Matahari sudah muncul sejak lima jam yang lalu. Namun rumah keluarga Min nampak masih sepi, kecuali suara burung berkicau di dekat pekarangan bunga; dan suara gaduh yang tiba tiba terdengar dari kamar yang di cat warna putih itu.
Jimin segera mengelus pantat serta punggungnya yang mendarat sempurna ke lantai. Ia belum pernah jatuh dari tempat tidur sebelumnya.
"Pasti dirumah ini ada hantunya, masa aku bisa jatuh dari kasur" gumam Jimin tak karuan. Rasa kantuknya sudah hilang. Jimin merasa hari ini akan menjadi hari yang buruk. Ia sehera ke kamar mandi dan membasuh wajahnya. Setelah itu ia keluar kamar.
Bertepatan sekali dengan Yoongi yang baru melewati kamarnya. Yoongi melihatnya, dan Jimin segera memberi senyum.
Namun Yoongi segera berlalu dan menuruni tangga, tidak mengucapkan selamat pagi ataupum membalas senyum Jimin.
Jimin langsung masuk kembali ke kamar. Ia terduduk di kursi yang berada didepan komputer yang sudah berdebu.
"Kenapa lagi dia?" Jimin jadi serba salah. Baru kemarin Yoongi kembali dari Amerika. Baru kemarin Yoongi mengirim musik aransemennya sendiri. Baru kemarin ia berlaku seperti anak kecil hingga memanggil dirinya sendiri dengan Hyung.
"Ah, aku mau pergi saja!" Putus Jimin. Ia segera menelepon Hoseok, sebenarnya hari ini tidak ada latihan. Namun hanya itu satu-satunya cara agar bisa pergi dengan alasan yang jelas.
Setelah deringan ketiga, Hoseok menjawab telepon Jimin. Ia baru saja bangun, jelas karena suara seraknya saat mengucapkan 'halo'.
Mereka berbincang tak lebih dari semenit, karena setelah Jimin mengajaknya latihan, Hoseok segera mengiyakan dan sambungan telepon pun terputus.
Jimin kembali ke kamar mandi, melihat pantulan wajahnya di cermin sebelum keluar dan turun ke lantai satu. Ia mencium wangi telur dari dapur, diikuti suara dua wanita yang tertawa. Sudah pasti ibu Jimin dan ibu Yoongi. Mereka terlihat akrab sekali, padahal mulai berkenalan saat menjadi partner kerja. Beda sekali dengan anak mereka yang sudah saling mengenal sejak kecil, tapi tak bisa akur.
***
"Hyung antar"
Jimin menoleh ke sampingnya. Ia menemukan Yoongi yang berpakaian rapi. Rambutnya bahkan diberi minyak agar bentuknya tidak rusak. Ia seperti seorang direktur dari perusahaan asing ternama.
"Wah, Yoongi tampan sekali. Mau kemana?" Tanya Ibu Jimin yang baru keluar dengan membawa secangkir teh hijau. Ia duduk didepan rumah lalu menaruh tehnya di meja.
"Ada acara tanda tangan di perpustakaan kota, Tante. Pas sekali Jimin mau pergi, tapi dia tidak mau diantar" ucap Yoongi.
Jimin sudah tahu apa yang akan terjadi. Pasti ibunya akan memarahinya dan menyuruhnya bersyukur karena diantar oleh si super sibuk Yoongi. Lagipula, ia sebelumnya tidak ada mengatakan tidak, meski ia hendak mengatakan itu tadinya.
"Jimin kenapa tidak sopan? Padahal Yoongi mau pergi juga, tapi dia mau antarin. Hemat juga dan...." Jimin sudah tidak mendengar kata-kata dari ibunya yang cerewet itu. Sebenarnya anaknya Jimin atau Yoongi sih?
"Tante, kami pergi dulu ya" ucap Yoongi. Ia bahkan memotong ucapan ibu Jimin. Tapi ibu Jimin tidak marah. Setelah mengucapkan salam, Yoongi dan Jimin berjalan ke arah mobil Yoongi. Dan mobil itupun melesat meninggalkan rumah.
Jimin sendiri hanya sibuk melihat ponsel, lalu ke jalan, memikirkan betapa ramainya toko kue baru yang sedang memberi diskon disamping kanannya ketika sedang lampu merah, dan kembali melihat ke ponselnya. Jimin membenci kediaman, sehingga ia menghidupkan radio. Bertepatan dengan Yoongi yang bertanya, "Bukannya libur?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Count Me In (yoonmin)✔
Fanfiction[COMPLETED] Min Yoongi, pria idealis yang berkecimpung di dunia pernovelan. Menjadi novelis terkenal dengan mengangkat genre roman. Pergi ke Amerika hanya untuk menyelesaikan epilog dari novel bestseller-nya. Dengan mengajak Park Jimin, tentunya.