Songolas : Game Over

95 8 8
                                    


—"Maaf. Nomor yang anda tuju, salah—"

Aku kembali menekan end call di layar hpku.

Bahkan malam inipun aku tidak bisa menghubungi kantor pusat. Ini benar-benar hari yang paling menyebalkan.

Akupun kembali mengetikkan nomor cadangan yang di berikan oleh Wijaya. Setelah selesai aku ketikkan, akupun menekan tombol call lagi.

Tuutt.. tuuuttt..

Ah! Akhirnya tersambung juga!

"Maaf. Nomor yang anda tuju, salah—"

Apa ini?! Kenapa semua nomor yang di berikan oleh Wijaya tidak bisa di hubungi? Kenapa ia melakukan hal yang fatal saat-saat seperti ini?

Akupun mencari kontak milik Andini. Aku mengusapkan jariku di layar untuk mencari nomor kontak Dini. Setelah ketemu, aku kembali menekan tombol call.

"Maaf. Nomor yang anda—"

Merasa sudah mengerti apa yang akan aku dengar dari ponselku, aku langsung menekan tombol end call.

Ada apa ini? Kenapa seluruh nomor yang berhubungan dengan Kuntawijaya tidak bisa dihubungi? Apa disana sedang mengalami gangguan? Tapi, tidak mungkin gangguannya se-lama ini.

"Ada apa pak Angga?"

Aisyah yang berada di sebelahku penasaran dengan tingkah laku yang aku tunjukkan.

"Ah, maaf. Aku hanya ingin menelpon temanku. Tapi tidak bisa."

"Oh."

Akupun memasukkan ponsel ke dalam saku celanaku.

Kami masih berada di perjalanan menuju panti. Kami masih melewati sebuah jalanan tak beraspal di pinggiran desa. Ini adalah perbatasan antara hutan dengan pedesaan. Perbatasan itu ditandai oleh pagar kayu yang melintang.

Aku mengedarkan pandanganku. Di sebelah kananku hanya terdapat pohon-pohon. Seperti pohon mangga, pisang, dan bambu yang tumbuh tidak berurutan. Karena itu alam liar, maka tumbuhan tersebut tumbuh tidak bersama tumbuhan sejenisnya.

Aku menengok kekiri. Disana terdapat bagian belakang rumah-rumah warga yang sudah lama ditinggalkan. Tempat ini diterangi oleh lampu-lampu rumah warga yang tidak dimatikan itu.

Suasana di sini sangat sepi karena jarang ada warga yang lewat di sini pada saat malam hari.

Aku melihat ke depan. Jalanan yang becek ini masih cukup panjang untuk sampai ke panti.

Tiba-tiba, aku melihat seseorang menggunakan jaket bertudung berjalan berlawanan arah dengan kami. Wajah pria tersebut tertutupi oleh tudung jaketnya.

Siapa dia? Aku belum pernah melihatnya di sekitar sini. Ia terlihat sangat mencurigakan.

Perlahan, jarak kamipun mulai menipis.

Saat ia lewat di sampingku, aku menoleh ke arahnya. Seolah merasakan tatapanku, orang tersebut juga ikut menatapku. Matanya bercahaya di dalam bayangan tudungnya. Pandangan kami bertemu sesaat sebelum orang itu melewatiku.

Orang yang aneh.

Akupun kembali melihat ke depan. Aisyah yang berada di sampingku juga kebingungan dengan orang bertudung yang tadi berpas-pasan dengan kami.

"Apa kau salah satu dari mereka?"

Ting!

Aku menepis sebuah pisau yang hampir terhunus ke bagian belakang tubuhku.

"Aisyah sembunyi!"

Akupun melompat menjauh dari penyerangku. Merasa dalam bahaya, Aisyahpun dengan segera berlari menuju rumah kosong di belakangku dan bersembunyi di sana.

Loro [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang