szesnaście

7K 1.3K 261
                                    

szesnaście | sixteen



catching breath.

++

holy shit, pekik harry dalam hati.

"liam, liam, dengerin gue. tolong jangan ngapa-ngapain. lo lakuin apa aja yang orang-orang perintahin ke lo, berusaha bersikap normal, karena ini masa depan dan kita dipenuhi orang-orang baru," jelas harry, menenangkan liam yang sedang panik di telepon.

"sumpah gue ga ngerti lo ngomong apaan," ujar liam dan suaranya bergetar.

"udah lakuin aja yang gue bilang tadi! gue telpon lo lagi nanti. bye!" harry segera memutuskan sambungan teleponnya dan berlari menuju basement, tempat dimana BMWnya terparkir.

**

harry segera turun dari mobilnya saat mobilnya terparkir dengan sempurna di halaman university of east london. tanpa merapikan rambutnya (well, itu hobi harry setiap kali turun dari mobil), harry berlari menuju koridor gedung yang ramai.

harry membaca satu persatu ruangan yang ditempeli nama-nama tersendiri. tuan william, tuan william, harry menggumamkan nama itu.

harry nyaris memukul tembok karena tak sabaran, dan fakta bahwa dia lupa dimana ruang dosen itu. tiba-tiba ia menabrak seorang laki-laki berambut pirang.

"maaf," gumam harry sambil mengatur nafasnya. "gue cari ruangan dosen yang namanya william. dosen kelas sejarah tambahan. tau nggak dimana?"

laki-laki itu mengingat-ingat sebentar. "kayanya lo ntar belok kanan, trus ruangannya nomor dua dari ujung. kalo nggak salah."

"thanks," harry menepuk pundak laki-laki itu lalu berlari ke arah yang ditunjukkan bocah tadi.

harry hampir lega karena anak tadi menunjukkan arah yang benar. kali ini, harry baru merapikan rambutnya dan mengelap keringatnya sebelum mengetuk pintu. terdengar suara orang di dalam menggumamkan kata 'silahkan masuk', dan harry pun segera masuk dengan gerakkan tak sabaran.

sebelum harry berteriak untuk mengumumkan bahwa dia berhasil menebak clue yang dia dapat, harry disambut dengan tepuk tangan.

laki-laki berambut cokelat itu menutup bukunya sambil bertepuk tangan, lalu tersenyum pada harry.

harry bengong sesaat, menatap dosen itu dengan tatapan kebingungan. tuan william—itu namanya—berdiri dari kursinya dan menatap rak-rak buku di belakangnya, untuk menaruh buku yang tadi ia baca.

"pintar sekali, harry styles," ucap dosen itu dan harry bisa menerka kalau dosen itu sedang tersenyum.

"kenapa? bapak bisa baca pikiran saya? tebakkan saya benar?" tanya harry tak sabaran.

"delapan, angka tanpa batas. ilusi delapan; ilusi tanpa batas. semakin kamu membayangkan, semakin nyata," kata dosen itu lalu kembali duduk di kursinya.

"tidak akan berakhir kecuali tidak mempercayainya," kata harry dan tiba-tiba dia terkaget sendiri. dia tidak bermaksud mengucapkan kata-kata itu. mereka mengalir begitu saja dari mulut harry.

"pintar. sekarang kamu tau, kan? pulanglah."

mata harry melebar dan dia bisa merasakan dadanya memanas. "pulang? saya udah nebak trus disuruh pulang?! bapak bilang saya harus nebak! saya berhasil!"

"duh, kamu nggak sepintar kelihatannya," dosen itu menggeleng. "angka tanpa batas, ingat? nggak akan berakhir. kamu nggak bisa pulang."

kini tangan harry ikut memanas juga, tapi dia berusaha menahannya agar tidak terjadi pembunuhan disini. "tolong, dengan hormat, jangan bikin saya emosi."

dosen itu menghela nafas pelan. "saya udah beritahu kamu banyak, lho. angka delapan nggak ada ujungnya, iya kan? kamu akan terus berlari mengitari bentuk infinity tanpa menemukan ujung alias jalan keluarnya. terima nasibmu, harry styles."

harry mengepal kedua tangannya kuat-kuat. dia bisa merasakan dahinya masih berkeringat akibat berlari-lari, dan dosen sialan ini sekarang menambah panas suhu yang ada di badan harry.

"apa semua orang yang lempar koin begini?" ucap harry berusaha terdengar tak emosi.

"hmm, nggak," dosen itu menerawang ke tembok di belakang harry. "saya cuma lagi bermain sama pikiran kamu, harry styles. kamu selalu panik, target yang mudah."


harry bisa merasakan tangannya semakin mengepal, namun dia berusaha sekuat tenaga untuk mengatur nafas dan emosinya.

"delapan, ya? gimana kalo saya potong pinggirannya, jadi angka tiga? selalu ada jalan keluar," kata harry dari sela-sela giginya.

dosen itu terpaku sesaat, lalu menatap harry dengan tatapan yang tak biasa.

"apa? nantangin gue?" ujar harry tak peduli.

"harry styles... kamu dapet darimana gagasan tadi?" tanya dosen itu dengan suara berbisik.

"ya gue punya otak. lo bilang angka delapan nggak ada batasnya, ya tinggal potong aja pinggirannya, jadi angka tiga, jadi ada jalan keluar kan sekarang? punya pikiran tuh yang terbuka, jangan sempit," cerocos harry sebelum dosen itu mengangkat tangannya.

"styles... kamu menjabarkan pemecahan kodenya dengan lengkap."

***

selamat hari raya idul fitri 1435 H bagi yang merayakan^^

h a r r yTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang