(28 Minggu) - Khawatir pt. 2

2.8K 389 38
                                    

Jisoo merasa sangat tidak tenang.

Beberapa kali ia mengecek ponsel, berharap Seokmin menelepon atau sekadar mengirimkan pesan singkat untuknya. Rasa gelisah terus menyelimuti pikiran kucing manis itu. Jisoo sudah menunggu kabar dari Seokmin sejak tiga jam yang lalu. Tapi si bangir itu masih belum juga menghubunginya.

Seokmin sedang melakukan dinas di luar kota selama tiga hari. Pagi tadi, ia baru saja berangkat ke Busan untuk melakukan dinas, sekaligus meninggalkan Jisoo di rumah sendirian. Awalnya Seokmin merasa berat untuk meninggalkan si manis itu sendirian dan menolak pekerjaan kali ini.

Tapi Jisoo berhasil meyakinkan suaminya bahwa ia akan menjaga diri dengan baik selama Seokmin tidak ada. Jisoo bahkan mendorong Seokmin untuk segera pergi bekerja saat si bangir itu mengoceh panjang lebar memberikan pesan untuk Jisoo. Si manis itu mendengarkan semua yang Seokmin ucapkan dengan patuh. Berharap suaminya akan segera pergi agar Jisoo tidak ketinggalan drama pagi yang biasanya ia tonton.

"Jangan nyalakan kompor terlalu lama!"

"Aku sudah mengangkat cucian kita, jangan coba-coba kau menyetrikanya tanpa persetujuanku!"

"Jangan menonton drama terus, kau harus banyak istirahat!"

"Minum susumu, aku juga sudah memotong buah mangga dan ku letakkan di dalam kulkas."

"Aku sudah meminta Jeonghan hyung mengawasimu di rumah. Jika kau merasa kesulitan, kau bisa minta tolong padanya. Mengerti, kucing gembul?"

Jisoo langsung mengangguk kuat. Seokmin kapan berangkat, sih? Jisoo kan harus menonton drama pagi!

"Iya, Seokmin. Astaga, kau bawel sekali!"

Seokmin menghela napas. Dia langsung memberikan ciuman di seluruh wajah Jisoo, dan berakhir di bibir kucing yang mengerucut itu. Dan jangan lupakan dengan perut buncit yang minta dicium. Tentu saja Seokmin tidak boleh melewatkan ciuman untuk dua bayi kembarnya.

"Kalian jangan nakal, oke? Jangan membuat mama kerepotan kalau papa tidak ada."

Jisoo melambaikan tangan ketika Seokmin sudah memasuki mobil. Laki-laki bangir itu dengan ragu memakai sabuk pengamannya. Lagi-lagi ia merasa berat untuk meninggalkan Jisoo seorang diri. Kalau Jisoo tiba-tiba melahirkan bagaimana?

Seokmin buru-buru menghilangkan pikiran buruknya. Usia kehamilan Jisoo juga baru menginjak tujuh bulan. Seokmin harus tetap pergi untuk menyelesaikan semua pekerjaannya agar cepat pulang dan menjaga Jisoo di rumah. Toh, mereka akan selalu bertukar pesan. Apalagi, Jeonghan dengan sukarela ingin membantu Seokmin dalam menjaga Jisoo. Harusnya Seokmin merasa tenang.

Jisoo awalnya meremehkan perasaan khawatir Seokmin yang berlebihan seperti pagi tadi. Tapi, kali ini ia yang merasakannya sendiri. Seokmin tidak membalas pesannya, bahkan teleponnya juga tidak diangkat walaupun terhubung. Jisoo jadi khawatir jika terjadi sesuatu pada Seokmin di sana.

"Ah, dia kan orangnya ceroboh sekali!" Jisoo menggigit kukunya khawatir.

Jisoo mencoba menelepon lagi. Terhubung, tapi Seokmin tidak mengangkatnya. Jisoo memekik kesal. Dia bahkan hampir saja membanting ponsel saking kesalnya. Kemana sih si bangir ini?

"Apa dia masih meeting? Tapi, ini kan sudah malam!"

Jisoo jadi pusing sendiri. Beberapa pikiran buruk mampir di kepalanya tentang Seokmin. Jisoo takut kalau Seokmin lupa jalan pulang ke hotelnya, atau dompetnya yang hilang, atau bahkan lupa mengisi bensin sehingga mobilnya mati di tengah jalan, atau jangan-jangan dia sedang berkunjung ke rumah orang lain?

"Seokmin tidak selingkuh! Tidak, tidak! Ya, Lee Jisoo! Berpikirlah yang jernih!" Jisoo menampar pipinya berkali-kali. Menyadarkan dirinya sendiri dari pikiran bodoh yang kembali membuatnya kalut.

Hola Mamá | Seoksoo [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang