Twenty Six

2.9K 276 1
                                    

Dua orang yang berada di cafe itu kini menjadi tontonan para pengunjung cafe yang ada disana. Dimana seorang pria yang masih berada pada posisinya. Berlutut dengan sebuah buket bunga di tangannya dan menyodorkannya pada gadis yang masih duduk di kursinya. Menatap tak percaya pada pria dihadapannya saat ini.

"Apa yang kau lakukan?"

Sang gadis nampak sedikit menekan volume suaranya. Dirinya hanya merasa sedikit risih ketika pandangan orang-orang di cafe tersebut menatap pada keduanya.

"Ini sudah hampir sebulan, Jen. Kau tetap tak mau memberikanku kesempatan untuk membuktikan perasaanku padamu?"

"Tapi jangan seperti ini. Kau membuatku malu. Cepatlah berdiri."

Jimin menggeleng. Masih mempertahankn posisinya.

"Aku tak akan bergerak kemanapun sampai kau mau menerima ini."

Jennie menutup matanya. Menghela napasnya setelahnya karena keras kepala pria itu. Hingga kejadian selanjutnya semakin membuatnya ingin bersembunyi saat ini karena rasa malunya.

"Kim Jennie, maukah kau memberikan kesempatan untukku? Aku akan melakukan yang terbaik agar kau selalu tersenyum dan bahagia."

Gadis itu bisa saja malu saat ini. Namun rasa haru dan berdebar juga mendominasinya pula saat ini. Mungkin, memang dirinya harus percaya pada pria itu saat ini. Satu bulan mungkin juga sudah cukup baginya untuk melihat bagaimana pria itu yang kini berubah padanya. Walapun tetap, semua yang Jimin lakukan padanya terkadang membuatnya kesal.

Jennie masih belum menjawabnya. Dimana Jimin masih dalam posisinya pula saat ini. Menatap pada Jennie seolah berharap jika gadis itu akan luluh. Sudah banyak cara yang ia lakukan agar Jennie mempercayai ucapannya saat itu. Bahwa ia akan mencoba membuka perasaannya pada gadis itu. Dan ia tak berbicara omong kosong. Karena saat itu, separuh hatinya telah terisi oleh gadis itu. Dan ia akan mengisi hatinya sepenuhnya untuk gadis itu.

Belum lagi beberapa sorakan dan ucapan yang seolah mendorong Jennie agar menerima Jimin. Semakin membuat gadis itu bingung harus melakukan apa saat ini.

Jennie beranjak dari duduknya. Membuat Jimin sedikit takut ketika melihat raut wajah Jennie yang seolah tak terbaca saat ini. Hingga perlahan, dengan sebuah senyuman yang Jennie keluarkan, gadis itu mendekat. Mengambil buket bunga yang Jimin sodorkan padanya. Menghirup aroma dari bunga itu dan semakin melebarkan senyumnya.

"Setidaknya, kau memberikanku bunga kesukaanku."

Jimin ikut tersenyum. Kini beranjak dari berlututnya dan sudah akan beranjak ingin memeluk Jennie. Namun gadis itu lebih cepat darinya dan menahan pria itu.

"Mau apa kau?"

"Apa lagi? Tentu saja memelukmu. Kau tak lihat? Semua orang kini menatap kita dengan bahagia. Tentu saja harus diakhiri dengan aku memelukmu, kan?"

Pandangan Jennie pun mengelilingi cafe itu. Dan benar perkataan Jimin. Membuat rasa malu yang sebelumnya hilang kini kembali lagi.

Hingga ia terkejut ketika wajahnya ditangkup oleh sepasang tangan hangat itu. Dan bahkan, gadis itu tak akan pernah menyangka, jika ia akan bisa melihat wajah pria itu begitu dekat dengannya. Lalu sebuah ciuman di bibirnya yang membuat kedua matanya mengerjap untuk mengetahui situasi apa yang sedang terjadi padanya saat ini.

Gadis itu bahkan tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Suara sorakan di sekitar mereka bahkan tak terlalu dipedulikan olehnya. Hingga akhirnya, ia memilih untuk menutup matanya. Membiarkan pria itu untuk menciumi bibirnya saat ini.

.

.

Helaan napas itu terdengar nyaring di ruangan itu. Dimana seorang pria masih terbaring di atas tempat tidur yang ada disana. Selang infusnya sudah terlepas sejak seminggu yang lalu. Dan keadaannya pun saat ini mulai sedikit membaik.

Ceklek

Pintu ruangannya terbuka. Menampakkan wajah sang kekasih yang tersenyum padanya.

