"Peka atau pura-pura gak peka?" todongnya lagi saat gue hanya berdiam atas pertanyaannya.
"Gue cuman gak mau geer."
"Apa salahnya geer dengan status kita sekarang?" serangnya lagi.
Gue menghela napas kecil, "Ya kali ini hanya status sementara yang bisa berubah suatu hari nanti. Saat lo, udah dapat orang yang tepat mungkin." jelas gue.
Ya benar. Lagipula kan gue hanya minta tolong dia agar terhindar dari perjodohan. Pemikiran dia akan meninggalkan gue suatu hari, selalu ada.
Meskipun nyaman dengan dia yang menjadi tunangan gue, damai saat dia selalu ada buat gue, rasa cemburu yang kadang muncul ketika dia dengan yang lain, di balik semua itu ada satu hal bahwa sebenarnya gue tinggal menunggu.. Menunggu dia melepas gue lebih dulu.
"Bener, ini cuman status sementara dan akan berubah saat gue menemukan orang yang tepat." Sahut Yuta memecah keheningan. Gue menoleh padanya mencari tahu maksud dari perkataan itu. Perasaan khawatir tiba-tiba saja menyeruak.
"Lo orangnya. Status tunangan itu juga akan berubah menjadi menikah." seulas senyum tercetak di sudut bibir, bersamaan dengan selesainya dia mengucap kalimat yang bikin gue tertegun.
"Gue gak menganggap apa yang telah kita jalani ini sebuah permainan, La. Gue serius. Bukan semata-mata untuk bantu lo. Lo harusnya tahu sejak awal." Yuta menyentil telinga gue gemas,
"Tapi lo pernah baper sama gue?" Lagi. Pertanyaan tiba-tiba itu meluncur dangan mulusnya dari bibir si atuy.
"Lo pikir sendiri deh!"
"Hey. Pasangan itu gak boleh gengsi-gengsian." Sambil nyengir menyebalkan dia menyenggol-senggolkan lengannya di bahu gue. Kalo ini tangan gak pegang erat pinggiran gazebo, bisa jatoh deh gue.
"Iya iya gue baper."
"Haha"
Mendengar tawa gelinya gue ikut ketawa. Yaa gimana? Gue juga geli sendiri sih. Bodo amat deh ya.
Siang itu akhirnya gue habiskan dengan obrolan saling terbuka satu sama lain dengan Yuta. Sampai pada rencana kita berikutnya untuk memberitahu Kak Hans soal hubungan ini.
Gue sempet khawatir saat Yuta bicara Kak Hans terus menceritakan gue. Satu sisi gue takut memberikan harap pada Kak Hans jika gue terus diam. Satu sisi gue masih gak yakin Kak Hans punya rasa sama gue. Ck.
___
Sudah sejam berlalu, Yuta gak memberikan kabar soal aksinya memberitahu Kak Hans tentang hubungan kita.
Sedang gue, udah kayak setrikaan. mondar-mandir di dalam kamar nunggu informasi.
Padahal gue harusnya biasa aja kan ya? Tapi gak bisa. Peristiwa gue pernah menyatakan perasaan ke Kak Hans terus terngiang. Kalo dia mikir macem-macem soal gue gimana? Di kira cewek gak berpendirian? Cewe baperan? Gampang naksir orang? Suka main-main? Playg...
Drtt drttt
Ponsel di tangan gue bergetar. Telpon masuk dari orang yang gue tunggu-tunggu.
"Gimana?"
"Santai bisa kali. Kaget nih gue!"
Gue berdecak, "Ya habisnya lo lama banget, sejam nih nunggu."
"Dikira ini masalah gampang, gue juga butuh mempersiapkan diri secara dia sepupu gue."
"Iya iya iya, gak usah ngegas."
"Jadi mau denger hasilnya ga?"
"Daritadi gue nunggu telpon lo ya mau denger hasil, Atuyyy!!!! Astaga!"
"Eh, sebutan macem apa itu jelek banget! Gak, jangan sebut gue dengan nama itu lagi!"
Dia kesel permisah. Moody-an nya kambuh.
"Ya udah, bisa dimulai ceritanya?" tanya gue dengan nada le.bih. ha.lus
"Sayang.."
"Hah?" Ini kok tidak nyambung yah.
"Panggil sayang. Gak papa. Daripada tadi, jelek."
"Mohon maaf, ini tujuan telpon itu bahas apa ya? Kenapa kontennya jadi kemana-mana?" Gue menggosok wajah kasar, masalahnya hati masih belum tenang kalo belum dengar hasil Yuta bicara dengan Kak Hans.
"Gue baru mau jelasin kalo..."
"Yuta sayang.... jadi hasilnya bagaimana tadi, hm?"
"Kok gak tulus gitu ngomongnya. Pake perasaan."
Tutup jangan? Jangan. Tar gak bisa tidur karena terus kepikiran. Cara ampuh adalah bersabar. Emang ini orang nyebelinnya makin super.
"Sa.."
"Ya udah ya udah gak usah. Gue gak mau maksa." ujarnya mengalah.
Laaaaaabil emang!
"Jadi gimana?"
"Lancar."
"Ceritain."
"Tenang aja, gue gak sampe adu jotos ama dia kok."
"Alay."
"Beneran, malah dia minta maaf."
"Minta maaf?"
"Hm, ngerasa salah ke lo dengan gak memberi jawaban. Katanya sih gitu."
"Ooo."
"Niatnya kembali ini. Mau nembak lo langsung."
Jantung gue... deg degan.
"Tapi gue terlanjur membuka soal status kita. Jadi dia batalin niatnya."
"Duhh.."
"Kok ngaduh?"
"Kasian aja, Yut."
"Gak papa biar jadi pelajaran juga buatnya. Kalo ada rasa gak usah sok ditunda-tunda buat diungkapin, keburu diambil orang kan."
"Astaga Yuta.." keluh gue.
"Kenapa si? Ah iya, dia juga bilang buat cepet nikahan. Tunangan itu jangan lama-lama. Gitu."
"Akal-akalan lo ya? Masa dia bilang gitu." Gak percaya gue, palingan idenya.
"Mau gue klarifikasi ke orangnya sekarang?"
"Gausah gausah! Iya iya gue percaya."
"Ya udah."
Seperkian detik hening.
"Kapan lo siap?"
"Siap apa?"
"Gue nikahi."
"Wh-what?"
"Jawab aja."
Kok gue tiba-tiba blank. Gak tahu harus jawab gimana, belum kepikiran sampe situ. :(
"Kalau emang lo udah siap buat nikah muda, selepas lulus gue mau mengubah status kita."
Ini Yuta bukan sih? Cuman pikiran ini yang ada di kepala gue masa?
"Yes or No?"
___
Hello again! Maap lama sekali tak update cerita ini. Semoga masih ingat dan menghibur yaa, 😅 See yaa^^
KAMU SEDANG MEMBACA
WHISPER - {Nakamoto Yuta}
RomanceNggak ada perasaan cinta, Tapi gue maksa dia buat jadi calon suami. @03-08-2018