"Ati-ati pulangnya."
"Iya, makasih atas traktirannya."
Gue balas memicing kesal pada Winwin. Dia balas dengan kekehan kecil. Sehabis makan, Winwin menawarkan diri buat nganterin pulang. Padahal gue juga udah biasa pulang sendiri dan gak perlu lah diantar-antar. Cuman, dasarnya pemaksa tetep aja ngotot buat nganterin. Its okay. Winwin is win. Gue pulang dianter dia naik busway. Gak ada bedanya dengan gue pulang sendiri.
"Winwin?"
Gue dan Winwin menoleh kearah sumber suara.
Yuta
Dengan penampilan rapih dan rambut klimis, Yuta berjalan dari arah rumahnya menuju kami yang sedang berdiri di depan rumah gue.
"O, Yuta?" Winwin menyengir khas bocah lima tahun sambil melambai pada Yuta.
"Pulang bareng? Habis darimana emang?"
Winwin melirikku dengan alis dinaik-turunkan dan bibir menahan senyum.
"Biasa dia meras gue dengan embel-embel anak kos," asal gue menjawab, eh gak sepenuhnya asal sih memang kenyataan.
"Berdua aja?"
"Bertiga."
"Satunya siapa?"
"Setan."
Seketika tawa Winwin meledak hingga sepasang matanya yang sipit jadi tinggal segaris saja. Tawanya itu lebih diarahkan pada Yuta kalau melihat telunjuk yang mengacung ke sosok di sebelahnya sih. Saking terbahak, ia sampai memukul-mukul bahu Yuta beberapa kali. Sedangkan orang yang dipukul, sama sekali gak memperlihatkan reaksi apapun selain lempeng.
"Kalau jawab yang bener. Gue gak lagi bercanda."
"Iya-iya, kita cuman berdua phhp~" Winwin ikut bantu menjawab, meskipun masih harus menahan tawa. "Slow, kawan! Gue cuman minta makan aja kok," tambahnya setelah mampu mengendalikan diri. Matanya mengedip satu kemudian tersenyum lebar, Winwin berusaha meyakinkan.
"Trus lo ngapain masih di sini?"
"Ini mau pulang. Eh, lo datang. Masa gak gue sapa dulu, ntar dikata sombong."
"Yaudah sekarang lo bisa pulang, kan udah nyapanya."
"Iya iya, gue balik." Winwin menepuk bahu Yuta sekali sebelum pergi. Tak lupa ia lambaikan tangan ke gue, pamit.
"Hati-hati." Teriak Yuta saat Winwin sudah berjalan jauh.
Dengan lengan terlipat di dada, gue menggoda Yuta. "Telat. Harusnya pas dia pamit pulang tadi lo bilang hati-hati."
"Suka-suka gue."
Dih, sensi.
Mengabaikan sikapnya gue kembali bertanya, "Lo mau kemana, rapih gini?" Mata gue menelisik penampilan Yuta dari atas sampai bawah. Dia pakai kemeja putih yang dibalut sweater maroon dengan bawahan celana chino panjang berwarna hitam, layaknya orang akan berangkat kerja. Tapi, ini hari selasa. Bukan jadwal dia kerja.
"Kerja lah."
"Kok jutek sih. Kan gue tanya baik-baik."
Dia menghela napas. "Kerja, itung-itung latihan buat nyari nafkah." jawabnya lebih lembut.
"Mm. Hati-hati ya?"
"Sok manis, lu." Tiga jarinya menoyor kening gue.
"Gitu ya tanda terimakasih lo ke gue?" Senyum gue pudar, berganti kekesalan. Ya bayangin, kepala gue sampe kepentok pager kayu yang lagi dipakai buat sandaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHISPER - {Nakamoto Yuta}
RomanceNggak ada perasaan cinta, Tapi gue maksa dia buat jadi calon suami. @03-08-2018