[24] Lo Nembak Gue?

157 45 36
                                    

Masihkah ada yg nunggu cerita ini?
Tidak bosankah kalian? Semoga tidak karena cerita ini sepertinya tidak menemukan ujungnya ehe

VOTENYA DULU KUY~
Happy reading ❤

*****

Gian termangu dengan segelas cappuccino di genggaman. Gelas itu bahkan masih penuh—belum disentuhnya sama sekali. Ia yang tengah duduk di salah satu pojok foodcourt itu lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan mendesah lalu menggeram tertahan. Sial! Saat ini di benaknya hanya ada sekelebat bayangan cewek yang tanpa sengaja sempat bertemu pandang dengannya beberapa saat lalu.

Sarra.

Shit! Lagi-lagi Gian mengumpat dalam hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Shit! Lagi-lagi Gian mengumpat dalam hati. Mengapa cewek itu harus berdiri si sana? Mengapa waktunya harus persis sama saat Gian membonceng Tena? Dan... mengapa Gian harus merasa segelisah ini saat memikirkan mantannya?!

"Gi?"

"Eh, Na?" Gian menoleh cepat pada cewek yang baru saja muncul di hadapannya dengan senyum sumringah.

"Kamu ngelamun?"

Gian memilih untuk tak menjawab dan mengulas senyum. "Udah milih bukunya?"

Tena menggeleng lalu mengambil tempat di hadapan Gian seraya menautkan jari-jemarinya. Ya. Alasan Gian berada di sini adalah karena permintaan Tena. Cewek itu yang terlebih dulu menghubunginya untuk meminta tolong agar diantarkan ke salah satu toko buku di pusat perbelanjaan kota. Gian terpaksa menjawab bersedia karena tak memiliki alasan lain untuk menolak.

Semenjak perbincangan singkat tak sengaja mereka beberapa minggu yang lalu, keduanya kini mulai terlihat semakin dekat. Terlebih, karena Gian yang rajin menyambangi kelas Jojo saat jam perkuliahan usai dan mengharuskannya untuk bertegur sapa pula pada Tena. Tena yang selalu bersikap ramah pada Gian pada akhirnya membuat mereka menjadi akrab seiring waktu berjalan.

"Kok belum? Terus kamu ngapain aja daritadi?"

"Aku malah melipir baca-baca novel terbaru." Tena beralasan seraya terkekeh. "Temenin aku, yuk? Aku gak betah sendirian di dalem."

"Emang buku yang disuruh dibeli sama dosen kamu susah nyarinya?"

"Enggak, sih. Ini pengarang sama judulnya udah ada, kok."

Gian terdiam seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Cowok itu kemudian nyengir entah untuk alasan apa. Jika sudah tahu judul buku dan pengarangnya, tak bisakah Tena menanyakannya sama pada mbak-mbak atau mas-mas pelayan toko buku? Melihat tumpukan buku dengan rak menjulang hanya akan membuat Gian bosan setengah mati. Apalagi kini suasana hatinya sedang tak mendukung.

Tak bisakah cewek itu sedikit saja lebih mandiri? Entah mengapa hawa kesal mulai melingkupi Gian yang memang tengah tidak akur dengan perasaannya sendiri.

S I N G G A HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang