21. Tak seperti pasangan yang lain...

12.7K 437 2
                                    


Sia _  she wolf (falling to pieces) ft. David guetta

.

.

.

"Peter, kau lihat mereka?" Tanya Vanessa.

"Hm"

"Aku ingin"

"Ingin apa?" Ucapnya dengan pandangan masih kearah para sahabatnya.

Vanessa kesal. Dari tadi Peter terus mengabaikannya dan menjawab singkat ucapannya. Tak sadarkah Peter kalau ia merasa hanya seperti pajangan saja disini. Daritadi mereka tidak ada romantis-romantisnya seperti dua pasangan didepannya itu.

Mereka kini sedang berada di salah satu kamar di Beer club milik sahabat Peter. Karena sebuah insiden mengejutkan saat dibawah tadi sehingga membuat kekasih salah satu sahabatnya yang bernama Keenan terluka, hingga membuat mereka kompak menjaga kekasih Keenan itu yang sudah diobati oleh dokter pribadi, hingga Keenan kembali setelah selesai dengan urusannya.

Vanessa mendengus dan mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Dasar tidak peka."

"Aku mendengarnya."

"Syukurlah kalau kau dengar, setidaknya aku tidak berbicara dengan patung tak bernyawa." Kesalnya.

Melihat tak ada jawaban. Vanessa makin kesal.

"Semoga saja suatu hari nanti aku berjodoh dengan pria yang peka dan romantis sepanjang masa." Ucapnya dengan penuh kekesalan. Dan itu didenagr oleh Peter. Sontak Peter berbalik kearah Vanessa.

"Sayangnya doamu tidak akan terkabul. Aku tidak akan membiarkan siapaun memilikimu. Karena kau akan berjodoh denganku." Bisiknya ditelinga Vanessa.

Vanessa berbalik. Sehingga wajah mereka sangat dekat sekarang.

"Egois." Ucap Vanessa tersenyum miring, dan kembali mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Apa yang kau pikirkan? Kau ingin aku bersikap romantis?" Ucap Peter sarkastis.

Pikir saja sendiri, batin Vanessa.

"Jawab aku Vanessa. Kau tau aku tidak suka diabaikan." Geram Peter. Ia meraih pinggang Vanessa dan memaksanya agar menatapnya. Dan berhasil.

What!.

"Apa kau pikir aku juga suka diabaikan? Sedari tadi aku hanya menjadi obat nyamuk bagimu." Desis Vanessa.

"Tgh! Kau mulai membangkang lagi Vanessa. Kau rupanya rindu denagn hukumanku." Desis Peter tak kalah tajam.

"Jika kau berani lakukan. Agar mereka yang disini tau sekejam apa dirimu." Ucapnya. Ia ingin melupakan sejenak rencanannya bersikap manis pada Peter.

Jika dilihat. Sebenarnya mereka terlihat romantis sekarang. Berbicara dengan pelukan erat, dan wajah yang berjarak hanya sesenti saja. Hingga hidung mereka nyaris bersentuhan.

Peter menggeram marah dengan ucapan Vanessa. Dengan kasar, ditariknya tengkuk Vanessa dan melumatnya kasar. Menggigit bibir Vanessa agar mau terbuka dan mengaksen seluruh apa yang didalamnya. Peter melimpahkan seluruh kemarahannya pada bibir itu.

Peter berhenti sejenak. Membiarkan Vanessa bernafas dan melumatnya kembali. Tangan Peter tidak tinggal diam, ia meremas payudara Vanessa keras hingga membiat Vanessa merintih kesakitan. Vanessa tak peduli. Ia mencoba menahan sakit. Asal mereka terlihat romantis sekarang. Daripada diabaikan seperti tadi. Larena sesungguhnya ia malu melihat pasangan lain romantis sedangkan ia tidak.

"Aku tidak tahan Vanessa. Aku ingin kita cepat-cepat pulang." Ucapnya.

Begitu ciuman mereka terlepas namun dengan hidung saling bersentuhan.

"Aku juga." Lirih Vanessa.

Peter tertegun, begitu matanya melihat air mata yang jatuh membasahi pipi Vanessa. Peter sedikit menjauhkan tubuhnya agar dapat melihat dengan jelas wajah Vanessa.

"Kenapa kau menangis?" Tanyanya memicing.

"Tidak. Aku hanya kelilipan." Lirihnya, lalu jatuh kepelukan Peter. Menyandarkan kepalanya didada bidang Peter. Dia lelah, entah lelah karena apa. Vanessa memeluk pinggan Peter erat. Ia butuh kenyamanan saat ini. Walaupun pada orang yang ia benci.

Peter tahu jika Vanessa sebenarnya bohong. Namun ia biarkan. Ia sedang malas berdebat saat ini.

Tidak lama kemudian Keenan datang dengan baju penuh darah. Tak perlu ditanya ia juga sudah tau itu darah apa. Keenan pasti habis menyiksa orang-orang tadi.

"Aku ngantuk Peter. Kita pulang saja."

Vanessa merenggut perhatian Peter dari para sahabatnya  yang sedang melempar pertanyaan konyol pada Keenan.

"Tidurlah dulu. Aku belum boleh pulang sebelum, sahabatku yang lain belum pulang."

"Apa mereka lebih penting dariku."

Peter bungkam. Dia tidak rau mau menjawab apa. Entah kenapa pertanyaan itu sulit sekali ia jawab.

Melihat keterdiaman Peter, Vanessa tau. Hanya satu jawabannya. Tentu saja sahabatnya. Lagipula ia siapa. Ia hanyalah alat pemuas nafsu dari Peter. Tidak lebih.

"Kenapa kau diam? Tidak bisa jawab. Bukankah kau bilang kau mungkin sudah mencintaiku."

Peter mengernyit mendengar ucapan Vanessa, kemudian terkekeh."Itu hanya mungkin Vanessa. Aku belum tau perasaanku apakah aku sudah mencintaimu."

"Sudahlah, sebaiknya kau tidur." Ucapnya, kemudian mengangkat tangannya untuk mengelus rambut Vanessa, membantunya untuk tertidur. Sayangnya itu tidak berhasil. Ngantuk Vanessa mendadak hilang, begitu mendengar ucapan Peter tadi.

"Dia kaya anjing saja. Memangnya apa yang dia cium."

Peter yang mendengar ucapan Ethan langsung menoleh begitu mendengar ucapan konyolnya.

"Kau tidak akan paham anak kecil." Balas Peter. Yang sontak membuat Ethan kesal.

"Aku bukan anak kecil." Ucap Ethan memberenggut kesal.

"Lalu untuk apa kau bertanya, bukankah kau juga menyukai aroma tubuh kekasihmu itu?"

Vanessa yang berada dipelukan Peter tertegun mendengar ucapan Peter. Apa maksud dari ucapannya itu. Dia tidak mengerti. Terlalu ambigu menurutnya.

"Apa maksud dari ucapanmu?" Bisik Vanessa.

"Kau tidak paham. Tidurlah."

Karena aku juga menyukai aroma tubuhmu, batin Peter.

***

Seperti biasa, jangan lupa like dan comen.

Thankyu😘

12 agustus 2018

Mischievous devil(book 3 : Mafia Lovers)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang