Semua terjadi secepat kilat.
Mempratikkan salah satu plot di novel Yoongi.
Dan, tentunya isinys berbeda dengan fantasi Park Jimin.
Kemudian kelelahan.
Menyempatkan diri ke mini market.
Membeli makanan cepat saji, cemilan, soft drink, air putih, dan sebagainya.
Tiba di rumah jam sembilan lewat beberapa menit.
Yoongi yang langsung ambruk ke kamar tidur Jimin.
Ups. Bukan kamar tidur milik Jimin, sih, sebenarnya.
Dan alasan Yoongi ambruk bukan hanya kelelahan dengan aktivitas hari ini.
Sebenarnya, dia demam.
Dan Jimin baru menyadarinya ketika meletakkan telapak tangannya di dahi Yoongi.
"Sial, pria berbentuk seperti dia bisa sakit juga ya" gumam Jimin. Sebenarnya Jimin tidak terlalu terkejut. Pria Min yang dingin dihadapannya ini kerap memangkas waktu tidurnya untuk menyelesaikan novel romannya.
"Hei, Yoongi" panggil Jimin, menggerak-gerakkan lengan Yoongi yang terbungkus jaket kulit yang seharian ia kenakan. Reaksi Yoongi tidak ada. Sepertinya ia sudah tertidur, atau terlalu malas meladeni Jimin.
"Kau butuh obat?" Tanya Jimin.
"Atau kompres? Tanya Jimin lagi. Sayangnya yang ia temukan hanya helaian nafas berat khas orang sakit.
"Baiklah, kau butuh kompres sepertinya. Lagian disini tidak ada obat" ucap Jimin lebih ke dirinya sendiri karena Yoongi tidak kunjung merespon.
Jimin segera pergi ke dapur. Ia mengisi mangkuk dengan pentilan warna merah dikedua sisinya dengan air hingga seperempat dari mangkuk itu terisi lalu memasukkannya kedalam kulkas. Ia kembali lagi ke kamar dan melihat posisi Yoongi yang tidak berubah.
Ia kembali mengingat ke kejadian dimana ia demam.
Ia ingat sekali Taehyung membuka bajunya lalu membungkusnya dengan selimut. Kemudian Taehyung memeluknya.
"Pelukan adalah obat terbaik" Jimin melafalkan apa yang Taehyung ucapkan padanya. Kala itu Taehyung susah memeluknya karena ia membungkus tubuh Jimin dengan dua lapis selimut, satu tebal dan yang satunya tipis.
"Ma-masa aku memeluknya?" Gumam Jimin. Ia mengitari ranjang itu. Melihat posisi seperti apa yang dapat ia lakukan ketika memeluk Yoongi. Ia takut tangannya pegal dan takbisa tidur sambil memeluk guling berukuran besar bernama Yoongi.
Satu tangan mencoba melepas jaket yang Yoongi kenakan.
Gagal.
Gagal.
Gagal.
Jimin berhenti mencoba setelahnya.
Sekarang dengan sangat pelan dan hati-hati, Jimin seperti bayi yang baru belajar merangkak ketika menaiki ranjang itu. Ia berharap tidak ada bunyi decitan yang terdengar yang bisa membangunkan Yoongi.
"Aish. Mau apa kau?!"
Yoongi sudah terbangun walau nyawanya belum terkumpul semua. Ia melihat Jimin yang menatapnya ketakutan.
Ya, siapa manusia yang tidak takut ketika mendengar suara bentakan Yoongi? Apalagi sekarang Yoongi sedang sakit, dan suaranya semakin terdengar berat.
Jimin berhenti dari kegiatannya. Ia menatap Yoongi takut.
"Mau buka bajumu" ucap Jimin polos.
Kalimat itu terdengar salah di telinga Yoongi.
"Buat apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Count Me In (yoonmin)✔
Fanfiction[COMPLETED] Min Yoongi, pria idealis yang berkecimpung di dunia pernovelan. Menjadi novelis terkenal dengan mengangkat genre roman. Pergi ke Amerika hanya untuk menyelesaikan epilog dari novel bestseller-nya. Dengan mengajak Park Jimin, tentunya.