu senang. Dalam hati dia akan terbebas dari laki-laki yang menyebalkan yang dengan tidak tahu dirinya langsung menginginkan dia menjadi istrinya.
     Lagian dari awal Namia itu sudah tidak suka dengan laki-laki itu. Tapi, laki-laki itu selalu saja kekeh mengejarnya hingga akhirnya sang Abi memberikan syarat jika ingin menjadi suami untuk Namia. Namia, saat itu tidak setuju tapi karna Abi dan Uminya yang memaksa dia bisa berbuat apa. Ditambah lagi memang dia sudah berumur yang membuat Abi dan Uminya selalu memaksanya menikah.
     Suasana masih hening, Abi dan Uminya masih memperhatikan Arya di depannya. Akhirnya, mau tidak mau Namia yang speak up lebih dulu untuk menyindir laki-laki itu.

   "Masih ga punya malu ke rumah kita lagi?" sindir Namia. Arya menengok ke arah Namia, diikuti pandangan kedua orang tuanya terhadapnya.

  "Maaf, Mia. Aku ke sini mau jelasin kenapa aku enggak bisa solat subuh. Pak, Bapak mau 'kan dengerin penjelasan saya dulu." Arya meminta bantuan kepada calon mertuanya itu.

  "Halah udahlah. Kamu enggak denger tadi waktu kamu dateng Abi udah gamau lihat muka kamu?! Udahlah sana pulang! Buang-buang waktu aja. Inget ya kamu itu udah ditolak. Nih kalau kurang jelas*DITOLAK*. Namia menegaskan kata-katanha agar laki-laki itu paham dan segera pergi dari rumahnya.

  "Mia serius ini diluar kendali aku. Aku udah mau berangkat tapi tadi tuh—"

  "Halah orang kalau udah salah tu ya pasti jawabannya ngeles aja buat bela diri. Paling orang kayak kamu itu ketiduran kan? Udahlah, Bi. Berarti emang itu jawaban Allah supaya kita nolak dia. Buktinya dia malah kesiangan," ucap Namia memotong ucapan Arya lagi. Dia mau Abinya cepat-cepat mengusir laki-lali itu Dan Namia akan plong dengan keberadaan laki-laki yang sudah 40 hari ini benar-benar membuatnya naik darah.

  "Sumpah, Namia. Demi Allah aku enggak kesiangan. Makanya ini aku mau jelasin dulu. Sama sekali aku enggak kesiangan aku tadi udah mau berangkat cuma—"

  "Udahlah gausah pake alesan mulu. Mending buruan pergi. Plis ya cowo-cowo muka kayak kamu tu emang pinter cari-cari simpati." Abinya yang sedari tadi diam dan mendengarkan mereka berdebat pun akhirnya angkat suara.

  "Sudah-sudah. Kalian ini kenapa ribut-ribut aja. Arya apalagi yang mau kamu jelasin. Kamu udah gagal di hari terakhir syarat yang saya lakukan. Jadi, lebih baik perjanjian kita batal aja."

  "Pak sumpah demi Allah. Saya enggak kesiangan ataupun punya alesan lain. Kasih saya kesempatan untuk ceritain kenapa saya enggak bisa solat subuh di masjid. Setelah itu baru saya terima apapun jawaban yang kalian inginkan. Kalaupun kalian menolak saya pun akan saya terima." Arya langsung berbicara dengan cepat. Untung saja Namia tidak memotong ucapannya kali ini.

  "Jelaskan apa yang bisa membuat saya percaya dengan alasan itu."

  "Bi. Buat apa, Abi minta jelasin lagi. Jawabannya udah jelas."

  "Namia, biarkan Abi dan Umi mendengarkan Arya menjelaskannya lebih dulu kalau itu bisa membuatnya tenang." Uminya membela Abinya. Namia pun akhirnya mengalah melihat tatapan Umi Dan Abinya yang membuat Namia tidak bisa berkutik. Arya mulai menjelaskan alasannya tidak bisa datang. Dia menceritakan semuanya dengan jujur.

  "Halah itu pasti akal-akalan kamu ngarang cerita 'kan. Kamu pasti Dari tadi ngarang 'kan!"

  "Sumpah demi Allah, Namia, Pak, Bu. Saya jujur kalau emang tadi saya dibingungkan dengan situasi tersebut. Namun, tidak ada pilihan lain." Namia memutar bola matanya malas. Mereka semua dalam keadaan hening. Namia, kesal apapun yang laki-laki itu katakan tetap tidak membuat Namia percaya.

