Ini kali pertama Sarra dekat dengan cowok. Bukan berarti tidak pernah, namun ini kali pertama baginya untuk merespon cowok dalam jangka waktu yang cukup lama. Maklum, berdasarkan kejadian yang sudah-sudah, biasanya ia keburu ilfeel duluan padahal baru pedekate dalam hitungan hari. Ada saja alasan bagi cewek itu untuk menghindar dari cowok, sekalipun itu dengan alasan yang mengada-ada.
Sementara kali ini, tak mendapat pesan singkat dari Gian sesuai waktu biasanya saja sudah mampu membuat Sarra kelimpungan. Hampir dua minggu penuh ia dan Gian menjalin kedekatan dengan bumbu-bumbu romansa yang tercipta. Walau tak pernah—atau mungkin belum—saling mengungkapkan perasaan, namun cewek itu menyadari bahwa mungkin ia kini telah terjerat pada pesona Gian.
Cowok itu selalu mencuri waktu untuk meluangkan waktu berdua dengannya secara sembunyi-sembunyi. Sarra tak tahu alasan di balik kelakuan Gian yang seolah menutupi hubungan mereka dari orang sekitarnya, namun cewek itu juga tak bisa menolak saat Gian memintanya untuk menghabiskan waktu sepulang kampus demi berbincang ngalor-ngidul. Ya. Kedekatan mereka hanya sebatas itu dan saling berbagi jawaban tugas.
"Lama?" Suara seseorang yang baru saja tiba itu membuat Sarra ditarik paksa dari lamunannya. "Maaf ya, tadi ada kumpulan himpunan dulu."
Itu jelas bukan Gian.
"Gak lama sih, tapi udah hampir abis aja nih minuman gue," sindir Sarra, merujuk pada gelas chocolate milkshake di hadapan yang isinya tinggal seperempat.
"Maaf banget. Dadakan tadi," Bian menunjukkan tampang bersalahnya. "Lo pesen aja lagi. Biar gue yang bayar."
"Sekalian sama yang ini juga, ya?"
Cengiran Sarra mau tak mau membuat Bian juga tersenyum walau tak sepenuhnya ikhlas. "Dikasih hati minta empedu lo!"
Setelah memesan dua gelas milkshake dan pie sebagai kudapan, Sarra langsung menatap penuh cowok yang tadi pagi mendadak menghampiri dan memintanya untuk datang sendiri ke kafe dekat kampus. Entah ada urusan apa, namun Bian enggan memberitahunya sebelum Sarra datang ke tempat ini. "Langsung aja, deh. Lo mau ngomong apa, Bi?"
Cowok yang ditanya itu terdiam sesaat setelah menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. "Gimana ya bilangnya?"
Sarra mengernyit. Ini kali pertama ia melihat Bian dengan gelagat aneh di hadapannya. "Ya tinggal ngomong aja, Bi."
"Hmm... gue bingung mau mulai darimana."
"Tunggu! Jangan-jangan lo traktir gue buat nyogok?"
"Nyogok apaan?"
"Nyogok gue buat nanya-nanya soal Dhena."
"Dhena?" Kini giliran Bian yang mengernyit tak mengerti. Apa urusannya dengan cewek itu?
"Lo... gak lagi minta bantuan gue buat nyomblangin sama Dhena, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
S I N G G A H
Teen FictionSarra membenci pertemuan. Menurutnya, pertemuan hanya akan berujung pada luka perpisahan. Lalu bagaimana dengan pertemuannya bersama Gian? Cowok famous yang mulai menjalin kedekatan secara tak terduga dengannya. Haruskah pertemuannya berakhir dengan...