You're a person from my old memories, I take you back and I'll keep you. But, a person can't stay forever, sometimes they leave with tears.
Darja merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit kamar. Semuanya tampak sepi, seperti kosongnya langit Jakarta setiap malam. Sudah bertahun-tahun berlalu, tapi semua yang berkecamuk dalam dirinya belum juga berkurang, meski saat ini, ia bisa sedikit menikmati kebahagiaan. Bersama dengan seseorang yang ia sayangi, bukankah itu menyenangkan?
Ketenangannya terusik, saat bel apartemennya berbunyi. Seseorang datang ke tempatnya hari ini, bergegas, cowok itu berjalan menuju pintu untuk membukakan orang yang memencet bel apartemennya seperti orang kesetanan. Ia tinggal di sebuah apartemen yang tak begitu mewah, sederhana, namun tidak juga jelek. Apartemen minimalis khas seorang bujang sepertinya.
"Ngapain lo ke tempat gue malem-malem gini?"
Darja menatap tak suka pada Erka dan Ega. Dua orang sepupunya, atau mungkin sepupu tiri. Kakek Darja berbeda dengan Erka dan Ega. Dulu, neneknya menikah dua kali, dengan seorang pribumi dan seorang laki-laki bule yang kemudian dikenal sebagai ayah dari Bryan-papanya.
"Lo apain Oma?" tanya Ega langsung.
Darja tersenyum miring, "gue cuma ngomong sama Oma, nggak ngapa-ngapain. Kenapa?"
"Keadaan Oma memburuk. Lo nggak seharusnya ngomong begitu sama Oma, gimanapun Oma itu nenek lo. Lo harusnya bisa nahan emosi, Ja. Oma lagi sakit."
Darja mendengus, ia melipat kedua tangannya di atas dada. "Apa Oma peduli saat gue kritis dulu, atau saat gue diseret papa buat ke psikolog lalu dialihtangankan ke psikiater tanpa pendampingan, siapa yang peduli?"
"Ja..." kata Erka, tapi cowok itu tak melanjutkan kalimatnya, sebab Ega sudah memotong.
"Apa bedanya sama Oma kalau lo balas dendam?"
"Gue nggak balas dendam, kalau lo mau tahu. Gue cuma ngomong sama Oma."
Ega menatap tajam Darja, cowok itu menarik kerah baju yang dikenakan Darja. "Momennya nggak tepat bego. Kalau sampai hal buruk terjadi sama Oma, lo yang akan disalahkan. Lo ngerti nggak?"
Darja menggeleng, melepas tangan Ega dari kerah bajunya. Ia masih menunjukkan senyum pada dua sepupunya itu, sebuah senyum masam yang selama ini selalu hadir saat berurusan dengan keluarganya.
"Gue udah biasa disalahkan, sekali lagi disalahkan, nggak bakal bunuh gue. Dan, satu lagi, lo nggak perlu repot-repot datang ke apartemen gue cuma buat ceramahin gue. Gue nggak butuh itu Eogan. Kalian bisa pergi," pungkas Darja, ia hendak menutup pintu apartemennya namun ditahan oleh Ega.
Satu pukulan mendarat di wajah Darja, Ega tampak benar-benar emosi menghadapi Darja yang sulit untuk diarahkan. Sikap keras kepala yang diturunkan dari Oma mereka.
"Bang Ega!" teriak Erka terkejut, tak menyangka Ega memukul Darja.
"Lo nggak pernah tahu sakitnya ditinggalkan dan dibuang, lo nggak pernah tahu gimana susahnya gue ngehadapin kejadian demi kejadian yang bikin gue trauma Ega, yang lo tahu kasih sayang kedua orang tua, Oma serta keluarga lengkap buat lo, lo nggak akan tahu apa pun tentang gue. Jadi, berhenti bersikap seakan-akan lo tahu banyak hal tentang gue. Biarin gue nata hidup gue lagi dan jadi manusia layak tanpa embel-embel buangan dari kalian," ujar Darja, setelah itu ia benar-benar menutup pintu apartemennya, mengabaikan teriakan Erka dan juga Ega. Ia hanya butuh mematikan semua lampu, dan tenggelam dalam kegelapan.
Ia hanya ingin berubah, bukan untuk dirinya sendiri, setidaknya ia ingin berubah dan menjadi pantas untuk Aika.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Repeat
Teen FictionSeri Kampus 4 Trigger warning: Post Traumatic Stress Disorder, anxiety disorder, overthinking, feeling useless, toxic family. Darja adalah cinta monyet Aika. Nahasnya Darja meninggalkan Aika sehari setelah bilang cinta. Bertahun-tahun mereka tidak b...