Hari ini akan menjadi hari paling sakral semasa hidup gue, dimana gue akan menikah dengan temen masa kecil gue sendiri. Ya, siapa lagi kalau bukan Nakamoto Yuta. Yaps. Kita sekarang udah jadi mahasiswa di kampus yang sama. Sesuai kesepakatan pernikahan diadakan ketika usia gue menginjak 19 tahun.
Masih gak percaya.
Berawal dari gue yang mau dijodohkan, lalu kabur ke rumah Yuta dan minta dia untuk menjadi tunangan gue. Tanpa pikir panjang dia pun mengiyakan kemudian kita menjalani kehidupan sebagai pasangan yang udah bertunangan.
Gue yang gak pernah cemburu selama berteman dengan Yuta. Tapi, ketika sudah bertunangan gue sempat cemburu ke dia. Hubungan kita yang baik-baik aja tanpa masalah waktu berteman, jadi mulai bermunculan masalah-masalah yang bisa memicu konflik setelah bertunangan. Wajar aja, karena gua masih butuh bantuan Yuta sebagai tunangan. Gue gak mau Yuta menjalin hubungan sama orang lain dulu sebelum urusan sama gue selesai. Pikir gue waktu itu.
Dan tidak pernah menyangka akan tibanya hari ini. Gue kira dia cuman jadi penyelemat sementara dari tradisi perjodohan yang gue alami. Setelah itu selesai.
Ternyata takdir berhendak lain. Takdir sepertinya tahu kalau gue bukan orang yang mudah jatuh cinta, terlalu malas untuk menjalin hubungan dengan cowok tidak di kenal apalagi harus melewati masa-masa pendekatan yang ... sulit.
Bicara soal jatuh cinta. Entah sejak kapan gue jatuh cinta sama oknum bernama Nakamoto Yuta. Terakhir gue cinta buta sama Kak Hans. Ups, tidak perlu dibahas itu masa lalu.
"Kenapa senyam-senyum?" Tanya seseorang yang tiba-tiba masuk dengan setelah tuxedo hitam. Gagah sekali. Yuta kelihatan lebih dewasa dan ... kharismanya begitu kuat.
"Gak papa." Jawabku asal. Mataku masih enggan lepas dari penampilannya. Yuta sangat berbeda. Rambutnya sedikit dipangkas rapih. Kalau pakai tuxedo begini, ketampanannya bertambah seribu kali lipat. Sungguh.
"Apa-apa lah. Senyum kalo ada sebabnya wajar. Yang gak wajah malah kalau senyum tanpa sebab." Dia sudah berdiri di hadapanku, dengan satu tangannya berada di dalam saku celana. Benar-benar membuatku ekstra menstabilkan rasa gugup yang tiba-tiba muncul.
"Peka dong, artinya aku gak mau ngasih tahu kamu." Aku mendorongnya dengan telunjukku. Tiba-tiba saja ruangan yang cukup luas ini terasa pengap seperti kehilangan sirkulasi udara.
"Jangan ada rahasia di antara kita. Status kita lain sekarang. Rahasia bisa jadi boomerang dalam hubungan. Masa gitu aja gak tahu sih."
"Gak gitu juga kali. Ada hal-hal yang memang hanya aku yang boleh tahu." Balasku tak mau kalah.
"Ya terserah." Yuta akhirnya duduk bersandar di sofa namun kepalanya ia hadapkan padaku yang masih berdiri.
Astaga. Cara dia menatap itu loh, seperti ada percikan listrik yang keluar darisana dan siap menyengat tubuh ini.
"Gak capek apa? Sini duduk! Energinya dihemat-hemat, tamu kita banyak." Masih santai sambil melipat kakinya dia berbicara tanpa tahu apa yang sedang gue rasakan sekarang karena sikapnya. Iya, siapa lagi.
Tapi, yang dikatakannya benar juga. Atas saran Oma acara pernikahanku diadakan meriah sekalian. Katanya supaya gak perlu repot lagi memikirkan resepsi. Suka-suka Oma, kami menurut saja.
"Kamu capek ya?" tanyaku akhirnya. Bisa saja kan Yuta lagi bete makanya bikin rese.
"Nggak."
"Bohong. Ini aja keliatan males banget."
"Ya terus gue harus joget-joget gitu biar keliatan senengnya?"
"Tau ah. Capek ngomong sama kamu mah."
"Meskipun kelihatannya males gini, sebenarnya aku bahagia."
"Karena ... pernikahan ini?" Gak ingin geer sih, tapi penasaran juga.
"Karena jadi nikah sama kamu."
prang
bruk
derrr
Rasanya semua organ dalam tubuh berjatuhan dan menyebabkan bunyi yang berisik sekali. Apalagi tatapan Yuta ketika mengatakannya berhasil membuat gue semakin salah tingkah namun tidak bisa bergerak, sekadar mengalihkan padangan saja tidak bisa. Bukankah itu sangat menyiksa?
"Jangan menyiksaku, Yut."
"Ha?"
"Biasa aja natapnya, Yuta!!!" Gue menampar halus mukanya yang kebingungan. Maafkan, sudah tidak tahan dan butuh dilampiaskan.
"Aku biasa aja. Kamu yang gak biasa kali." Balasnya dengan smirk menyebalkan yang sekarang dia pamerkan padaku, nakal banget.
"Terus-terusan disini gak baik untuk kesehatan jantung. Keluar aja lah, biar bisa nafas. Sesek banget rasanya." Gumamku hendak keluar.
"Heh! Mau kemana? Aku ditinggal? Woi lah!" Teriak Yuta dari arah belakang.
__
Hilang sudah kewarasanku menulis part ini.
cek cek cek! Aku tahu sudah lama sekali cerita ini tidak dilanjutkan tapi semoga kalian masih mengingat dan membacanya lagi. Wkwkwk
Gimana? Setelah baca ini ada yang sama sepertiku? Sama-sama gak waras.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHISPER - {Nakamoto Yuta}
RomantikNggak ada perasaan cinta, Tapi gue maksa dia buat jadi calon suami. @03-08-2018