"Sebelum kesedihan melanda. Kebahagiaan pernah tercapai, namun ternyata terlalu singkat."
***Namia tersenyum melihat anaknya yang aktif. Kesedihan yang pernah dialami setelah keguguran dua kali sedikit terbayar dengan kehadiran anaknya Kayla. Tapi, sebaliknya ketika dia bahagia akan hadirnya Kayla. Keluarga besar suaminya malah membenci kehadiran Kayla.
"Aktif sekali ya ponakan ateu," ucap seseorang Dari belakang. Namia yang sedang mempehatikan anaknya bermain pun teralihkan dengan suara orang tersebut yang dia kenal.
"Teh Ratih. Udah lama dateng?" tanya Namia. Ratih menghampirinya lantas berjabat tangan dengan kakak iparnya.
"Enggak kok. Aku baru dateng tadi aku masak semur makanya aku bawa semur ke sini," ucap Ratih duduk di sebelah Namia.
"Semur apa, Teh? Ibu udah Teteh panggil?" tanya Namia. Namia ini awalnya memanggil Ratih dengan sebutan Mbak. Tapi, kata Ratih dia orang Sunda lebih nyaman dipanggil Teh. Bukan Teh Sosro loh ya...
"Semur daging, Teteh kasih telur juga. Kamu udah makan? Makan dulu gih kalau belum. Biar Kayla Teteh jagain," ucap Ratih.
"Namia baru makan tadi, Teh. Masih kenyang juga. Nanti Namia kalau lapar makan lagi, Teh. Pasti Teteh mah kalau masak enak."
"Ah bisa aja kamu. Kamu juga kalau masak enak kok. Teteh pernah coba soto daging kamu. Beuh, nikmat banget," ucap Ratih.
Namia tertawa, "Bisa aja, Teteh," jawab Namia sambil tersenyum. Mereka Sudah sangat akrab Dari awal kenal.
"Duh di sini ternyata. Punya menantu gaada yang bisa dibanggain banget," sindir Septi Ibu mertua mereka. Seketika mereka yang tadinya tertawa terdiam.
"Bu jangan kayak gitu terus," ucap Ratih. Dia sudah hafal dengan kelakuan Ibunya. Jadi, jika kalian mengira hanya Namia yang sering disakiti Septi. Ratih pun demikian. Makanya dia meminta suaminya untuk pindah rumah walaupun tidak jauh. Awalnya pindahnya mereka juga menimbulkan konflik dianggap Ratih tidak suka tinggal dengan mertuanya. Sebenarnya tidak. Namun, setiap hari dia harus mendengar ucapan pedas Ibunya membuat dirinya tidak kuat. Dia pun pindah tidak jauh Dan sering untuk bolak-balik ke rumah.
"Kamu juga sama aja Ratih. Kapan kamu bisa hamil. Makanya dulu kalau dibilangin jangan kerja terus dengerin. Setelah kamu keguguran sekarang mana? Kamu belum bisa kasih Ibu cucu lagi." Ratih menghela napasnya. Hal itu akan terus diungkit pastinya.
"Sabar, Bu," ucap Namia gantian. Melihat raut wajah Kakak iparnya sedih membuat Namia juga paham perasaannya.
"Kamu juga sama Namia. Udah keguguran dua kali. Setelah bisa punya anak malah cewe. Bukannya sering tanya Dokter kek gimana caranya dapet anak cowo malah lahirin anak cewe. Dia enggak bakal bisa jadi apa-apa. Perusahaan kita cuma bisa diwarisin sama anak laki-laki," ucap Septi yang gantian menyemprot Namia.
"Bu udah. Anak laki-laki atau perempuan itu sama aja. Anak itu rezeki Dari Allah. Amanah yang harus kita jaga. Di luar sana banyak pasangan yang ingin memiliki anak. Contohnya Ratih tapi sampe sekarang Ratih belum diberi amanah lagi. Dan Namia? Namia sudah memiliki anak perempuan yang juga amanah Dari Tuhan, Bu. Enggak selayaknya Ibu ngomong kayak gitu ke Namia. Kayla itu cucu Ibu," jelas Ratih panjang lebar.
"Saya cuma mau cucu laki-laki. Kalian harus bisa kasih saya cucu laki-laki! Inget itu. Kalian itu makanya kalau saya nasihatin dulu dengerin jadi enggak bodoh kayak gini. Sia-sia saya berikan restu buat anak saya menikah tapi dapetnya perempuan kayak kalian! Enggak berguna!" Setelah memarahi kedua menantunya Septi pergi begitu saja. Mereka berdua menghela napas panjang.