"Astaga, noona. Kenapa kau baru datang sekarang?"

Jisoo hanya tersenyum kembali. Hingga pandangan Jungkook terhenti pada tas gitarnya yang Jisoo bawa untuknya.

"Kau tersenyum setelah aku membawakan ini untukmu? Menyebalkan. Dimana raut wajah kesalmu tadi saat mengomeliku?"

Jungkook hanya tersenyum tipis ketika melihat perubahan raut wajah Jisoo. Kini menyuruh gadis itu mendekat padanya. Dan Jisoo menurutinya. Meletakkan tas gitar milik pria itu yang ia bawa sebelumnya dan berjalan mendekat pada Jungkook.

Jungkook sedikit menggeser dirinya. Menepuk ruang kosong di sampingnya dan tak butuh waktu lama bagi Jisoo untuk mengerti apa yang pria itu inginkan. Naik ke atas tempat tidur dan mengisi tempat kosong itu.

Kedua tangan besar milik pria itu kini menggenggam tangan yang lebih kecil. Menatap pada genggaman keduanya.

"Aku merindukanmu. Kenapa kau tak datang kemari beberapa hari belakangan ini? Aku bahkan bisa berpikir jika aku akan mati kebosanan disini."

Jisoo yang mendengar itu tak bisa untuk tak tersenyum. "Aku membantu Jimin."

Kening pria itu mengerut. Menegakkan dirinya untuk menatap pada gadis itu.

"Temanmu?"

Dan Jisoo mengangguk menjawabnya.

"Memangnya, ada apa dengannya?"

Jisoo memilih untuk berbaring. Diikuti oleh Jungkook yang juga ikut berbaring. Berbagi tempat tidur untuk keduanya.

"Dia bilang jika ingin menyatakan perasaannya pada Jennie. Ini sudah hampir satu bulan, tapi Jennie masih belum yakin dengan Jimin. Padahal, dia sudah berusaha meyakinkan Jennie selama itu. Dan beruntung karena tiga hari yang lalu, Jennie akhirnya luluh. Hah, senang melihat keduanya."

Senyuman gadis itu membuat sang kekasih kini ikut tersenyum melihatnya. "Pantas saja. Kau sampai melupakanku yang menunggumu dengan kebosanan disini."

Jisoo memberengut. "Baiklah. Aku memang bersalah karena tak mengabarimu dan tak datang kemari."

Jungkook hanya menggeleng. Kini menarik Jisoo mendekat. "Tak apa. Sepertinya, kau terlihat sangat bahagia ketika membantu temanmu."

Keheningan melanda keduanya. Masih dengan posisi keduanya yang belum berubah.

"Jungkook..."

"Hmm?"

"Bagaimana dengan Rose?"

Ada jeda sejenak di antara keduanya. Sebelum helaan napas bisa Jisoo dengar dari Jungkook.

"Dia sudah pergi. Seperti yang ia katakan saat itu. Pagi tadi."

Jisoo tak lagi berbicara. Hanya menyamankan dirinya dalam pelukan Jungkook.

"Semuanya sudah baik-baik saja, sayang. Kau tak perlu pikirkan apapun lagi. Hanya pikirkan kita saja sekarang."

Jisoo merasakan hatinya menghangat ketika mendengar ucapan Jungkook. Lalu merasakan sebuah ciuman di keningnya. Semakin membuatnya melebarkan senyumnya karena merasakan kasih sayang pria itu padanya.

Gadis itu mendongak. Mempertemukan wajah keduanya. Sedikit beranjak untuk mencium sekilas bibir pria itu. Lalu kecupan-kecupan singkat terus ia berikan pada bibir itu. Sebelum akhinya ia menangkup wajah itu dengan satu tangannya dan mencium bibir itu. Sama halnya dengan sang pria yang semakin mengeratkan pelukannya dan membalas ciuman gadis itu padanya.

"Jungkook..."

"Hmm?"

"Kurasa, aku tidak akan pernah menyesal ketika kita berpisah saat itu."

"Wae? Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?"

"Karena dengan itu, perasaan kita pada satu sama lain akan semakin kuat. Bukankah selalu saja ada badai dalam suatu hubungan? Dan dengan itu, kita akan semakin menjadi saling mencintai."

"Oho, noona kita sudah bisa mengeluarkan kata bijak sekarang."

"Kau menyebalkan. Aku membencimu."

"Aku juga mencintaimu."


--To Be Continued--

Next chapter adalah epilog. Hehehehe

hate you or love you ❌ sookookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang