Sudah lewat jam sepuluh malam, gue dan Yuta menyudahi keikutsertaan kami dari keluarga yang masih mengobrol di dalam. Gue nganterin dia sampai depan rumah. Berhubung ada yang ingin gue obrolin sama Yuta.
Yuta itu selalu dengar keluh kesah gue, obrolan yang sifatnya gak penting aja dia simak dan responsif banget, bukan asal pasang telinga buat wadah 'sampah' aja. Gue orangnya terbuka ke Yuta dalam segala hal, well selain soal gebetan. Kalau ada yang ingin gue ceritakan, diskusikan, atau mengumpat sekalipun ya gue lontarkan gitu aja. Tanpa dia memancing atau mendesak, dengan senang hati gue akan bercerita.
Beda sama Yuta. Dia tipe yang bisa mengendalikan topik, mana yang harus diceritakan dan mana yang nggak perlu. Dia terbuka kalau gue terlanjur tahu dari orang lain atau kejadian tertentu yang menyangkut dirinya. Pernah merasa gak dipercaya. Cuman, gue berasumsi kalau dia juga punya privasi yang gak bisa dibagi ke gue. Toh, gak jarang dia juga minta bantuan gue buat memecahkan masalah kalau sudah merasa buntu.
Untuk malam ini, gue akan mengesampingkan rasa toleran dan ingin Yuta terbuka sama gue tentang beberapa hal. Akhir-akhir ini gue terlalu sering menemukan kejanggalan-kejanggalan atas kejadian yang menimpa gue. Semua ada kaitannya dengan Yuta.
"Yuta." Gue menarik lengan kemejanya.
"Hm?"
"Menurut lo gue itu orangnya gimana?"
Yuta berbalik sambil menyahuti. "Gimana, apanya?"
"Gue tipe orang yang bisa dipercaya gak sih?"
Yuta menyatukan alisnya, bingung. "Kenapa tiba-tiba tanya kayak gitu?"
"Jawab aja sih!"
"Percaya dalam hal apa?"
"Em, menjaga rahasia, tempat buat nampung cerita, mungkin."
Yuta sempat terdiam heran, namun gue balas tatapan penuh harap.
"Bisa." jawab dia singkat dan kurang memuaskan.
"Nggak bisa lebih panjang dikit jawabannya?"
"Ini udah malem. Lihat, bintang aja udah gak bersinar, ngantuk pada merem, tidur. Lo mau ditemenin jangkrik?"
Gue melepaskan lengan kemejanya kasar. "Gak mau cerita tentang Taeyong ke gue ?" senyum Yuta pudar. Kelihatannya dia terkejut dengan pertanyaan gue yang tiba-tiba ini.
"Alasan lo berantem sama Taeyong dan putusnya lo dengan Sana, apa itu ada hubungannya sama gue?"
Yuta semakin mengatupkan bibir seolah masih enggan buat menjawab.
"Gue akan terus menahan lo disini sampai-"
"Jawabannya sama kayak sebelumnya."
"Sebelumnya? Lo baru buka mulut sekarang, sebelumnya kan ngeles."
Pletak
"Awh," ringisku ketika ia menyentil kening gue pelan.
"Sopan dikit kalo ngomong sama tunangan sendiri."
"What?"
"Sekarang kan gue udah merangkap jadi tunangan lo, di samping sahabat."
"Ya, ya terserah. Tapi gausah ngalihin topik juga."
Yuta menghela napas panjang sambil memutar matanya malas. Di balik keangkuhan wajah khas seorang Nakamoto Yuta, dia masih terus menggerakan kaki, tidak mau diam. Meskipun gayanya tampak santai dengan dua tangan dimasukan kedalam saku celana, tapi gue rasa dia gak nyaman dengan topik ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHISPER - {Nakamoto Yuta}
RomansaNggak ada perasaan cinta, Tapi gue maksa dia buat jadi calon suami. @03-08-2018