[6] Dunia Itu Sempit!

219 50 36
                                    

"Sar, lo pulang—"

"Sarra bareng sama gue," potong Dhena langsung seraya menggamit lengan Sarra sekeluarnya mereka dari venue. Pertunjukkan teater apik itu telah rampung dengan durasi hampir sekitar dua jam.

Bian mendengus. "Gue belum nanya udah lo potong aja."

"Gue tahu akal busuk lo. Sana pulang!"

Gian melempar senyum mengejek di hadapan Bian. "Lo diusir. Minggat, gih!"

"Lo juga, kali. Gih, pada pergi!" Dhena dengan tega mengusir dua cowok itu dan langsung mendapat cibiran dari keduanya secara kompak.

"Bareng sampe parkiran bisa kali," balas Bian seraya mendelik.

"Gue mau ke toilet dulu. Kalian juga mau nemenin gue di sana?"

"Lo minta diintipin?"

"Mesum lo!"

Bian meringis saat Dhena dengan tak berperasaan kembali melayangkan satu pukulan di bahunya. "Idih! Ngintipin lo gratis aja ogah! Gak nafsu!"

Setelah mengatakan ucapan kurang ajar itu, Bian langsung melengos diikuti Gian—menghindari amukan Dhena yang lebih parah. Sebelum benar-benar pergi, Gian melirik Sarra yang saat itu juga tengah menatapnya. Walau tak terdengar secara langsung, namun dari gerak bibirnya yang terlihat, Sarra mampu menangkap ucapan singkat yang mampu membuat hatinya menghangat setelahnya.

'Aku pulang.'

Tak hanya Dhena, namun Sarra juga harus menyelesaikan urusan kandung kemihnya di kamar mandi. Cewek itu bersenandung kecil saat keluar dari sana hingga memancing Dhena yang tengah berdiri di wastafel untuk memperhatikannya.

"Sar?"

"Hm?"

"Lo lagi seneng?"

"Enggak juga."

Dhena yang tadinya tengah asyik ber-selfie-ria di kaca kamar mandi itumulai mengendus gelagat tak beres segera mengajukan pertanyaan lain. "Lo janjian sama mereka?"

 "Lo janjian sama mereka?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Siapa?"

"Siapa lagi? Tuh si kembar Gian Bian."

Sarra yang kini tengah membasuh wajahnya dengan tisu setelah mencuci muka tertawa ringan. "Bian sih tadi tiba-tiba dateng nyamperin terus maksa gabung."

"Kalau Gian?"

"Kemarin malem dia minta janjian sebelum masuk teater."

Dhena terkejut bukan main. Ia bahkan hampir menjatuhkan ponsel di genggamannya saat mendengar penjelasan Sarra dengan rahang yang terperangah. Mata tajam Dhena menatap cewek di sebelahnya itu dengan pandangan menyelidik. "Lo chatting-an sama Gian?"

Sarra mengangguk.

"Rutin?"

"Seringnya sih malem doang. Biasanya dia yang nge-chat duluan."

S I N G G A HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang