[15] Tertolak

185 42 63
                                    

Cerita ini fiksi, tapi benang merahnya memang based on true story. Segimanapun aku pengen ngubah alur, tetep gak bisa.

Iya. Aku juga sebel sama Gian. Aku juga sebel sama tulisanku sendiri yang bikin Sarra jadi bucin dan mau dibegoin. Tapi di sini aku mau liatin segimana cowok bisa bikin cewek buta mata buta hati.

Jangan! Kalian jangan gitu! Buat para cewek di luar sana yang senasib kayak Sarra, PLEASE BE SMART! Cinta memang dominan pake perasaan, tapi kalian juga jangan lupa pake logika!

*****

Sarra kembali berguling-guling tak jelas di kamarnya dengan pikiran yang berkelana tak tentu arah. Ia mendengus kasar beberapa kali—menerbangkan poninya dengan pipi terkembung. Setelah pengakuannya kepada Dhena, hatinya masih saja bergetar tak karuan. Tadinya, Sarra melakukan hal itu agar mengurangi rasa bersalahnya terhadap Dhena. Bagaimanapun juga, sebelumnya Dhena yang telah menyarankannya agar berhati-hati terhadap Gian.

Sarra tahu betul Dhena melakukan hal itu demi kebaikannya, namun apa yang kini Sarra lakukan sekarang? Katakanlah ia sudah tak memiliki kewarasan seutuhnya! Sarrra bahkan menerima Gian dalam sekali anggukan tanpa pikir panjang. Benar-benar sinting!

Sarra pun masih tidak mengerti mengapa ia dengan mudahnya dapat menerima Gian. Ia bahkan mengabaikan tentang rumor friendzone Gian dan sahabatnya—Yoan. Bagi Sarra yang sama sekali belum pernah melihat Yoan, maka pantang baginya untuk percaya akan perkataan Dhena dan Jill. Beginilah jika cewek telah terbutakan oleh perasaan. Tak mempan dengan ucapan sekitar dan hanya percaya pada insting alamiah—yang belum tentu benar adanya.

Sarra tahu mungkin dulu Gian pernah memperlakukan Jill secara tak pantas, namun bisakah ia berharap bahwa kini Gian telah berubah? Mungkin saja kini Gian tak lagi bertemu dengan Yoan. Ya. Bagi cewek selugu Sarra, berpikir positif seolah menjadi suatu keharusan. Malang, logikanya sempurna telah tertutupi hingga mengabaikan kenyataan yang terbentang di hadapan matanya andai saja ia mampu untuk berpikir rasional.

 Malang, logikanya sempurna telah tertutupi hingga mengabaikan kenyataan yang terbentang di hadapan matanya andai saja ia mampu untuk berpikir rasional

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Yang, kamu ikut karyawisata?'

Satu pesan masuk di ponselnya. Ya. Itu Gian. Panggilan sayang itu bahkan telah menghiasi ponselnya selama beberapa hari terakhir namun selalu ada gemetar tak biasa di hatinya saat mendapatkan kata itu dari setiap chat Gian. Cukup canggung pada awalnya, namun kini Sarra tampak menikmatinya.

'Kayaknya enggak, deh. Hehe.'

'Serius? Kenapa?'

'Ya gak apa-apa. Gak mau aja.'

'Kok gitu? Emangnya kamu gak mau nanti bareng sama aku?'

'Temen kamu kan juga nanti banyak bukan aku doang."

'Kamu pacar aku, bukan temen.'

'Ya maksudnya Bian Dhena juga kayaknya bakal ikut. Kamu bisa bareng sama mereka. Anak kelas yang lain juga kan banyak yang ikut.'

S I N G G A HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang