Wewangian alami dari rempah-rempah tercium oleh hidung kecil pria Park itu, membuatnya terbangun perlahan lalu menggerakkan tubuhnya yang kaku. Ia membuka kelopak matanya pelan, rasanya sangat berat karena Jimin susah tidur semalam. Kondisi dan situasi yang baru membuat Jimin susah tidur. Ah, dia jadi rindu kamar nuansa putih tulangnya.
Jimin segera menuju kamar mandi dan menyikat giginya. Ia kelupaan menyikatnya semalam setelah habis memakan dua ramen berukuran besar.
"A-aww" ringis Jimin. Ujung sikat giginya tak sengaja mengenai rahangnya dengan keras, perlahan cairan kental berwarna merah merembas keluar.
"Sial" bisik Jimin disela-sela ia menyikat gigi. Jimin segera mempercepat kegiatan membersihkan giginya lalu menatap bekas luka di gusi sebelah kiri. Darahnya bergumpal disatu titik.
Tanpa memedulikannya, lagian tidak sakit, Jimin mencuci mukanya. Setelah mengecek penampilannya sekali lagi, akhirnya Jimin keluar dan menuju dapur. Ia dapat melihat Yoongi yang membelakanginya, pria bersurai hitam itu tidak menggunakan celemek untuk menutupi baju tidurnya, padahal jelas-jelas ada celemek hitam polos dengan kantong dibagian perut tergantung disisi kiri tubuhnya.
"Masak apa?" Tanya Jimin. Ia mengambil celemek yang tergantung itu dan memakainya. Padahal ia tak mau masak, ia hanya ingin memerhatikan cara Yoongi memasak disertai ketakutan baju yang ia pakai akan kotor.
"Kau tidak perlu memakai pelindung baju itu kalau jarakmu segitu lebarnya kesini" sindir Yoongi. Ia sempat melirik Jimin kesusahan mengikat tali pada celemeknya.
Mendengus kesal, Jimin mendekati Yoongi. Dari penampilannya, Min Yoongi terlihat berpengalaman dalam bidang masak-memasak, tidak seperti Jimin yang sekarang sedang asik memerhatikan cara Yoongi memegang spatula. Urat-urat agak menonjol dari balik kulit putih itu, apalagi ketika mengaduk nasi goreng kimchi yang lumayan banyak itu.
"Kau bisa masak rupanya" ucap Jimin pelan, entah sadar atau tidak karena setelah mengatakannya Jimin mengalihkan atensinya pada lada, garam, dan seperkawanannya yang seperti menatapnya bingung.
"Kau belum pernah memakan masakanku, bocah pink?"
B-bocah pink? Panggilan macam apa itu!
"Jangan panggil aku bocah!" Gemas Jimin. Ia bahkan tak sengaja menginjak kaki Yoongi keras, sehingga Yoongi meringis kesal lalu mematikan kompor.
Tubuh Yoongi tepat berhadapan dengan Jimin, jarak mereka cukup dekat saat ini. Jimin agak kaget ketika Yoongi langsung mematikan kompor padahal nasi goreng kimchi yang ia masak belum selesai.
"Kau, sialan" bisik Yoongi lalu menarik kerah baju Jimin, membuat pria yang agak berisi itu tertarik mendekatinya.
Tentu saja saat ini Jimin ketakutan. Ia ingat betul saat kecil Yoongi sering mengejek dan memukulnya, meski itu sudah beberapa tahun yang lalu.
"Aku sudah coba sabar..." bisik Yoongi tepat didepan daun telinga Jimin. Ia sudah melonggarkan tarikan pada kerah baju Jimin, namun Jimin tak kuasa melepas genggaman itu dan langsung pergi dari tempat ini. Kakinya seperti jeli karena suara berat Yoongi menggelitik rambut halus disekitar daun telinganya.
"K-kau mau apa, Yo-yoongi?" Tanya Jimin pelan. Suaranya sudah bergetar dan lemah, ia tak pernah di intimidasi seperti ini.
"Ah, masih berani panggil namaku?" Yoongi menatap Jimin sebentar, memberi seringaian yang terlihat seksi lalu melepas genggamannya pada kerah Jimin.
Jimin terkesiap melihat Yoongi merapikan kerah bajunya yang tampak kusut lalu kembali menghidupkan kompor.
"Ganti warna rambutmu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Count Me In (yoonmin)✔
Fanfiction[COMPLETED] Min Yoongi, pria idealis yang berkecimpung di dunia pernovelan. Menjadi novelis terkenal dengan mengangkat genre roman. Pergi ke Amerika hanya untuk menyelesaikan epilog dari novel bestseller-nya. Dengan mengajak Park Jimin, tentunya.