Part 22- Serious Talk

1.1K 179 6
                                    

Keadaan menjadi hening beberapa saat. Yuta tak langsung menanggapi apa yang baru saja gue sampaikan.

Kayak lagi ngomong sama tembok.

"Eh, ada yang lagi berduaan."

Sontak kami berdua menoleh bersamaan kearah pintu. Gue mendecak saat tahu siapa perusak suasana ini.

"Gak baik siang-siang berduaan," nasihatnya dan langsung ambil pose sandaran di pintu sambil melipat lengan di dada, "nanti ada setan lewat."

"Eh, persis kayak keberadaan lo sekarang dong?" tanggap gue langsung.

"Belum kelar,"

"Gak butuh bantahan, dah masuk, masuk!!" Pekik gue yang mulai kesal level dewa.

Asli ya, heran ama kakak ipar yang jadi jengkelin se-alam semesta ini. Pengaruh iklim atau asupan makanan di sini sih, tingkahnya bikin emosi naik terus. Apa Kak Ten dan Kak Johnny tukeran jiwa? Kepribadiannya jungkir balik gitu. Lupakan soal gue yang pro ke Kak Ten, dulu.

"Mau aman itu___"

"Atau gue yang masuk?" lanjut gue sengaja menyela ucapan Kak Ten.

"Gak, diem di sini dulu." baru mau berdiri, pergelangan tangan gue ada yang menahan. Mau gak mau gue menoleh untuk mastiin.

"Eaaaa, okey gue kalah! Silakan melanjutkan moment yang sempat tertunda. Bye~~" sorak Kak Ten seraya menghilang di balik pintu bersama suara cekikikan yang menyebalkan.

Memastikan Kak Ten gak balik lagi, gue kemudian melempar pandang pada sosok yang sudah melepaskan cekalannya di tangan gue.

"Masih mau diem? Sampai kapan?" tegur gue hingga dia mendongak.

"Udah tau kan?"

"Tau apa?"

"Soal gue yang suka sama lo. Ini beneran!"

Lah, siapa yang mikir boongan bambank!

"Belum. Gue belum tahu dari lo. Baru tau dari Winwin."

"Dia bilang gimana?"

"Yuta itu suka sama lo

Selama ini dia menyembunyikan perasaannya buat lo

Rela mengesampingkan egonya cuman untuk menjaga persahabatan diantara kalian

Meski terus-terusan menyangkal perasaan itu, tapi dia selalu gagal

Nyoba buat menantang diri supaya gak stuck di lo terus pacaran dengan Sana, akhirnya berhenti di lo juga."

Yuta kembali menunduk, entah apa yang diucapkan tapi kedengarannya seperti mengumpat.

"Itu gak bener." Ungkapnya tiba-tiba.

"Ha? Gak bener? Itu bohongan?" gue gak bisa menutupi keterkejutan atas jawaban Yuta. Ada perasaan kecewa ketika dia menanggapinya begitu.

"Gue gak nyembunyiin atau nyangkal  untuk menjaga persahabatan? Nggak, nggak sama sekali. Akan gue revisi."

Kok gue tiba-tiba down sih, beneran, serius. Mending dicukupkan sampai sini aja apa ya? Kok malah ngerasa kayak senjata makan tuan begini. Gak sesuai dengan yang diharapkan.

"Soal Sana, itu juga bukan karena mau menantang diri, astaga! Kebanyakan nonton sinetron dia sampe bikin skenario alay kayak gitu." Yuta menggelengkan kepalanya gak percaya. Masih menyayangkan dengan informasi yang Winwin berikan ke gue.

"J-jadi lo gak ada rasa apa-apa ke gue ya?" suara gue mulai hilang kepercayaan diri gara-gara rasa malu yang udah ada dipuncak.

Yuta menoleh cepat, alisnya terangkat satu dengan arah mata tepat ke manik gue.

"Gue gak bilang kayak gitu."

Gue masih diam. Gak berkeinginan untuk membalas juga. Mood udah terlanjur hancur. Malu, malu, iya cuman malu aja yang sekarang menguasai pikiran gue.

Yuta tersenyum, memperlihatkan deretan giginya. Cuman sebentar, lalu kembali menatap gue lekat.

"Gue memang naksir lo. Benar gue sangkal, tapi alasannya karena waktu itu masih gak percaya kalo itu namanya naksir. Belum sadar aja. Masa gue naksir lo? Efek keseringan bareng, gue jadi susah bedain mana suka sebagai sahabat dan suka sebagai lawan jenis."

"Terus Sana?"

"Ya, dia yang bikin gue menemukan jawaban atas ketidakpercayaan itu. Gue akhirnya sadar kalo perasaan ke lo itu real, yang perlu dipercayai eksistensinya. Sedang perasaan gue ke dia hanya sebuah rasa empati, yang tumbuh karena unsur kasihan, gak tega. Ada pergulatan batin saat gue berhubungan sama dia. Setiap gue mengasihi dia sebagai pacar, hati gue gak tergerak ke sana, kayak ada yang mengganjal. Bener kan? Gak ada ketulusan di sana. " Yuta tersenyum miris. Gue paham, mungkin dia kecewa juga atas perilaku Sana yang menjadikan hubungan mereka sebagai hasil taruhan, "sampai akhirnya semua terungkap oleh satu kejadian yang bikin gue marah dan kecewa. Apalagi berurusan sama lo. Gue semakin yakin kalau gue emang terlanjur suka sama lo, gak mau lo kenapa-kenapa." lanjutnya.

Sekarang, gue akan jujur dan gak mau munafik kalo sebenarnya gue seneng denger semua itu keluar dari mulut Yuta.

"Sebenernya gue orang yang cukup terbuka soal perasaan, apalagi buat lo. Cuman seringnya lo gak menganggap kehadirannya, entah karena gak peka atau pura-pura gak peka." sindirnya, merubah suasana yang awalnya serius jadi lebih santai.

"Gue gak merasa gitu."

"Ya pelaku mana tahu, yang ngerasain kan korban."

"Korban apa? Perasaan?" ejek gue,

"Jadi, peka, gak peka, atau pura-pura gak peka?"

____

Lama tersimpan di draft, akhirnya post juga wkwkwk
Semoga masih pada ingat jalan ceritanya yah hihi~~~

WHISPER - {Nakamoto Yuta}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang