13. Putus

69.7K 8.9K 308
                                    

Perasaan yang pernah kita miliki dulu tak pernah bisa kita realisasikan dengan baik, tak pernah mencapai tujuan yang sama, sekeras aku berusaha dan sebanyak aku meminta pada Sang Kuasa, kita tetap berada pada jalur yang berbeda.

Darja meringis sewaktu lukanya dibersihkan oleh Miranda. Cowok itu tampak sekali sedang menahan sakit di kepalanya karena semalam usai sedikit kerusuhan di Pemira, ia sempat terkena lemparan botol yang entah siapa yang melakukannya. Kejadiannya sangat cepat, ujung botol itu tepat mengenai dahinya dan menimbulkan sedikit darah yang pagi ini menjadi memar.

"Sakit? Makanya hati-hati!" seru Miranda menekan plester yang ditempel didahi Darja dengan sedikit keras.

"Lucu, plasternya warna pink, gambar gajah haha..."

Darja mendengus, menatap malas pada Miranda. "Lucu darimana?"

"Ciee Pak Pres BEM marah haha, udah ah jangan marah, ntar gantengnya hilang."

Tersenyum kecil, Darja mengacak rambut Miranda yang sudah tertata rapi. Pacarnya itu pagi-pagi sudah datang ke apartemennya, tanpa banyak mengucapkan kata, Miranda lantas memaksa Darja untuk duduk di salah satu sofa dan mengobati lukanya.

"Tuh, udah aku bawain makanan. Makan yuk," ajaknya sambil menunjuk bekal makanan yang tadi dibawanya. Bukan hasil masakannya sendiri, Miranda tadi membelinya di restoran cepat saji yang tak jauh dari lokasi apartemen Darja.

"Kamu kapan bisa masak?"

Miranda menggeleng-gelengkan kepalanya, ia mulai membuka bungkus makanan itu dan menyiapkannya untuk Darja.

"Tar, kalau sudah jadi bini orang."

Darja tergelak. Berbicara dengan Miranda selalu terasa menyenangkan, dan membuatnya bisa menemukan teman yang mengertinya dengan baik. Miranda sosok yang dewasa, mampu memahami dirinya dan segala keanehan dalam diri cowok itu.

"Jaa... kamu suka ya sama Aika?"

Darja berhenti mengunyah. Ia melihat ke arah Miranda dengan pandangan menerawang, cowok itu lalu tersenyum kecil, kembali menikmati makanannya.

"Kenapa nanya begitu? Cemburu?"

"Munafik banget kalau aku nggak cemburu, kamu pacarku loh."

Bibir Miranda mengerucut, menatap sebal pada Darja yang malah tertawa di sela makannya. Cowok itu meletakkan kembali makananya, berjalan ke arah nakas meja. Di sana, ada bingkai foto yang berisi foto keluarganya, Darja lalu menyingkirkan bingkai foto itu, dan tampak sebuah bingkai yang lebih kecil. Bingkai foto berwarna biru muda dan foto dua orang anak kecil di dalamnya, seorang anak laki-laki dan perempuan. Darja mengambil foto itu, membawanya pada Miranda.

"Itu foto Aika," katanya pada Miranda.

Miranda memerhatikan bingkai foto itu dengan saksama. Foto itu memang wajah Darja dan Aika, ia mengenali benar struktur wajah Darja, dan potret anak kecil itu adalah gambaran Darja di masa kecil.

"Cinta pertama kamu?"

"Bisa dibilang begitu."

Darja tersenyum masam. Cinta pertama yang tidak pernah bisa bersama. Bullshit-lah dengan segala insecure-nya, Darja terlalu pengecut untuk melibatkan Aika dalam hidupnya dan memilih Miranda hanya karena Miranda terkesan lebih dewasa dan mirip mamanya.

"Masih cinta?"

Darja mengangkat kedua bahunya, ia melihat ke dalam sorot mata Miranda. Ada tatapan terluka di sana, walau cewek itu masih berusaha bersikap biasa-biasa saja. Ya, siapa yang tidak akan terluka jika pacarnya membicarakan perempuan lain di depannya?

RepeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang