Jimin dan Hoseok sangat kelelahan.
Bagaimana tidak? Intensitas latihan mereka ditambah, belum lagi pelatihnya memberi koreografi baru dimana Jimin harus melompat diatas tubuh Hoseok sambil melakukan split. Jimin bisa saja tiba-tiba melakukan split dari posisi berdiri dan kembali lagi ke posisi awalnya dalam sepersekian detik. Tetapi ia tidak pernah melakukan split saat melompat. Tentu saja hal itu membuat keringat membanjiri tubuhnya karena harus latihan berulang-ulang.
"Ah, kakimu masih harus lebih lebar Jimin!" Perintah sang pelatih. Jimin mengangguk lalu kembali mencoba berlari sebelum berlompat sambil melakukan split. Bukannya makin lebar, Jimin semakin sulit mengangkangkan kakinya.
"Maaf, PD-nim. Akan saya ulangi"
Pelatih hanya mengangguk. "Saya harap kau bisa melakukannya Park Jimin. Anggap ini sebagai special stage kalian. Dan jangan dipaksakan, kau harus istirahat dulu" pelatih pun menepuk pundak Jimin dua kali. Tiba-tiba deringan ponselnya terdengar sehingga ia permisi kepada kedua murid latihnya.
"Hoseok-hyung, maaf karena aku tidak sopan melompatimu"
Sedaritadi itulah yang ada di pikiran Jimin. Ia merasa bersalah pada senior yang sudah ia anggap sebagai kakak kandungnya sendiri. Hoseok yang sedang mengelap keringatnya dengan handuk kecil malah tertawa.
"Aku tidak masalah, Jiminie! Memangnya kau bisa menggantikan posisiku?"
Jimin menggelengkan kepalanya dengan cepat. Hell, mana mungkin ia bisa seekstrim koreografi yang akan Hoseok tampilkan? Tiba-tiba tubuhnya menjadi kaku seperti robot lalu melipat kakinya dan terjatuh tiba-tiba kebelakang. Jimin sulit mengekspresikan dirinya ketika melihat gaya tarian Hoseok. Ia hanya sangat terpukau.
"Nah, makanya! Kita sama-sama untung" ucap Hoseok lalu mengacak rambut oranye Jimin.
Hoseok berpikir sebentar melihat wajah polos Jimin.
"Jiminie. Ayo kita ganti warna rambut"
"Apa?!"
***
Pria itu menyesap kopi ketiganya hari ini. Kedua tangannya ia gunakan untuk bertopang dagu dan mengetuk-ngetuk pinggiran laptopnya.
Senyum yang lebih cocok untuk disebut seringaian tiba-tiba menghiasi wajahnya.
"Dia pasti akan sangat kesal" gumamnya lalu tertawa ketika ide yang agak liar itu mengelilingi otaknya.
Tanpa tergesa-gesa, ia kembali menekan tombol pada keyboard. Ia menikmati menulis adegan akhir ceritanya itu.
***
Hari kian berganti. Bahkan sudah tahun 2019.
Bahkan sudah tanggal 7 Januari, namun Jimin dan Yoongi tidak terlihat sedang merindukan satu sama lain. Mungkin karena mereka tetap bertukar pesan dan sesekali melakukan video call. Namun tidak mengunjungi satu sama lain.
Bukannya apa--mereka sama-sama sibuk. Jimin dengan pertandingannya yang akan dilaksanakan beberapa hari lagi, seminggu lebih. Ia sudah dapat melakukan split dengan sempurna ketika melompati Hoseok. Bahkan diet yang ia lakukan berhasil.
Serta Yoongi yang sibuk dengan novelnya.
Naskah yang ia kirimkan barusan ke redaksi disambut dengan baik oleh penerbitnya. Bahkan ia menepuk-nepuk pundak Yoongi dengan sangat keras ketika selesai membaca naskah itu. Tak cukup hanya menepuk pundaknya, ia bahkan memeluk tubuh kurus Yoongi. Tak cukup hanya memeluk, ia bahkan mencium pipi kiri dan kanan Yoongi. Sehingga Yoongi segera mengambil jarak oleh pria itu. Ia masih dapat merasakan gelenyar aneh karena disentuh bibir gemuk yang kehitaman akibat keseringan menghisap rokok di kedua pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Count Me In (yoonmin)✔
Fanfiction[COMPLETED] Min Yoongi, pria idealis yang berkecimpung di dunia pernovelan. Menjadi novelis terkenal dengan mengangkat genre roman. Pergi ke Amerika hanya untuk menyelesaikan epilog dari novel bestseller-nya. Dengan mengajak Park Jimin, tentunya.