FARA
Aku memejamkan mata saat tubuhku bersentuhan dengan dinginnya kasur. Bibirku tak bisa berhenti tersenyum, hatiku tak bisa berhenti bergemuruh.
Aku menarik gulingku dan memeluknya erat.
Bagaimana ini bisa terjadi?
Aku tidak pernah bermimpi bisa menjadi wanita yang diberlakukan spesial oleh Revan. Berada di sampingnya saja sudah cukup bagiku.
Aku selalu berfikir bahwa hanya dengan menjadi Personal Asisstant-nya saja aku sudah bahagia, aku sudah diperlakukan spesial dan baik. Aku tidak berharap bahwa suatu saat nanti Revan akan membalas perasaanku.
Aku dan Revan terlalu berbeda.
Tapi, ternyata rasanya membuat aku melupakan seluruh perbedaan itu.
Ternyata rasanya membuat aku ingin berteriak sekencang-kencangnya pada dunia bahwa lelaki itu kini milikku.
Ternyata rasanya membuat aku ingin terus menatapnya tanpa terbatas oleh waktu.
Ternyata rasanya sebegitu membahagiakan ini.
Namun, bekerja bertahun-tahun menjadi Personal Asisstant membuatku lebih berhati-hati, membuatku menyadari bahwa segala keputusan yang diambil pasti ada risiko, segala tindakan yang dilakukan pasti ada dampak.
Jadi, apakah aku sebenarnya siap dengan semua risiko itu? Dengan semua dampak yang akan aku dan Revan dapatkan? Dan, apakah semua ini sebanding dengan perasaan kami? Dan, apakah nanti aku harus kembali merasakan sakit?
Aku menghela nafas panjang dan membuka mataku menatap langit-langit kamar.
Terkadang, aku menyesal memiliki sifat over-thinking seperti ini.
Tidak bisakah aku hanya menikmati rasa kebahagiaan ini?
ʘʘʘ
Revan menyambutku dengan senyumannya yang cerah saat aku membuka pintu apartement,
"Bapak?"tanyaku terkejut
Senyum Revan langsung menghilang, "Seriously, Fara? Are you really love calling me Bapak?"tanyanya sarkas
Aku nyengir sambil menutup pintu dengan benar sebelum akhirnya berjalan bersamanya menuju lift.
Revan menoleh padaku yang tidak menjawab pertanyaannya itu, "Sesulit itukah Fara? Emang dulu kamu panggil Malik apa saat masih pacaran?"tanya Revan saat kami di depan lift
"Malik. Just Malik."jawabku kemudian
Revan menoleh, "Really? You haven't any cute calling for your boyfriend?"
Aku terkekeh, "Buat apa? Toh, tidak mempengaruhi perasaan saya kan? Apa karena saya gak panggil dia dengan panggilan sayang, berarti saya gak sayang? Enggak, kan?"tanyaku balik
Revan mangut-mangut, "Iya sih. Tapi, biasanya kan---perempuan itu senang memberikan panggilan-panggilan khusus."ujar Revan kembali
Aku tertawa, "Ya mungkin saya bukan termasuk yang 'biasanya' itu, Pak."
Revan menoleh dan mengusap rambutku lembut, "Iya, kamu itu bukan wanita biasanya itu, kamu itu istimewa kayak martabak."
Aku tertawa, "Kalau martabak itu spesial, Pak bukan istimewa."
"Oh iya ya?"tanyanya dengan wajah polosnya
Aku tak sanggup menahan tawa geliku.
Revan menatapku, "Jadi selain saat kesal, saat kamu tertawa, kamu juga cantik, Fara."ujarnya tepat sebelum kami memasuki mobil yang langsung membuat rona merah di mukaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
She's My Secretary
RomanceAda suatu teori yang mengatakan: "Terlalu mengenal seseorang terkadang membuat kita malah enggan bersamanya." Teori yang sebenarnya masih diragukan keakuratannya. Saskyra Faharani, 30 tahun. Revan memangilnya Fara. Dia tidak secantik kekasih Revan...