14. Satu Hari

70.6K 9.5K 306
                                    


Jika saja ego dan perasaan bisa bersatu, gue yakin nggak ada yang namanya cinta datang terlambat dan rasa yang munculnya telat.

Kehilangan itu menyakitkan. Darja pernah kehilangan sekali, rasanya ia tidak ingin mengulangi sakit karena kehilangan lagi. Separuh jiwanya seperti tercabut dari tubuh. Rasa sakitnya menyesakkan tapi tak bisa ditampakkan.

Music instrument masih mengalun di telinganya, menimbulkan sedikit tenang yang merasuk dalam dirinya. Pada salah satu mata kuliah, memang pernah dibahas mengenai teknik relaksasi untuk mengatasi stress dan anxiety, tapi memang belum pernah ia coba untuk terapkan. Hari ini, seseorang melakukan untuknya, seseorang yang tak lain tak bukan adalah Aika. Sosok yang pernah dan mungkin masih ia sakiti sampai saat ini.

"Lo beneran putus sama Miranda?"

Erka bertanya lagi, setelah selesai mengisap putung rokok.

"Pertanyaan lo nggak guna."

Aika yang tadinya asik menekuri ponselnya menoleh seketika. Ia mencerna kalimat yang dilontarkan oleh Erka. Darja dan Miranda putus?

"Gue bingung, kenapa lo nyakitin cewek sebaik Miranda."

"Dan gue juga bingung kenapa lo selalu ikut campur urusan gue."

"Karena gue peduli dan lo sodara gue, bego," maki Erka kesal.

Darja tersenyum miring, ia meletakkan earphone di atas meja. Memandang Erka dengan datar.

"Oh, begitu? Lo yakin?"

"BRENGSEK! Lo kenapa sih?"

Cowok itu tertawa. Ia melirik ke arah Aika yang tak lagi fokus pada percakapan dua manusia itu. Aika cukup tahu fakta Darja dan Miranda putus, ia tidak ingin terlibat lebih jauh lagi, toh, ia masih dalam komitmen untuk melupakan Darja.

"Aika. Ikut gue!" kata Darja singkat, Aika memandang cowok itu dengan mulut sedikit terbuka.

"Ke mana? Ngapain?" tanyanya beruntun.

"Ada hal yang harus lo tahu."

Menghela napasnya singkat, Aika mengambil tas selempangnya, memungut earphone dan bergegas menyusul Darja yang mulai beranjak. Ia hanya mengikuti langkah Darja, tidak memiliki bayangan tentang kemana Darja akan membawanya. Lagi pula, Darja tidak akan berani macam-macam, kalau sampai Darja berani macam-macam dengannya, ia memiliki jurus beladiri yang dipelajarinya sewaktu SMA yang bisa dipraktikkan untuk memukul Darja.

***

"Lo bisa pakai jaket di jok belakang. Sori, gue mandadak ngajaknya," kata Darja, sambil melempar pandangannya pada jaket berwarna abu-abu yang ia simpan di jok belakang mobilnya.

Aika meraih jaket itu sewaktu tahu, mobil Darja mengarah ke daerah Bogor. Dahinya berkerut-kerut, diliputi rasa penasaran, kenapa Darja membawanya ke Bogor.

"Ngapain ke Bogor? Lo nggak mau nyulik gue kan?"

"Lo kalau dijual nggak laku, gue nggak ada minat buat nyulik lo."

"Sialan lo, Bangsat."

Aika menatap Darja dengan sebal. Darja itu jarang mengucapkan kalimat panjang, sekalinya melakukan, kata-kata kurang ajar yang dikeluarkan. Tidak ada yang lebih menyebalkan daripada cowok bermulut sadis seperti Darja. Bersama Darja, membuatnya lebih sering mengumpat, bayangkan kalau mama papanya tahu, bisa jadi sate dirinya.

Aika memilih tidur daripada harus meladeni Darja yang seperti patung hidup. Cewek itu memakai jaket Darja untuk menutupi tubuh bagian depan tanpa mengenakannya. Alunan lagu Ronan Keating dan Boyzone memenuhi indra pendengarannya. Ia baru tahu, kalau Darja penyuka musik-musik lawas seperti ini. Mungkin ia juga penyuka NKOTB, BSB, A1, Blue, Westlife. Ternyata, cowok sekaku Darja bisa juga mendengarkan musik mellow.

RepeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang