Loro : Menuju Kota yang 'Damai'

121 12 0
                                    

—"Akhirnya datang juga."

Seorang wanita berjas bersandar di samping pintu mobil. Wanita berambut cokelat kehitaman sebahu itu menatapku dengan pandangan tajam.

"Oh.. Jadi kau beralih tugas menjadi supir, Dini?" Kataku.

"Aku sudah lama menunggu disini dan hanyalah sebuah ejekan yang ku dengar. Kau benar-benar tidak berperasaan yah?"

Wanita itu, Dini memberikan pandangan tajam yang mengisyaratkan kalau ia sedikit jengkel pada ku.

"Ya, ya. Maaf."

"Permintaan maafmu benar-benar tidak niat."

Dia menggerutu menanggapi kata maafku. Dinipun menghela napas dalam-dalam. Ia mungkin mencoba meredam emosinya.

"Jadi, kapan kita berangkat?" Tanyaku.

"Kau benar-benar tidak bisa mengerti perasaan wanita yah?"

Ia menunjukkan wajah kesalnya dan menekan jari telunjuknya ke dada ku.

Ia daritadi terlihat marah. Apakah ia masuk masa itu?

"PMS kah?"

"HAH? Coba katakan sekali lagi!"

Ia menggepalkan tinju seolah ingin memukulku.

"Lagi PMS kah?"

Bugh.

Tanganku menangkap sebuah bogem yang hampir mengenai wajahku. Tenaga yang ia keluarkan cukup besar sehingga tanganku hampir tidak bisa menahannya.

Huh, hampir saja.

"Mau membunuhku kah?"

Aku bertanya pada sang pelaku yang melayangkan tinjunya ke arahku.

"Salahmu sendiri kan?"

Dini membuang muka. Ah, ternyata dia benar-benar marah. Jadi, ia benar-benar sedang memasuki masa 'itu' kah?

'Bukannya kau yang memerintahku untuk mengatakannya lagi?'

Aku sebenarnya ingin mengatakan hal itu. Tapi, langsung aku urungkan saat melihat wajahnya. Lebih baik aku minta maaf.

"Ah maaf. Dari lubuk hatiku yang terdalam aku meminta maaf sebesar-besarnya kepada nona Andini."

"Jangan mengatakan hal puitis dengan muka datarmu itu! Lagipula lepaskan tanganku!"

Akupun melepaskan tangannya agar tidak memperpanjang masalah.

"Jangan berteriak, itu mengganggu."

"K-kau!!!!!"

Dan satu lagi tinju melayang ke arahku —

*****

"—Sepi kah?"

Aku membuka suaraku, menanyakan hal tersebut kepada wanita di sampingku. Ia masih fokus memperhatikan jalanan di balik setirnya.

Iris cokelatnya terpaku seolah tidak ingin menoleh ke arah manapun kecuali ke depan. Bibirnya masih terkatup rapat. Ia belum juga angkat suara.

Merasa Dini tidak mau menjawab, aku menolehkan wajahku ke arah lain. Aku menyangga daguku ke tangan kiriku yang sedang bersandar di kaca mobil. Mataku kembali memperhatikan jalanan yang gelap. Tidak ada cahaya dari lampu mobil lain yang berlalu lalang disini.

Jam menunjukkan kalau sekarang sudah tengah malam. Wajar saja jika sudah jarang kendaraan yang lewat.

"Jika kau masih marah, aku minta maaf. Mungkin aku sedikit berlebihan."

Loro [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang