Aku menghentikan lariku. Aku dengan cepat menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari anak itu.
Di tempat terakhir aku melihatnya ini, tidak ada tanda-tanda kehadiran anak itu. Berarti dia benar-benar menuju tempat tersebut.
Akupun kembali berlari dengan cepat. Mengabaikan tubuhku yang basah kuyub karena hujan yang terus menahan lariku. Aku merasa tubuhku lebih berat saat berlari di tengah hujan seperti ini. Tapi, aku tidak terlalu menghiraukan hal itu dan terus berlari.
Jalanan yang penuh dengan batu-batu ini terus ku telusuri. Dengan perasaan yang tidak mengenakkan ini, aku melangkahkan kaki. Di setiap aku menginjakkan kakiku ke bumi, percikan air terbentuk. Bunyi pek pek pek terdengar dari gesekan permukaan sandal dan jalan yang becek.
Setelah berlari cukup lama, aku bisa melihat dusun itu. Walaupun pandanganku terbatas karena terhalang oleh banyaknya air hujan dan kabut. Akupun segera menuju tempat itu.
Aku kembali mengedarkan pandanganku. Langkah pertama yang harus aku lakukan adalah jangan panik. Aku terus memerintahkan diriku untuk tidak terlalu terburu-buru. Tapi, perasaan itu masih hinggap dalam diriku.
Akupun memutuskan untuk menelusuri dusun yang terbilang luas ini. Jalanan dan gang-gang yang ada aku telusuri satu persatu. Tapi hasilnya nihil. Akupun kembali melakukan pencarian dengan melihat satu persatu bangunan yang sudah aku tinggalkan. Aku kembali menelusuri jalanan dan gang-gang yang aku lewati tadi.
—Saat aku terus mencari, tidak terasa langit sudah memerah. Hujan sedikit mereda dan hanya menyisakan tetesan-tetesan kecil.
Aku menatap ke arah langit. Aku sangat kecewa karena tidak mampu menemukan anak itu di tempat ini. Perasaanku yang sudah tidak karuan lagi, membuatku hampir menyerah dan berpikir untuk kemungkinan terakhir.
Tidak. Aku harus terus berpikir positif.
Akupun mulai berjalan gontai. Tanpa arah dan tujuan, aku kembali menelusuri jalanan utama. Aku menendangi batu-batu kecil yang ada di depanku untuk melepaskan emosiku.
Sebenarnya kemana dia? Apa benar dia disini?
Apa aku benar-benar melihatnya pergi ke arah sini?
Seolah berjalan otomatis, kakiku melangkah ke suatu tempat. Aku yang merasa tenaga dan pikiranku yang mulai kacaupun hanya mengikuti kemana kakiku melangkah.
Tiba-tiba, sebuah sinar matahari tertangkap oleh mataku. Akupun menoleh ke arah datangnya sinar matahari tersebut. Sang mentari sudah menunjukkan dirinya yang sudah menjadi jingga. Walaupun hujan masih rintik-rintik mebasahi bumi.
Aku memfokuskan pandanganku pada tempat dimana matahari itu berada. Itu adalah sebuah sekolah dengan gapura bertuliskan 'SDN 02 Sukawati'.
Aku merasa penasaran dengan tempat itu. Kakiku melangkah ke gerbang sekolah itu. Lalu tanganku memegang besi pada gerbang tersebut. Besi tersebut terbasahi oleh air hujan. Akupun menggeser gerbang tersebut untuk membukanya. Suara deritan roda besi terdengar memekik di telingaku. Tanpa pikir panjang, akupun memasuki kawasan sekolah yang tidak berpenghuni ini.
Yang aku lihat kini adalah sebuah sekolah dengan keadaan yang sangat menyedihkan. Sampah dedaunan menumpuk di halaman sekolah.
Aku memperhatikan bendera merah putih yang kondisinya mengenaskan karena berada di tiang dan diterpa hujan.
Tunggu.
Akupun memegang kepalaku yang terasa sakit. Entah kenapa aku merasa pernah memasuki kawasan sekolah ini. Tapi, kapan?
Kenapa aku tidak bisa mengingatnya?
Ini benar-benar aneh. Kenapa aku seperti sedang mengalami de javu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Loro [END]
AcciónPenculikan yang marak terjadi akhir-akhir ini mulai meresahkan warga. Kebanyakan korban penculikan yang kembali, tidak ada yang hidup. Kebanyakan dari mereka dikembalikan dalam kondisi mati mengenaskan dengan organ dalam yang hilang. Sisanya, hanya...