piętnaście | fifteen
❝calling liam...❞
++
harry menghabiskan hari ke-3 di tahun 2022 dengan tidur-tiduran di kasurnya. kelsie sedang kuliah hari ini, jadi harry bisa menghabiskan waktunya sendirian di apartmentnya.
harry menatap hp yang ia pegang sekarang. tidak ada hal lain yang bisa dilakukan selain mengotak-atik camera roll-nya.
harry agak terkejut karena melihat banyak sekali foto dia bersama kelsie. bahkan foto mereka di dominasi oleh foto dari photobooth, dan yang paling mengejutkan adalah foto yang diambil tanggal 1 Januari 2022. tahun baru...
lalu harry beralih ke bagian contacts. nama yang pertama kali muncul adalah nama 'albert', dan dia bahkan tidak tahu siapa itu albert. lalu dia melihat nama 'ashley' tertera, dan harry langsung nyengir sendiri. tapi nama ashley tidak hanya satu.
setelah beberapa saat harry scrolling terus menerus, harry menangkap nama yang familiar di layarnya. liam. liam.
"astaga," harry memegang dadanya shock. "ada nomer liam. gue harus telpon liam. shit. kenapa ga dari kemarin, bodoh..."
harry bertengger di jendela kamarnya yang menghadap ferndale st.. butuh dua kali memanggil sampai akhirnya liam mengangkat.
"kenapa?" suara liam terdengar sedikit berat, tapi masih sama seperti dulu.
"liam astaga." jantung harry nyaris copot ketika dia mendengar suara liam. "dimana lo sekarang? gila gue seneng banget, lega rasanya."
"hmm, lagi di kantor, mau ada meeting. ada apa nih?"
harry, entah untuk keberapa kalinya, lagi-lagi bercerita dari awal dia berada di museum bersama liam, sampai detik ini dia terjebak di ruang apartmentnya.
"harry... itu udah lama banget. kok masih inget sih," gumam liam, diikuti suara-suara sepatu bergesekkan dengan lantai.
"exactly. itu baru tiga hari lalu. koinnya mengabulkan permintaan gue, liam."
"ngomong apaan sih, jangan mabok napa ini masih pagi."
"liam! serius nih. sekarang gue tanya, setelah gue lempar koin itu, gue ngapain?" ujar harry berapi-api.
"ke... bentar, kemana ya? lupa ah, itu udah lama."
"liam gue serius, lo harus percaya sama gue. emang lo nggak merasa aneh setelah lo lempar koin?" harry kini mengusap wajahnya frustasi.
"nggak."
"abis dari museum emang kita kemana?" tanya harry mengulang.
"eh... lupa," jawab liam ragu.
"wish lo apa waktu itu?"
"het... rahasia."
"sumpah kalo gue udah balik ke 2014, lo orang pertama yang gue bunuh. cepetan apa wish-nya?"
"maksa banget... udah lupa, ga boong, sumpah deh. itu udah lama banget, harry. udahlah mungkin itu cuma mimpi."
"coba inget-inget lagi abis lempar koin itu gue ngapain," kata harry, lagi-lagi memaksa.
"sumpah gue ga tau. mau lo sogok gue pake uang milyaran, gue lupa. el u pe a. lu-pa. tau lupa nggak?"
harry tidak menjawab. kali ini dia duduk di kasurnya, memandangi lantai sambil berpikir kira-kira apalagi informasi yang harus dia gali dari liam.
"heh," suara liam membangunkan harry dari lamunannya. "gue ngerti kok, lo lagi pusing sama skripsi. istirahat aja yang cukup. jangan kebanyakan mikir, nanti halusinasi. oke?"
harry mengerang. "ini bukan halusinasi, liam..."
liam mendesah. "gue ga tau harus apa, harry."
"lo inget delapan tahun ini lo ngapain aja?" tanya harry spontan.
"eh..." tiba-tiba suara liam terdengar gugup.
"apa? nggak inget?" harry berdiri dari kasurnya dan merasakan jantungnya berdebar. "liam, jawab. ga inget kan?"
"eh... gue, nggak tau juga, deh... aduh, ada apa ini?" suara liam terdengar linglung.
harry menghembuskan nafasnya dengan berat karena sekarang malah liam yang tiba-tiba jadi tak masuk akal.
"harry, kok gue kayak... merasa aneh, ya? gue kayak... baru bangun," kata liam dan harry yakin liam sedang celingak-celinguk saat ini.
satu hal yang harry simpulkan; liam baru sadar.
tunggu. sadar dari apa?
"liam, lo kenapa?" tanya harry setengah panik. "woy. jangan mati dulu."
seberapapun keinginan harry untuk tertawa atas ucapannya tadi, dia tidak bisa, bahkan tersenyum sedikit pun tidak.
"woy, lo dimana?" tiba-tiba liam bicara lagi. "harry, lo dimana? kita dimana? kok gue..."
harry bisa merasakan jantungnya berdebar dan matanya melebar.
ilusi. delapan.
delapan adalah kuncinya. ilusi adalah kata kuncinya.
angka infinity. tanpa batas. ilusi tanpa batas.
semakin dibayangkan, semakin nyata.
ini cuma ilusi.
dan dosen itu adalah ilusionis.