Part 12 - Jea--lous?

1.5K 246 15
                                    

Jangan lupa Vote+Komennya :) 

__

Melangkah malas, gue mendekati Mama yang berada di ruang Tv. Menggelendot manja sambil memikirkan bujukan seperti apa yang bisa buat Mama gak daftarin gue bimbel.

"Ada apa, hm?" Mama menaruh buku resep masakan yang sedang dibaca ke atas meja.

"Ma, Lala bakal.manfaatin fasilitas yang ada deh. Se.ba.ik mung.kin. Tapi, Lala gaperlu ikutan Bimbel yak?"

Mama menghela nafas panjang sambil memutar tubuhnya menghadap gue. Masih belum melepaskan lengan Mama, gue mengedip melas.

"Bujuk Papa, Ma. Lala janji--"

"Atau kamu mau private sama Yuta?"

"Gak, gak usah!" tolak gue mentah-mentah.

"Loh kenapa, kan dia juga bisa ngelesin. Iya kan?"

Jadi ceritanya, gue cerita tentang kesibukan baru Yuta sebagai guru les, ke Mama. Tapi, setelah itu Papa denger dan memiliki ide buat daftarin gue bimbel.

"Ngga, ah. Emangnya dia robot apa yang gak ada waktu buat istirahat."

"Kan sama tunangan sendiri. Inget lo, waktu kamu tinggal beberapa bulan lagi. Harus kejar target biar dapat hasil maksimal. Katanya mau kuliah di kampus favorit."

Ck, kok malah Mama yang cerdik nge-drive gue sih.

"Belajar sendiri aja ya? Beneran deh, waktu Lala 95% nya bakap dipakai buat semedi di kamar sama buku-buku. Please ..." Gue menangkupkan kedua tangan kearah Mama. Memasang wajah semeyakinkan mungkin, supaya permohonan gue ini di-acc.

"Besok Mama temenin daftar. Lebih cepat lebih baik."

__

Gue memutuskan mencari udara segar sekalian jalan-jalan keliling komplek. Gak ada tempat tujuan, cuman ingin membuang hawa negatif yang ada di dalam tubuh gue, kali aja kebawa angin sore tanpa sisa. Soalnya, kalo dibiarkan mengendap gue bisa meledak, dan siapa aja pasti kena amuk.

Ketika sedang asyik menendang-tendang kerikil di aspal, gue gak sengaja melihat Yuta jauh di depan sana.

Gak sendirian, dia sama cewek. Gue gak tahu siapa, posturnya nampak asing di mata gue. Tapi, mereka jalan berdampingan dan sesekali bergurau. Si cewe bahkan berani menepuk keras bahu Yuta, sampai siempunya berteriak diselingi tawa.

Wehhh, curiga. Happy banget soalnya.

Gue berjalan cepat mengikuti keduanya. Tetap pada posisi gue di belakangnya. Supaya bisa memantau.

Sana.
Bukan, Sana body-nya lumayan berisi. Ini kurus dan penampakan tulangnya masih muda. Tinggi juga, gue kalah sih. Padahal tinggi gue aja udah mencapai 165cm. Beda dikit, soalnya tingginya setara dengan telinga Yuta.

Gak kerasa, gue mengikuti mereka sampai halte. Mereka masih asyik tertawa, dan gak jarang menampilkan wajah serius seperti sedang berdiskusi.

Atau mungkin temen sekelas Yuta ya? Akrab gitu. Masa gue gak tau? Ya memang sih, gue gak terlalu kenal sama siswi-siswi di sekolah, kecuali sama siswa-siswa kece nan ganteng. Gue hapal.

Seharusnya gausah sedekat itu sih, karena pasti udah tahu kalo Yuta itu ... Milik gue.

Srekk

"Aduhh, Mas! Kalo masih amatiran naik sepedanya, mending lo jalan aja!" refleks gue menyentak seorang pria yang baru saja menabrak lengan gue dengan sepedanya.

"Maaf-Maaf, Bu. Gak sengaja!"

"B-bu?" bibir gue tiba-tiba kaku buat digerakin. Ingin mengumpat sekarang, boleh?

WHISPER - {Nakamoto Yuta}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang