PART 14

90.9K 6.8K 146
                                    

FARA

Tubuhku terdorong beberapa langkah kebelakang saat sebuah tangan mendorong bahuku cukup kencang. 

Shit. 

"Lo maunya apa sih?"seru seorang wanita yang tampak tak asing, aku melirik lanyard yang menggantung di lehernya.

Pradita Keswari.

Ah, aku ingat.

Pradita Keswari ini adalah wakil kepala bidang perpajakan, yang baru saja kemarin aku menemukan "temuan" permainannya.

Seorang perempuan lainnya berdiri di belakang Pradita ini, menyilangkan tangannya sambil terus menoleh ke kanan dan kiri berharap tak ada orang yang akan lewat tangga darurat sepagi ini.

Aku hanya diam. Tetap diam, memasang topeng bermuka datarku di hadapannya. 

"Heh! Lo denger gak sih?"serunya kembali

Aku masih diam, memandangnya lurus. Masih tidak habis fikir ternyata senioritas yang dulu aku rasakan saat masa sekolah menengah atas terulang kembali.

Apakah seperti ini cara kerja di Ibukota?

"Lo itu anak baru! Gak tau apa-apa, sok ngadu-ngadu lagi! Sekali lagi gue denger lo ngadu ke Pak Marvels, liat aja ya!"ancamnya

Tak lama Pradita dan temannya pergi meninggalkanku yang sebelumnya sempat meninggalkan hadiah injakkan pada kakiku dengan heels 7cm-nya.

Pradita dan temannya sudah keluar. Pintu darurat sudah tertutup kembali. Tubuhku langsung tersungkur kelantai, tidak peduli dengan rok-ku yang tersingkap sampai k eatas paha.

Aku memejamkan mataku, menahan air mata yang sedari tadi sudah berusaha terjun bebas dari pelupukku. Namun, lagi-lagi aku mencoba menahannya. Tidak akan pernah kubiarkan air mata ini jatuh.

Sudah 6 bulan aku bekerja di perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia, Hartono Corporation. Senang? Bangga? Terharu? Sangat. Setelah hampir 1 tahun hanya menjadi assistent auditor di perusahaan yang bahkan namanya belum bisa ada di lantai dansa,  akhirnya aku bisa menjadi Auditor "sesungguhnya" di perusahaan besar, bahkan sangat besar.

Namun, semua perasaan tadi menguap begitu saja sejak 3 bulan aku bekerja disini. Bukan hal baru, bahwa posisi auditor memang menjadi "momok" tersendiri bagi para pegawai di setiap perusahaan. Bukan hal baru, bahwa auditor tidak memiliki teman. Tapi hal baru bagiku, bahwa aku harus berhadapan langsung dengan pegawai-pegawai yang kutemukan permainannya.

8 bulan bekerja disini, sudah 3 "temuan" besar yang kutemukkan. 2 diantaranya berakhir dengan surat pemutusan hubungan kerja, salah satunya Pradita. Aku masih ingat betul saat Pak Harry,yang saat itu menjabat sebagai Direktur HRD , menyuruhku datang ke ruangannya.

"Saskyra?"sapanya saat aku memasuki ruangannya. 

Aku hanya mengangguk pelan, mataku melirik ruangan Pak Harry, yang ruangannya bahkan lebih luas dari kamar kontrakanku. Pak Harry menyuruhku duduk,

"Kita belum pernah ketemu ya, Mba Saskyra?"tanyanya sopan

Aku kembali mengangguk kecil, cukup gelisah. Aku tidak begitu suka berhadapan dengan orang dengan jabatan tinggi seperti ini, mungkin efek dengan pekerjaanku yang membuat aku kerap insecure dengan bos-bos seperti ini yang membuatku ingin ber-negative thinking ria. 

Aku berharap Pak Harry bisa cepat-cepat menyampaikan maksudnya memanggilku kesini sehingga aku bisa cepat-cepat pula kembali ke ruanganku.

Pak Harry berdehem, "Saya lihat Mba Saskyra sudah bekerja disini 8 bulan ya. Otomatis ini bulan terakhir masa percobaan Mba Saskyra ya?"

She's My SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang