"Yoongi?"
"Bukan. Ini Bapa Louis William Suga Adams"
Yoongi cepat sehat. Tidak seperti yang Jimin duga. Ia kira sedikitnya ada empat hari hingga pria dingin itu kembali bugar seperti biasanya. Mungkin karena sup buatan Jimin. Memikirkannya Jimin jadi senang. Mungkin ia cocok bekerja di bidang kesehatan, meski ia berkuliah di jurusan seni tari.
Tapi Jimin tidak tahu kalau Yoongi sesehat itu sampai tiba-tiba membuat lelucon padanya dipagi hari. Tambahan, Jimin lumayan kaget karena Yoongi mengingat nama lengkap seorang pendeta yang membaptis mereka saat kecil di gereja.
Maksud Jimin, itu sudah lama sekali. Mereka dibaptis saat berusia dua bulan, dan orang dibalik peristiwa mereka dibaptis bersamaan adalah orang tuanya, tepatnya ibu mereka berdua. Sebenarnya Bapa Adams juga menjadi pendeta di gereja mereka saat SMA sebelum beliau pindah ke Daegu, tetapi Jimin tidak benar-benar ingat nama lengkap pendeta itu.
"Leluconmu membangkitkan semangatku. Terimakasih" ucap Jimin dengan nada sarkastik. Ia kemudian berjalan kearah Yoongi yang sedang memasak nasi goreng kimchi.
Ingin rasanya Jimin memaki Yoongi yang terlalu sering memasak makanan berlemak dengan kalori yang tinggi itu. Tapi Jimin juga tidak dapat menahan selera jika sudah menghirup wangi masakan itu, apalagi kalau sidah menyuapkan sesendok penuh makanan itu kedalam mulutnya.
"Besok kau mau kari?" tanya Yoongi. Atensinya tetap berada pada nasi goreng kimchi yang warnanya sudah berubah menjadi keemasan. Jimin segera mengangguk. Sudah lama sekali lidahnya tidak mengecap kari.
"Oke" sahut Yoongi. Ia mulai memikirkan bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kari yang enak. Untungnya bahan-bahan tersebut masih ada di refrigator.
Seperti biasa, same old routine. Mereka sarapan bersama. Berbincang sedikit meski akan saling membentak di akhir perbincangan. Mencuci piring masing-masing atau Jimin akan mencuci kedua piring itu kalau Yoongi yang lebih dahulu selesai menghabiskan makanannya.
Lalu mereka akan berpisah untuk melanjutkan kegiatan masing-masing. Yoongi dengan laptopnya, dan Jimin yang kalau tidak menonton, bermain ponsel di kamarnya.
***
"Aku butuh bantuan lagi" ucap Yoongi yang tiba-tiba memasuki kamar tidur Jimin. Ia berpakaian kasual, kaus putih dengan lengan panjang berwarna hitam dan celana jeans yang robek dibagian lututnya. Jimin sempat bingung ketika melihat gaya pakaian Yoongi yang ia rasa tidak menggambarkan profesi pria itu. Jimin malah berpikir kalau orang lain melihat pakaian Yoongi, mereka akan mengira kalau Yoongi adalah member dari sebuah boyband terkenal di Korea.
"Bantuan apa?" tanya Jimin. Ia sedang dalam posisi terbaiknya. Entah kenapa sinyal internetnya lancar, makanya Jimin mau menggunakan waktu yang jarang ia dapatkan ini untuk bermain game online. Ia juga sedang berada dibawa selimut tebal yang menghangatkan tubuhnya saat ini. Memang cuaca hari ini sedang dingin karena mendekati bulan Desember.
"Kau ingat kalau aku mau merevisi adegan ketika Taeri menabrak seseorang di museum? Jadi aku harus ke museum"
"Oh, kau mau ke museum? Hati-hati" jawab Jimin lalu menatap layar ponselnya. Ia sedang memikirkan strategi yang harus ia gunakan untuk mengalahkan lawannya pada game sepak bola di ponselnya.
"Kau harus ikut Jiminie"
Hah, Jiminie lagi. Jimin rasa Yoongi malah semakin senang memanggilnya Jiminie, padahal ia sudah memperingatkan untuk memanggilnya Jimin saja. Dan siapa pria pucat yang seenaknya menyuruhnya menemaninya?
Jimin segera menjeda game yang ia mainkan, hendak menolak tetapi ia baru ingat kalau Yoongi masih baru sembuh.
"Baiklah. Kalau kau mengajakku ke taman hiburan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Count Me In (yoonmin)✔
Fanfiction[COMPLETED] Min Yoongi, pria idealis yang berkecimpung di dunia pernovelan. Menjadi novelis terkenal dengan mengangkat genre roman. Pergi ke Amerika hanya untuk menyelesaikan epilog dari novel bestseller-nya. Dengan mengajak Park Jimin, tentunya.