Ratih mengelus punggung Namia, "Yang sabar ya, Nam. Jangan terlalu diambil hati ucapan Ibu. Saya paham sekali pasti perasaan kamu. Saya juga dulu pernah merasakannya. Makanya saya memilih tinggal sendiri memaksa Bang Rayyan buat beli rumah sendiri."
"Iya, Teh. Dulu waktu Teteh pindah Ibu enggak marah?" tanya Namia.
"Marah, Mi. Semua kata-kata dia keluarin. Teteh dibilang menantu yang misahin dia sama anaknya lah, dibilang menantu kurang ajar, enggak tahu diri Dan lain-lain. Tapi, Teteh coba terima aja dengan hati legowo sambil berdoa supaya sikap Ibu bisa berubah," ucap Ratih.
"Maafin, Namia ya, Teh. Dulu waktu Namia masih pernah bahagia karna Namia hamil. Namia inget Teteh dibandingin terus sama Namia yang enggak bisa hamil. Apalagi waktu Namia usg hasilnya cowo mereka seneng Dan banggain Namia. Namia merasa kehidupan rumah tangga Namia sempurna seperti yang Namia harapkan. Tapi, Namia harus keguguran. Setelah bisa hamil lagi mereka bahagia lagi tapi akhirnya keguguran lagi. Alhamdulillah hamil ketiga lancar sampai Kayla lahir. Tapi, mereka lagi-lagi tidak puas karna USG yang menunjukkan laki-laki Dan saat keluar malah perempuan. Namia, kira mereka akan menerima dengan hal itu. Tapi, Namia salah. Ibu Dan Mas Arya benar-benar terlalu mengidamkan anak Dan cucu laki-laki sehingga selalu meremehkan Kayla."
"Ya begitulah, Mia mereka. Sama seperti kamu. Dulu saya juga pernah dibanggain, disayang sampai saya hamil. Saat itu saya hamil masih sering kerja karna berfikir sayang untuk meninggalkan kerjaan. Ibu udah wanti-wanti aku buat enggak kerja takut kandungan aku kenapa-kenapa. Tapi, aku kekeh kerja maksud ku aku mau resign saat mendekati lahiran. Tapi, belum genap usia 7 Bulan aku udah keguguran. Mereka marah besar Dan yang seperti kamu dengar tadi. Aku selalu disalahkan karna tidak bisa menjaga anakku Dan dianggap sengaja membunuh anakku supaya aku bisa terus kerja. Apakah mereka pikir aku sejahat itu? Membunuh anak aku sendiri demi kerjaan? Seharusnya mereka menghiburku bukan malah menyalahkanku." Mereka saling beradu nasib Dan harus bersabar dengan sikap Ibu mertua mereka.
"Sabar ya, Kak ternyata nasib kita sama. Aku yang heran kenapa suami kita enggak membela kita di hadapan Ibunya Dan malah terus menyalahi kita," ucap Namia.
"Ya begitulah. Mereka terlalu patuh dengan ibunya sampai lupa kalau istri mereka pun perlu untuk diperhatikan. Tapi, yasudahlah kita berdoa aja supaya mereka bisa berubah. Kamu juga jangan terlu dipikirin kasihan kamu punya Kayla yang harus kamu rawat dengan sepenuh hati. Jangan sampai kamu kehilangan lagi. Dan aku juga akan terus nyemangatin kamu aku juga udab anggep Kayla sebagai anak aku. Jadi, kamu pikirkan saja diri kamu Dan Kayla," jelas Ratih menyemangati Namia adik iparnya. Padahal, Namia tahu Ratih pun butuh kekuatan untuk dirinya.
"Teh Ratih juga yang semangat ya. Namia doain biar Teh Ratih segera dapat momongan Dan semoga aja anaknya laki-laki teh. Biar mereka bahagia Dan enggak salahin Teh Ratih lagi."
"Aamiin .... kalau aku sama aja kayak kamu. Mau laki atau perempuan aku bakal tetep rawat anak aku sebaik mungkin."
"Iya, Teh." Ratih Dan Namia yang memiliki nasib sebagai menantu tertindas pun hanya bisa bersabar. Tuhan tidak menguji hambanya melebihi batas Kemampuan hambanya.
***Tbc ... jangan lupa vote and commenya ya. Aku Inshaallah bakal sering update. Plot udah aku susun sampe ending tinggal menyesuaikan moodnya saja untuk update setiap hari. Komen kalian bakal buat aku lebih cepet update.... Makasii yang sudah membaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertahan Dengan Luka
SpiritualeMenjadi seorang istri dan Ibu yang bertahan untuk anaknya adalah sebuah pengorbanan, demi sang anak agar tetap mendapat kasih sayang kedua orang tuanya. Namia bertahan. Ujian yang selalu datang silih berganti membuat dirinya nyaris menyerah. Tapi, s...