[27] Selamat!

178 40 19
                                    


Miss me anyone?
Vomment juseyo~

*****

"Tebak aku siapa?"

"Maaf, gak kenal."

Gian melepaskan telapak tangannya yang menutupi mata Yoan lalu mendengus sebal. Cowok yang berniat iseng itu malah berbalik terkena godaan Yoan sebelum berjalan memutar dan mendudukkan diri—berhadapan dengan sang sahabat. Mereka kembali di sini—di kedai ice cream favorit. Satu lagu jadul mulai menggema di sana hingga membuat keduanya saling pandang.

Sindentosca – Kepompong

"Berasa nostalgia banget gak sih dengerin lagu ini?"

Gian mengangguk setelah menyeruput minuman Yoan tanpa izin. "Semenjak lagu ini booming waktu SMP kan kamu jadi manggil aku ulet."

Asal-usul panggilan ulet-kepompong antara Gian dan Yoan adalah karena lagu ini. Gian sama sekali tak keberatan saat Yoan memanggilnya dengan panggilan 'ulet'. Tak peduli jika alasan Yoan memanggilnya seperti itu adalah karena tabiat Gian yang sering kegatelan sama cewek. Jangan heran, bibit playboy Gian emang udah ada dari kecil, makin dewasa ya makin tumbuh tak terkendali.

"Jadi kangen masa-masa itu. Masa-masa aku cuman nangis karena gak bisa nyelesein soal luas bangun ruang, bukan stres mikirin resep obat."

"Aku juga kangen—" timpal Gian masih menggantung. "—sama kamu"

Yoan tenggelam dalam tawa sebelum mengendalikan dirinya. "Bisa ya pacar orang bilang kangen sama aku?"

"Cemburu?"

"Ge-er!" Yoan menjawab tegas seraya menjulurkan lidahnya. "Cepet banget ya cari gantinya? Gak dimana-mana kamu tuh cinlok mulu!"

Gian tersenyum masam. "Bisa gak kita gak ngomongin ini dulu?"

"Kenapa?"

"Aku nemuin kamu biar ngelupain masalah aku, bukan buat pala aku tambah puyeng mau pecah."

"Masalah? Cewek lagi, kan?"

"Sok tahu!" sungut Gian.

Yoan memandang remeh ser aya tertawa mengejek. "Makanya jangan mainin cewek! Jadinya repot sendiri, kan?"

"Kata siapa aku mainin cewek?"

Yoan mengedikkan bahunya enteng. "Feeling aja."

"Sok peka kamu!"

"Emangnya kamu beneran punya rasa sama Tena?"

"Kamu masih perlu nanya?" Gian seolah menantang Yoan balik dengan tatapan tajamnya. "Sementara kamu dari dulu tahu hati aku buat siapa?"

Deg!

Yoan mengerjap kaget. Haruskah cowok itu mengungkit perasaannya kembali di saat seperti ini?

"Aku bisa putusin Tena sekarang juga demi kamu."

"Kamu gila!"

"Iya, dan itu karena kamu!"

Hening. Tak ada respon dari Yoan, begitu pula dengan Gian yang kini sibuk menunduk lesu—memperhatikan ujung sepatunya yang tak ada kesan menarik untuk dilihat. Kelakuannya tadi hanya berupa spontanitas, sekaligus meluapkan perasaannya yang entah kapan dapat terbalas.

Gian kalut. Pelariannya pada Tena berujung penyesalan, ditambah rasa bersalahnya pada Sarra seolah tak kunjung berakhir, membuatnya terus terbayangi dosa. Sementara cewek di hadapannya—sumber segala masalah yang terjadi—tetap bergeming seolah tak mengerti situasi yang terjadi saat ini.

S I N G G A HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang