Kelas pertama berakhir lebih awal karena hanya sebatas perkenalan materi, pembagian tugas, dan strukturisasi kelas. Berbeda dengan kampus lain yang memungkinkan para siswanya mengambil kelas berbeda di setiap mata kuliah, kampus Sarra saat ini sistemnya persis seperti sekolah pada umumnya. Selama empat tahun ke depan, ia akan berada di dalam kelas yang sama dan jadwal yang telah ditentukan oleh pihak kampus. Maklum, kampus sejuta umat.
Sisa kelas pagi itu dihabiskan Sarra dengan cukup banyak melamun. Masa bodoh dengan diskusi kelas, toh Sarra bukan tipe orang yang cenderung aktif. Ia hanya ingin jadi rakyat biasa yang terkadang overthinking—memikirkan sesuatu yang tak penting secara berlebihan saja sudah dirasa sulit baginya. Layaknya saat ini. Tak bisa dipungkiri, ia cukup terkejut setelah mendengar fakta tentang lelaki yang mulai menarik perhatiannya.
Siapa lagi jika bukan Gian?
Sebenarnya, tak ada yang spesial tentang Gian bagi Sarra. Oh, ayolah! Mereka bahkan tak saling kenal. Sarra hanya tahu tentang nama lengkapnya lalu... ya sudah. Tuntas. Hanya itu. Perihal Gian kenal padanya? Masa bodoh. Ia bahkan tak berharap jika Gian mengenal dirinya—bahkan sekadar wajahnya—dan mengingatnya sebagai teman kelas. Tidak. Sarra masih harus sadar diri akan eksistensi dirinya yang berada di bawah standar.
Hanya saja, sosok nyata itu seolah menjadi pemandangan yang nyaman bagi Sarra. Kehadiran Gian yang tiba-tiba berada di sekitarnya membuat perhatian Sarra tertarik lebih jauh hanya untuk memperhatikan gerak-geriknya lebih detail. Terlebih kini ia telah mengetahui sedikit kebenaran bahwa Dhena—satu-satunya teman yang dikenalnya di kelas—sempat mengenal Gian sebelumnya hingga membuat ia sedikit terusik.
Kalau memang sudah jadi mantan, kenapa Dhena sampai harus memasang tampang jijik saat melihat Gian? Lagipula itu bukan mantannya, tapi mantan dari temannya.
Sarra hanya mampu mendengus seraya membatin, 'Kenal aja enggak, ngapain gue mesti mikirin dia, sih?'
"Ngantin, yuk?" ajak Dhena yang telah menyelempangkan tasnya, membuyarkan lamunan Sarra yang hampir mengangkasa.
Sarra sejurus kemudian mengangguk. Kebetulan pagi ini mamanya tidak sempat membuatkan sarapan karena harus dinas pagi. Ada jeda cukup lama untuk kelas selanjutnya, jadi Sarra menyetujui ide Dhena dan berjalan beriringan menuju kantin.
"Temen lo yang asal sekolahnya sama gak ada yang masuk sini lagi?" tanya Dhena setelah memesan dua piring nasi goreng dan jus jeruk. Mereka kini duduk berhadapan di salah satu meja kantin.
"Ada sih, tapi kebanyakan beda jurusan. Ada yang sejurusan juga beda kelas."
"Sama dong. Gue juga," timpal Dhena seraya merogoh tasnya, mencari sesuatu. "Udah ini kita masuk kelas ekonomi, ya?
"Dua jam lagi, kan? Santai aja."
"Nanti bareng lagi, ya?"
Sarra mengangguk, memperhatikan Dhena yang kini mulai sibuk sendiri. "Pacar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
S I N G G A H
Teen FictionSarra membenci pertemuan. Menurutnya, pertemuan hanya akan berujung pada luka perpisahan. Lalu bagaimana dengan pertemuannya bersama Gian? Cowok famous yang mulai menjalin kedekatan secara tak terduga dengannya. Haruskah pertemuannya berakhir dengan...