   "Baiklah saya terima alasan kamu yang logis. Menurut saya apa yang kamu lakukan sudah benar. Awalnya saya mungkin merasa kecewa dengan kelalaian kamu diakhir waktu penentuan. Tapi, setelah kamu menjelaskannya. Saya berfikir cara kamu memang benar. Kamu lebih mengutamakan keluarga dibandingkan syarat kamu. Dan rela meninggalkan syarat kamu."

  "Bi...." Namia langsung menengok ke arah Arya. Dia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang didengarnya. Abinya benar-benar menerima lamaran laki-laki itu?

  "Jadi ... jadi lamaran saya beneran diterima, Pak?"

  "Saya setuju, tapi kembali lagi dengan Umi dan anak saya." Abinya pun mengangguk setuju Dan melemparkan jawabannya ke istri Dan anaknya.

  "Kalau Umi juga setuju, Pak. Jawabannya bener-bener bikin Umi specheles. Kamu rela merelakan babak penentuan kamu demi keluarga kamu yang terkena musibah kamu tidak egois memaksakan keinginan kamu. Dan pasrah dengan apapun yang akan kamu putuskan," jawab Uminya.

   "Abi, Umi. Kenapa kalian mudah sekali percaya? Ini berhubungan dengan masa depan anak kalian."

  "Umi tahu, nak. Tapi, coba buka mata kamu. Hilangkan kebencian kamu supaya kamu bisa melihat kebaikan Dan keseriusan di mata nak Arya. Jangan karna kamu membencinya kamu jadi menutup mata dengan ketulusannya." Namia benar-benar tidak mengerti dengan kedua orang tuanya.
    Jangan-jangan ini Arya bener-bener pake pelet lagi untuk keluarganya. Kenapa keluarganya mudah sekali menerima itu. Namia pun yang kesal akhirnya memilih bangkit Dan pergi Dari ruang tamu tersebut.

  "Namia kamu mau ke mana? Kita belum selesai bahas ini, Namia. Namia gimana pun juga nak Arya serius mau melamar kamu."

  "Namia ga peduli, Umi. Namia enggak mau nikah sama dia," jawab Namia sambil tetap berjalan ke kamarnya. Dia meninggalkan mereka yang masih berada di sana.

  "Nak Arya maafkan anak kami. Menurut saya kamu sudah sangat tulus mengatakannya. Kamis setuju tapi kami harap kamu maklum dengan anak kami. Kami sebenarnya sayang dengan Namia. Tapi, dia terlalu keras kepala. Jadi, lebih baik kamu pulang lebih dulu, nak. Biar Namia yang kami bujuk nantinya."

  "Jadi ... jadi kalian memaafkan saya?" tanya Arya tidak percaya. Padahal, tadi dia benar-benar sudah menyerah.

  "Iya, nak Arya. Sekarang kamu hanya perlu sabar ya nak."

  "Gapapa bu, selama apapun itu saya akan tetap menunggu asalkan kalian sudah merestui saya." Arya bersalaman kepada dua orang tua yang sebentar lagi akan menjadi mertuanya. Walaupun masih calon.

  "Iya kamu semangat aja ya. Sering berdoa supaya Allah mudahkan jalannya jika memang kalian berjodoh," ucap Abinya. Arya mengangguk yakin. Setelah perbincangan singkat itu. Arya pamit pulang. Dia sudah plong saat ini. Prnya hanya tinggal meluluhkan wanita itu.

   Jika dipikir-pikir dia tidak pernah senekat ini berjuang dalam mendapatkan wanita. Biasanya wanita-wanita lain akan mencari perhatian kepada dirinya Dan dia akan dengan mudah mempermainkan wanita-wanita itu. Tapi, dengan Namia jiwanya benar-benar tertantang untuk mendapatkan wanita garang, judes Dan keras kepala.
     Di saat wanita lain ingin menjadi pasangannya, karna dia seorang pengusaha kaya raya. Malah seorang Namia menolaknya mentah-mentah.
   "Lihat saja, Namia. Kamu akan bertekuk lutut dengan nantinya," batinnya dengan senyum liciknya.
***

"Jika hoki sudah berpihak maka Jurang yang terjal pun hanya seperti aliran sungai kecil dipinggir sawah."
***

Hayooo ada yg masi Inget aku ga. Aku dah lama bgt ya ga update pasti dah pada lupa. Tpi y gmn y. Yaudahlah sekian gt aja. Eee aku mau buat grup wa kalian mau pda join ga. Ntr kita bincang" disana yuyuyu....

Bertahan Dengan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang