Part 9- Posesif?

1.9K 261 33
                                    


Sedari tadi gue terus mengetuk-ketuk pulpen diatas buku, bosan. Pemandangan di luar jendela juga gak menarik. Dari pagi sampai siang hujan masih turun, cuman intensitas dan durasinya aja yang berubah-ubah.

Anak-anak kelas masih mengantri untuk bayar biaya ujian, sebagian ada yang ikut donor darah di aula. Yah, gue terlalu malas buat melangkah keluar kelas, sekalipun itu kantin yang isinya jajanan-jajanan enak. Gak tahu, mood gue lagi hancur.

Bangun pagi kesiangan.

Ditinggalin Yuta ke sekolah duluan.

Boro-boro sarapan, ngelirik meja makan aja nggak.

Sialnya lagi, gue lupa minta uang jajan.

Beruntungnya gue gak kelaparan, karena udah kenyang dengan semua peristiwa menyebalkan yang menimpa gue hari ini.

Bersyukur, gak telat masuk kelas meskipun harus kejar-kejaran dulu sama pak Jojo, satpam sekolah.

Drrt drtt

Gue melirik malas pada layar ponsel yang memberitahu satu chat masuk dari Yuta.

Gak ada balesan lagi dari dia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gak ada balesan lagi dari dia. Gue kembali menelungkupkan kepala di atas meja. Hancurnya mood gue ini melebihi cewe yang lagi PMS. Kayak orang gak punya gairah hidup.

Plukk

Buntelan kertas mengenai kepala gue.

Ganggu kenyamanan aja, kerjaan siapa sih?

"Eh, sorry. Sengaja."

Dengan wajah yang masih membrengut kesal, gue melihat Taeyong berdiri di dekat pintu, "Taeyong? Lo ngapain di sini?" Heran gue.

"Ikutan donor darah, kan terbuka untuk umum."

"Oh."

Taeyong yang awalnya berdiri di luar kelas, melangkah masuk ke dalam kelas dan duduk di depan meja gue. Dia menyengir lebar, menampilkan sederet gigi yang tersusun rapih. Mukanya tampak fresh tak seperti orang yang habis mendonorkan darah.

"Nih,"

Gue beringsut memundurkan badan. "Buat gue?" tanya gue memastikan kalau bingkisan berisi beberapa macam camilan, susu coklat dan roti milik Taeyong itu beneran dikasihkan ke gue.

"Wajah lo ngasih kode kalo dia butuh asupan makan."

"Kalo lo pingsan gimana? Ini kan jatah lo. Gue gak mau ya tanggung jawab." Iya, itu bingkisan yang biasa diberikan oleh tim PMI sebagai reward dan ucapan terimakasih untuk mereka yang sudah berpartisipasi mendonorkan darahnya.

"Dibandingkan gue, kondisi lo kayaknya lebih darurat dan mengkhawatirkan. Makan!" Taeyong kembali mendorong bingkisannya ke gue.

"Berlebihan! Gue fine, im okay, really fine."

"Iya, you're not fine now."

Ganteng-ganteng budek, maaf. Sok tau, keukeuh lagi. Terserah, gue gak mau buang-buang energi buat debat suatu hal yang gak penting ini.

"Tapi beneran gue gak lap-"

"Ehm."

Deheman keras seseorang membuat perkataan gue mengambang.

Seseorang itu berjalan masuk dengan satu tangan berada di dalam saku celana, satunya lagi membawa plastik kresek warna hitam yang kelihatan penuh. Sosok itu berjalan tegap kearah kami -gue dan Taeyong.

Yuta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yuta. Dia datang dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan. Kilatan mata semi bulat itu berubah menyeramkan pada satu titik objek. Gue merasa sedikit khawatir bercampur takut, mengingat hubungannya dengan Taeyong lagi kurang -eh, tidak begitu baik tepatnya.

"Ini, buat lo." Yuta menaruh plastik kresek itu ke atas meja gue. Jajanan yang diberikan Taeyong tadi, dia geser kembali ke pemiliknya.

Wah, ada susu beruang.

Mata gue berbinar seketika liat susu kaleng cap beruang ada diantara snack dan roti yang diberikan Yuta.

"Sorry, udah ninggalin lo buat berangkat duluan ke sekolah."

Kepala gue kembali mendongak kearah Yuta. melupakan sejenak susu beruang yang sudah melambai-lambai.

"Gak apa-apa, dan gak ada yang salah." Gue berusaha buat berpikir positif aja. Kalo gue membiarkan dia nunggu dan ikut-ikutan telat, gue juga yang merasa bersalah kan?

"Ini,"

"Uang? Buat?" tanya gue bingung saat Yuta memberikan uang 50.000 ke gue.

"Pulang sekolah gue mau ada perlu. Gak bisa pulang bareng lo. Tadi, Mama lo telpon kalo lo kelupaan minta uang jajan. Jadi, manfaatin uang itu buat bayar angkutan."

Bener juga sih. Gue juga gak bawa uang cadangan yang biasa ditaruh di tas.

"Pulang bareng gue aja?"

Kepala gue menoleh pada Taeyong yang baru bersuara setelah beberapa menit dia menjelma jadi batu semenjak kedatangan Yuta. Dia juga gak berkomentar bingkisannya digeser gitu aja oleh si Nakamoto.

"Gue lebih percaya supir angkot daripada lo."

Jleb sampai ke ulu hati, kalo gue jadi Taeyong.

"Gue cuman menawarkan diri aja. Kalo Lala gak mau, ya gak papa. Bukan lo yang gue tawarin."

"Gue mewakili dia buat menjawab."

Taeyong terkekeh kecil namun terkesan mengejek pada jawaban singkat dan konyol dari Yuta. Iya, konyol. Gue yang mendengar saja hampir memuncratkan tawa. Cuman gue tahan. Situasi sekarang gak mendukung gue buat menertawakan Yuta.

"Ok gaes, waktunya habis. Ini jam istirahat kayaknya udah mau selesai. Lebih baik kalian balik ke habitat masing-masing."

"Lo pulang sendiri naik angkutan umum!" Pesan Yuta sebelum pergi meninggalkan kelas.

"Dasar posesif." Celetuk Taeyong sambil meraih jajanan miliknya yang tadi disingkirkan Yuta dari gue. Bibirnya sedikit maju, menahan kesal. Gue pikir dia gak sadar melakukan itu. Lucunya, malah membuat dia terlihat imut. Gue amat-amati, Taeyong gak segarang biasanya. Meskipun tanggapannya tadi terdengar sama-sama gak enaknya dengan jawaban Yuta, namun emosinya lebih terkontrol.

Gue tersenyum samar, sambil berharap mereka bisa berbaikan satu sama lain secepatnya.

__

Lagi pengen upload aja. Hahaha

Jangan lupa komentar dan vote nya yaa ^^

Makasihh

WHISPER - {Nakamoto Yuta}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang