FARAAku mengetuk-ngetukkan jari di atas counter pick-up menunggu minuman yang sebelumnya sudah kupesan sebelum tiba – tiba tanganku ditarik.
Aku hendak protes, namun terlihat tubuh Revan di depanku dan ternyata dialah yang menarik tanganku keluar dari kedai kopi tersebut.
Revan berhenti menarikku setelah kita cukup jauh.
"Ada apa Pak?"tanyaku saat melihat wajah Revan yang pucat
Revan menghentak-hentakkan kakinya dilantai, kedua tangannya mengepal keras.
Dia gelisah. Dia sedang gelisah.
Aku menarik kedua bahunya, menghentikkan gerakannya dan menatap kedua manik mata coklatnya, "something wrong?"tanyaku penuh penekanan
Revan mengangguk, "dia--bilang dia---hamil."ujar Revan kemudian
Aku terenyak, hendak berteriak histeris namun kuurungkan, aku mencoba menenangkan diriku sejenak sebelum akhirya menatap Revan kembali, "Dia? Dia siapa, Pak?"tanyaku memastikan
"Wanita tadi. Gue gak pernah ketemu dia sebelumnya, tapi dia bilang dia hamil, anak gue. Gila, gak mungkin---Gue--gue gak pernah sebodoh itu buat gak pake pengaman selama main. Jadi-- gak mungkin dia hamil. Dan bahkan gue masih gak ingat dia siapa dan dimana."racau Revan
Siaga satu, Revan mulai meracau gak jelas, tanda bahwa dia terusik.
"Oke, tenang Pak. Dia masih di dalam?"Tanyaku
Revan mengangguk.
"Bapak sekarang balik ke kantor. Saya disini, urus dia. Bapak gausah panik dan khawatir. Saya pasti bisa handle , okay?"ujarku
Revan terdiam sebentar sebelum akhirnya mengangguk, "I trust you, Fara"ujarnya sebelum akhirnya melangkahkan kaki pergi.
Aku menghela nafas panjang, mencoba menenangkan diriku.
Otakku mulai berputar mencoba meresapi setiap kata yang Revan tadi ucapkan dan mulai mengatur strategi mengatasi masalah yang lagi – lagi ditimbulkan oleh atasannya ini.
Aku melangkahkan kaki menuju Starbucks.
Wanita tersebut masih duduk di mejanya, memandang ke arah luar dengan tatapan kosong. Aku menghampiri counter pick up untuk mengambil minuman.
Aku berjalan ke arah meja tersebut, wanita tersebut menoleh melihatku.
Bibirnya tersenyum kecil melihatku. Aku duduk disebrangnya, menatapnya dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Terlihat dia yang masih duduk nyaman di bangkunya setelah memberikan pengakuan mengejutkan, beberapa tissue bekas pakai ada di atas meja, menandakan bahwa dia sudah cukup lama menunggu.
Aku tersenyum, "Nama sa--"
"Saskyra Faharani."ujarnya memotong
Aku sedikit terkejut mendengar dia menyebutkan namaku, namun aku langsung tersenyum, "Kalau boleh saya tau nama Ibu siapa?"tanyaku sopan
Dia terkekeh, "jadi ini Fara-Fara yang melindungi Revan selama ini? Sekretaris, penjaga dan pelindung Revan?"tuturnya yang lagi – lagi membuatku terkejut, namun aku kembali mencoba menutupi keterkejutanku
"Gausah tawarin saya uang, karena uang saya banyak. Gausah tawarin saja pekerjaan, karena saya punya pekerjaan baik. Gausah ancam saya, karena saya tidak takut."tuturnya kembali yang kali ini sukses membuat aku tidak bisa menutupi keterkejutanku
Dia tersenyum kecil, "bilang sama Revan, dia harus tanggungj awab atas perbuatan yang dia lakukan. Bukan mengirim seorang wanita untuk menyelesaikannya."ujarnya lalu beranjak pergi, meninggalkanku yang terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
She's My Secretary
عاطفيةAda suatu teori yang mengatakan: "Terlalu mengenal seseorang terkadang membuat kita malah enggan bersamanya." Teori yang sebenarnya masih diragukan keakuratannya. Saskyra Faharani, 30 tahun. Revan memangilnya Fara. Dia tidak secantik kekasih Revan...